Ekonomi China Hanya Tumbuh 7%

Kamis, 16 April 2015 - 09:04 WIB
Ekonomi China Hanya...
Ekonomi China Hanya Tumbuh 7%
A A A
BEIJING - Ekonomi China tumbuh 7,0% year on year (yoy) pada kuartal I/2015, melemah ke level baru terendah setelah krisis keuangan global. Data terbaru ini membuat para analis memperkirakan, Pemerintah China akan menerapkan kebijakan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Data yang diumumkan Biro Statistik Nasional (NBS) itu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,3% pada kuartal IV/2014. Meski demikian, data ini melebihi proyeksi rata-rata 6,9% dalam survei 15 ekonom oleh kantor berita AFP . Hasil ini tetap yang terburuk untuk kuartal satu sejak kuartal I/2009, saat ekonomi tumbuh 6,6% saat krisis keuangan global mencapai puncak.

Negara kekuatan ekonomi kedua dunia dan penggerak pertumbuhan global ini tumbuh hanya 7,4% pada 2014, turun dari 7,7% pada 2013 dan level tahunan terendah sejak 3,8% pada 1990. ”Meski terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, harga konsumen dan ekspektasi pasar tetap stabil.

Ekonomi menghadapi tekanan penurunan, tapi masih memiliki potensi dan kondisi untuk mempertahankan pertumbuhan yang stabil,” papar juru bicara NBS Sheng Laiyun, dikutip kantor berita AFP. Kepemimpinan China tampak nyaman dengan pertumbuhan yang lebih lemah tersebut karena menganggapnya sebagai kondisi ”normal baru” dalam pertumbuhan berbasis permintaan konsumen yang lebih stabil.

Kendati demikian, otoritas ingin menghindari penurunan terlalu cepat yang dapat mengganggu penciptaan lapangan kerja dan telah mengambil sejumlah langkah moneter untuk mendorong pertumbuhan. Penciptaan lapangan kerja menjadi komponen kunci stabilitas sosial di negara paling banyak penduduknya di dunia tersebut.

Ekonom Nomura menjelaskan, otoritas tampaknya mengambil langkah baru untuk mendorong perekonomian. ”Pertumbuhan PDB kuartal I/2015 yang lebih lemah dan data aktivitas Maret yang lebih lemah dari proyeksi menunjukkan bahwa momentum pertumbuhan tetap lemah, sehingga perlu ada kebijakan dana murah selanjutnya,” tulis mereka menanggapi data terbaru dari NBS. NBS menjelaskan, output industri yang mengukur produksi di pabrik, workshop dan pertambangan, naik 5,6% yoy pada Maret.

Data itu di bawah proyeksi rata-rata pertumbuhan 7% dalam survei ekonom Bloomberg News dan menandai data terendah sejak November 2008. Penjualan retail yang menjadi indikator kunci belanja konsumen, menguat 10,2% pada Maret dari tahun sebelumnya. Data ini di bawah proyeksi Bloomberg sebesar 10,9%.

”Investasi aset tetap, yang mengukur belanja pemerintah untuk infrastruktur, tumbuh 13,5% yoy pada kuartal I/2015, juga di bawah proyeksi survei Bloomberg sebesar 13,9%,” papar NBS. Tahun ini Bank Sentral China (People’s Bank of China/ PBoC) memangkas suku bunga untuk kedua kali dalam tiga bulan, mengurangi reserve requirement ratio (RRR) untuk mendorong pinjaman dan mengambil beberapa langkah untuk memperkuat pasar properti.

Para ekonom memperkirakan lebih banyak langkah yang akan diambil pemerintah saat otoritas harus mempertahankan pertumbuhan sesuai target sekitar 7% pada 2015. Claire Huang, analis di Societe Generale, Hong Kong, menilai data PDB itu mengecewakan. Dia memperkirakan,dua pemangkasan suku bunga dan satu pengurangan RRR pada kuartal sekarang.

Dia juga memperingatkan bahwa dampaknya tidak akan segera terlihat. ”Memerlukan waktu sebelum berbagai langkah pemerintah itu mulai memberikan dampak. Pemerintah toleran dengan pertumbuhan yang lebih lemah untuk memperbaiki struktur ekonomi,” katanya. PBoC bulan lalu mengurangi tingkat uang muka minimum untuk rumah kedua secara nasional dan memperpendek periode kepemilikan di mana penjual bertanggung jawab untuk 20% pajak pertambahan modal untuk properti selain rumah utama mereka.

Survei privat menunjukkan, penurunan harga rumah baru China melambat pada Maret dari bulan sebelumnya. Meski demikian, harga rumah baru turun dalam 10 bulan selama 11 bulan terakhir. Andrew Colquhoun, kepala Asia-Pacific Sovereigns di Fitch Ratings, menyatakan bahwa koreksi dalam pasar real estat China menjadi ancaman terbesar bagi pertumbuhan. ”Ini menenangkan karena ekonomi telah menjadi sangat tergantung pada konstruksi dan real estat untuk menciptakan lapangan kerja,” tulisnya.

Syarifudin
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0486 seconds (0.1#10.140)