Indonesia Butuh Bank Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Indonesia membutuhkan bank infrastruktur sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Keberadaan perbankan yang fokus membiayai proyek infrastruktur dapat mendukung perekonomian nasional.
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJM) estimasi kebutuhan pendanaan infrastruktur pada 2015-2019 sebesar Rp5.519 triliun atau sekitar Rp1.102 triliun rata-rata kebutuhan per tahun.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro, dana sebesar itu tidak dapat dipenuhi pemerintah karena anggaran belanja infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 hanya Rp290 triliun.
Namun, jika dibandingkan dengan total PDB Indonesia yang sekitar Rp10.000 triliun hingga Rp11.000 triliun nilai itu kurang dari 3% terhadap PDB.
"Sehingga, perlu dana yang sangat besar untuk menutupi kekurangan anggaran pembangunan infrastruktur Rp1.102 triliun per tahun," terang Bambang dalam diskusi bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dengan tema Bank Infrastruktur Perlu atau Tidak? di Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Menurutnya, diperlukan solusi untuk mengisi kesenjangan sumber pembiayaan infrastruktur, salah satunya dengan melibatkan pihak swasta untuk ikut dalam pembangunan.
Sejauh ini, perbankan nasional sudah mulai berpartisipasi menyalurkan kredit bagi pembangunan infrastruktur meskipun totalnya hanya 16,8% dari keseluruhan kredit atau sekitar Rp244,8 triliun.
Bambang menilai, saat ini kesadaran pentingnya infrastruktur masih lemah dengan alokasi anggaran masih terbatas. Sehingga, perlu keterlibatan perbankan dan juga lembaga investasi.
"Kalau ditanya, kenapa bank infrastruktur? Ya, karena saya yakin perbankan Indonesia mempunyai kemampuan untuk biayain infrastruktur," tandasnya.
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJM) estimasi kebutuhan pendanaan infrastruktur pada 2015-2019 sebesar Rp5.519 triliun atau sekitar Rp1.102 triliun rata-rata kebutuhan per tahun.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro, dana sebesar itu tidak dapat dipenuhi pemerintah karena anggaran belanja infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 hanya Rp290 triliun.
Namun, jika dibandingkan dengan total PDB Indonesia yang sekitar Rp10.000 triliun hingga Rp11.000 triliun nilai itu kurang dari 3% terhadap PDB.
"Sehingga, perlu dana yang sangat besar untuk menutupi kekurangan anggaran pembangunan infrastruktur Rp1.102 triliun per tahun," terang Bambang dalam diskusi bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dengan tema Bank Infrastruktur Perlu atau Tidak? di Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Menurutnya, diperlukan solusi untuk mengisi kesenjangan sumber pembiayaan infrastruktur, salah satunya dengan melibatkan pihak swasta untuk ikut dalam pembangunan.
Sejauh ini, perbankan nasional sudah mulai berpartisipasi menyalurkan kredit bagi pembangunan infrastruktur meskipun totalnya hanya 16,8% dari keseluruhan kredit atau sekitar Rp244,8 triliun.
Bambang menilai, saat ini kesadaran pentingnya infrastruktur masih lemah dengan alokasi anggaran masih terbatas. Sehingga, perlu keterlibatan perbankan dan juga lembaga investasi.
"Kalau ditanya, kenapa bank infrastruktur? Ya, karena saya yakin perbankan Indonesia mempunyai kemampuan untuk biayain infrastruktur," tandasnya.
(dmd)