BKPM Batalkan 6.541 Izin Prinsip PMA
A
A
A
JAKARTA - Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) membatalkan 6.541 Surat Persetujuan/Izin Prinsip Penanaman Modal Asing (PMA) antara tahun 2007-2012 dengan nilai total rencana investasi USD23 miliar.
Pembatalan dilakukan lantaran pemilik Surat Persetujuan/Izin Prinsip tidak pernah menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM MM Azhar Lubis mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat peringatan bagi 7.861 pemilik Surat Persetujuan/ Izin Prinsip PMA yang tidak patuh menyampaikan LKPM.
Dalam tempo sebulan masa tenggat yang diberikan, hanya 1.250 yang merespons. “Maka itu, sisanya sebanyak 6.231 kami batalkan izin PMAnya, dan 310 dibatalkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan atau BP-KPBB. Sehingga, total PMA yang dibatalkan sebanyak 6.541,” ujarnya di Jakarta kemarin. Jika dilihat dari daerah tujuan investasinya, pembatalan tertinggi dialami Jawa Barat (21%), menyusul DKI Jakarta (17%), dan Bali (13%).
Sedangkan dari sisi rencana/nilai investasi yang batal, yang tertinggi di Jawa Timur yaitu senilai USD6,4 miliar (28%), disusul Jawa Barat senilai USD4,7 miliar. Sementara, sektor yang paling banyak mengalami pembatalan izin adalah perdagangan dan reparasi (30%), pertambangan (20%), jasa lainnya (12%), hotel dan restoran (6%). Azhar menambahkan, izin yang dibatalkan di antaranya merupakan proyek-proyek besar.
Antara lain, oil refinery (USD5 miliar); proyek hotel, apartemen dan pusat perbelanjaan (USD2,6 miliar); jasa pertambangan dan migas (USD1 miliar); kawasan pariwisata di Provinsi Bangka Belitung (USD350 juta); dan smelter bauksit (USD800 juta). “Lima proyek itu saja nilainya hampir Rp10 triliun. Jadi, memang ada proyek-proyek besar yang tidak jadi direalisasikan,” tuturnya.
Sementara, dalam hal negara asal PMA, izin yang dibatalkan terbanyak dari Korea Selatan yaitu sebanyak 621 (20%), disusul China sebanyak 344 (11%) dan Malaysia sebanyak 301 (9%). Dari segi nilai investasi, pembatalan PMA asal Saudi Arabia merupakan yang tertinggi, yaitu USD5,1 miliar.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, kendati izin PMA asal Korea Selatan periode 2007-2012 paling banyak dibatalkan, sejauh ini realisasi investasi asal Negeri Ginseng cukup baik. Ia mencontohkan, dalam kurun 2010-2014 Korea Selatan merealisasikan investasi senilai USD6,7 miliar dari rencana nilai investasi USD9,51 miliar.
Franky membandingkan dengan China pada periode yang sama merencanakan investasi di IndonesiasenilaiUSD23,3miliar, namun terealisasi USD1,53 miliar atau hanya 7%. Begitu pula Malaysia, hanya merealisasikan USD4 miliar dari rencana investasi USD11 miliar atau 40%. Pembatalan surat persetujuan/ izin prinsip oleh BKPM mengacu pada Undang-Undang No 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Dengan dibatalkannya Surat Persetujuan/Izin Prinsip Penanaman Modal tersebut, maka perusahaan yang masih menjalankan kegiatan usaha tanpa izin merupakan tindakan pelanggaran hukum.
Kendati demikian, Franky optimistis pembatalan ini tidak akan memengaruhi target investasi 2015-2019 senilai Rp3.500 triliun atau dua kali lipat dari pencapaian periode 2010-2014 yang hanya Rp1.632,8 triliun.
inda susanti
Pembatalan dilakukan lantaran pemilik Surat Persetujuan/Izin Prinsip tidak pernah menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM MM Azhar Lubis mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat peringatan bagi 7.861 pemilik Surat Persetujuan/ Izin Prinsip PMA yang tidak patuh menyampaikan LKPM.
Dalam tempo sebulan masa tenggat yang diberikan, hanya 1.250 yang merespons. “Maka itu, sisanya sebanyak 6.231 kami batalkan izin PMAnya, dan 310 dibatalkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan atau BP-KPBB. Sehingga, total PMA yang dibatalkan sebanyak 6.541,” ujarnya di Jakarta kemarin. Jika dilihat dari daerah tujuan investasinya, pembatalan tertinggi dialami Jawa Barat (21%), menyusul DKI Jakarta (17%), dan Bali (13%).
Sedangkan dari sisi rencana/nilai investasi yang batal, yang tertinggi di Jawa Timur yaitu senilai USD6,4 miliar (28%), disusul Jawa Barat senilai USD4,7 miliar. Sementara, sektor yang paling banyak mengalami pembatalan izin adalah perdagangan dan reparasi (30%), pertambangan (20%), jasa lainnya (12%), hotel dan restoran (6%). Azhar menambahkan, izin yang dibatalkan di antaranya merupakan proyek-proyek besar.
Antara lain, oil refinery (USD5 miliar); proyek hotel, apartemen dan pusat perbelanjaan (USD2,6 miliar); jasa pertambangan dan migas (USD1 miliar); kawasan pariwisata di Provinsi Bangka Belitung (USD350 juta); dan smelter bauksit (USD800 juta). “Lima proyek itu saja nilainya hampir Rp10 triliun. Jadi, memang ada proyek-proyek besar yang tidak jadi direalisasikan,” tuturnya.
Sementara, dalam hal negara asal PMA, izin yang dibatalkan terbanyak dari Korea Selatan yaitu sebanyak 621 (20%), disusul China sebanyak 344 (11%) dan Malaysia sebanyak 301 (9%). Dari segi nilai investasi, pembatalan PMA asal Saudi Arabia merupakan yang tertinggi, yaitu USD5,1 miliar.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, kendati izin PMA asal Korea Selatan periode 2007-2012 paling banyak dibatalkan, sejauh ini realisasi investasi asal Negeri Ginseng cukup baik. Ia mencontohkan, dalam kurun 2010-2014 Korea Selatan merealisasikan investasi senilai USD6,7 miliar dari rencana nilai investasi USD9,51 miliar.
Franky membandingkan dengan China pada periode yang sama merencanakan investasi di IndonesiasenilaiUSD23,3miliar, namun terealisasi USD1,53 miliar atau hanya 7%. Begitu pula Malaysia, hanya merealisasikan USD4 miliar dari rencana investasi USD11 miliar atau 40%. Pembatalan surat persetujuan/ izin prinsip oleh BKPM mengacu pada Undang-Undang No 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Dengan dibatalkannya Surat Persetujuan/Izin Prinsip Penanaman Modal tersebut, maka perusahaan yang masih menjalankan kegiatan usaha tanpa izin merupakan tindakan pelanggaran hukum.
Kendati demikian, Franky optimistis pembatalan ini tidak akan memengaruhi target investasi 2015-2019 senilai Rp3.500 triliun atau dua kali lipat dari pencapaian periode 2010-2014 yang hanya Rp1.632,8 triliun.
inda susanti
(ars)