Pemerintah Harus Benahi Tata Niaga Gula

Kamis, 19 Maret 2015 - 12:13 WIB
Pemerintah Harus Benahi Tata Niaga Gula
Pemerintah Harus Benahi Tata Niaga Gula
A A A
JAKARTA - Pemerintah perlu membuka opsi tata niaga baru dan menyusun peta jalan yang jelas untuk mengatasi masalah pergulaan dan mewujudkan target swasembada gula.

Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin mengusulkan solusi sederhana yaitu strategi loose-loose untuk ditawarkan ke pemangku kepentingan pergulaan di Indonesia. Dalam konteks ini dia mencontohkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak harus memberikan izin baru impor gula rafinasi atau bisa melakukan penghitungan ulang.

Begitu pula Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus pada pengembangan industri gula dan mempertimbangkan kapasitas industri gula rafinasi. Untuk jangka panjang, industri gula harus terintegrasi dari hilir ke hulu atau hulu ke hilir.

”Adapun Kementerian Pertanian enggak harus bikin rekomendasi-rekomendasi baru, fokus saja pada teknik budi daya dan bongkar ratoon di lapangan,” tuturnya di sela-sela seminar Penguatan Industri dan Bisnis Gula di Indonesia Tahun 2015 yang diselenggarakan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara di Jakarta kemarin.

Bustanul mendorong pemerintah secepatnya membuat pemetaan dan menyelesaikan persoalan serta ancaman industri gula tanpa harus menunggu swasembada padi, jagung, maupun kedelai. Sebagai catatan, pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan swasembada pangan dalam tiga tahun ke depan.

Menurut Bustanul, swasembada gula cenderung agak dilupakan bahkan tidak secara eksplisit disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), kemungkinan lantaran target-target selama ini sering tidak tercapai. Ia juga mengkritisi target pertumbuhan produksi gula rata-rata 7,9% dengan target volume produksi sebanyak 3,8 juta ton pada 2019.

”Saya rasa enggak akan tercapai. Realistisnya tumbuh sekitar 3% karena dalam sepuluh tahun terakhir saja pertumbuhannya cuma 2,4%,” sebutnya. Pada kesempatan yang sama, Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Thamrin Latuconsina mengatakan, terdapat sejumlah permasalahan pergulaan di Indonesia antara lain kebutuhan gula terutama raw sugar untuk bahan baku industri yang belum dapat terpenuhi dari sumber produksi dalam negeri.

Sebagai contoh, kebutuhan gula nasional tahun ini diperkirakan mencapai 6,2 juta ton, di mana 3,5 juta ton di antaranya masih harus dipasok dari impor. Persoalan lain adalah terkait rembesan gula kristal rafinasi ke pasar gula kristal putih. Kemendag mengaku telah melakukan sejumlah langkah penanganan.

Di antaranya melalui penghentian pemberian impor raw sugar untuk pabrik gula (PG) berbasis tebu (idle capacity, commissioning test ), efektif berlaku mulai tahun ini. Pertimbangannya adalah hal tersebut ikut mendistorsi pasar gula kristal putih (GKP) di dalam negeri. Thamrin menambahkan, Kemendag juga telah membatasi untuk tidak lagi memberikan alokasi gula untuk perbatasan, gula untuk wilayah timur, gula untuk idle capacity, dan alokasi-alokasi gula lain yang akan mengganggu distribusi gula.

”Kita lihat sejak akhir 2014 dan awal 2015 ini kita sudah tidak mengeluarkan alokasi lagi. Ini dimaksudkan supaya tata kelola dan tata niaga gula lebih tertib dan jauh lebih baik,” ucapnya. Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil menilai langkah pembatasan tersebut tepat.

Menurutnya, ruh dari izin impor adalah SK Menperindag 527/2004 yang secara gamblang mengatur pihak yang berhak mengimpor gula kristal putih (GKP) yaitu importir terdaftar (IT). ”IT ini adalah perusahaan yang bakunya minimal 75% dari petani,” sebutnya.

Pada kesempatan yang sama, staf ahli Kementerian BUMN Sahala Lumbangaol mengatakan, dalam rangka mencapai swasembada gula, pemerintah akan melakukan revitalisasi pabrik gula dan berencana membangun 10 pabrik gula baru hingga tiga tahun ke depan. Melalui revitalisasi diharapkan produktivitas pabrik gula bisa didongkrak dari ratarata 6.000 ton canes per day (TCD) menjadi 10.000 TCD.

Inda susanti
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7218 seconds (0.1#10.140)