Upah Buruh Pabrik Naik, Daya Beli Turun

Kamis, 16 April 2015 - 09:01 WIB
Upah Buruh Pabrik Naik, Daya Beli Turun
Upah Buruh Pabrik Naik, Daya Beli Turun
A A A
JAKARTA - Upah rata-rata buruh pabrik atau industri pada kuartal IV/2014 mengalami peningkatan dibandingkan kuartal III/2014 secara nasional. Meski demikian, kenaikan upah ini tidak serta merta menaikkan daya beli buruh karena faktor inflasi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan, rata-rata upah nominal buruh pabrik pada kuartal III/2014 sebesar Rp2.153.400 per bulan, lalu naik 1,11% menjadi Rp2.117.400 per bulan pada kuartal IV/2014. Namun secara riil, kata Suryamin, jumlah upah tersebut mengalami penurunan sebesar 3,23%. ”Secara nominal naik, tapi daya beli mereka turun karena faktor-faktor seperti inflasi,” ujar Suryamin di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan, penurunan daya beli ini hampir terjadi di berbagai sektor industri, seperti tembakau/rokok, furnitur, semen/kapur, dan logam. Penurunan daya beli paling signifikan terjadi pada buruh pabrik tembakau/rokok. ”Itu secara riil, upah buruh industri rokok turun sebesar 3,97%,” ucapnya. Kondisi ini juga terjadi pada upah buruh tani yang dibayar per hari (buruh harian).

Suryamin menyebutkan, upah nominal harian buruh tani pada Maret 2015 mencapai Rp46.180 per hari atau naik 0,26% dibanding bulan sebelumnya Rp46.059 per hari. Namun secara riil, upah buruh harian justru turun 0,21%. ”Ini akibat tingginya inflasi di perdesaan. Inflasi 0,17% pada Maret itu inflasi di perkotaan. Tapi, di perdesaan lebih tinggi lagi, yaitu 0,48%,” ucap dia.

Namun demikian, kondisi ini tidak terjadi pada buruh informal perkotaan. Suryamin mengatakan, rata-rata upah buruh bangunan (tukang bukan mandor) pada Maret 2015 mengalami kenaikan sebesar 0,73% dibanding Februari 2015, yaitu dari Rp79.083 menjadi Rp79.083. Secara riil, upah mereka juga mengalami kenaikan sebesar 0,56%. ”Begitu juga dengan upah buruh potong rambut wanita dan upah pembantu rumah tangga yang diamati BPS. Nominal dan riilnya naik,” ucap dia.

Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance Eko Listyanto mengatakan, survei BPS memperlihatkan bahwa percepatan kenaikan upah dan naiknya harga barang-barang tidak sepadan. Dengan kata lain, harga barang lebih cepat naik dibanding upah. ”Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan mereka (buruh) menurun karena daya beli mereka rendah,” ucap dia.

Dia pun meminta kepada pemerintah lebih peduli dengan mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap rakyat kecil, salah satunya adalah kebijakan terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diserahkan kepada pasar. ”Jangan sampai kemudian menurunnya upah riil ditambah lagi dengan berbagai macam kebijakan yang merugikan rakyat kecil,” kata dia.

Selain itu, Eko menyarankan pemerintah untuk segera memperbaiki infrastruktur di perdesaan, seperti jalan raya dan pasar, guna menekan tingginya angka inflasi di perdesaan. ”Ini kenapa inflasi di daerah lebih tinggi sementara di perkotaan info harga dan pilihan pasar yang lebih banyak. Singkatnya, infrastruktur lebih unggul,” tandas dia.

Rahmat fiansyah
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0666 seconds (0.1#10.140)