Sudirman Sindir Para Pengkritik Kenaikan BBM
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyindir beberapa pihak yang selalu mengkritik ketika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Dia menilai, selama ini Indonesia populis, bahkan pemimpin politiknya juga populis dan selalu mengkritik harga BBM yang naik turun karena pasar, maka Indonesia tidak akan keluar dari comfort zone.
"Saya sering bertanya, kalau 60% BBM diimpor dari negara lain, terus kita enggak boleh pakai patokan harga pasar, ya terus kita pakai patokan harga siapa?" katanya di Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Menurutnya, hal ini membutuhkan logika yang nyata bahwa semakin banyak Indonesia impor BBM, maka semakin harus ikut harga pasar dunia.
"Nah, itu harusnya logikanya jalan, makin banyak kita impor, otomatis kita harus ikutin harga pasar juga. Jawabannya adalah tinggalkan energi lama, kita bangun energi baru. Itu saja," jelas dia.
Sudirman juga mengatakan, jika Indonesia terus memanfaatkan BBM sebagai energi utama, maka akan memberi ruang pada transportasi ekspor impor. Apalagi 60% BBM Indonesia saat ini dibeli dari luar negeri.
Selain itu, pemanfaatan BBM yang tidak bisa dilepaskan dari habit masyarakat Indonesia menimbulkan comfort zone dan seolah Indonesia tidak bisa lepas dari zona tersebut.
"Kalau kita tidak bisa keluar dari comfort zone, kita akan begini terus. Apa itu comfort zone? Pertama adalah kita gunakan subsidi. Itulah yang membuat kita tidak tertarik untuk hemat energi," tandasnya.
Dia menilai, selama ini Indonesia populis, bahkan pemimpin politiknya juga populis dan selalu mengkritik harga BBM yang naik turun karena pasar, maka Indonesia tidak akan keluar dari comfort zone.
"Saya sering bertanya, kalau 60% BBM diimpor dari negara lain, terus kita enggak boleh pakai patokan harga pasar, ya terus kita pakai patokan harga siapa?" katanya di Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Menurutnya, hal ini membutuhkan logika yang nyata bahwa semakin banyak Indonesia impor BBM, maka semakin harus ikut harga pasar dunia.
"Nah, itu harusnya logikanya jalan, makin banyak kita impor, otomatis kita harus ikutin harga pasar juga. Jawabannya adalah tinggalkan energi lama, kita bangun energi baru. Itu saja," jelas dia.
Sudirman juga mengatakan, jika Indonesia terus memanfaatkan BBM sebagai energi utama, maka akan memberi ruang pada transportasi ekspor impor. Apalagi 60% BBM Indonesia saat ini dibeli dari luar negeri.
Selain itu, pemanfaatan BBM yang tidak bisa dilepaskan dari habit masyarakat Indonesia menimbulkan comfort zone dan seolah Indonesia tidak bisa lepas dari zona tersebut.
"Kalau kita tidak bisa keluar dari comfort zone, kita akan begini terus. Apa itu comfort zone? Pertama adalah kita gunakan subsidi. Itulah yang membuat kita tidak tertarik untuk hemat energi," tandasnya.
(izz)