Mendeteksi Investasi Gadungan

Minggu, 19 April 2015 - 10:43 WIB
Mendeteksi Investasi...
Mendeteksi Investasi Gadungan
A A A
Penipuan berkedok investasi dengan kerugian triliunan rupiah terus terjadi. Belum tuntas persoalan MMM, kini muncul kasus Koperasi Persada Madani (KPM).

Tidak kurang dari 5.000 anggota dari 27 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia telah menjadi korban koperasi ini. Dengan memberikan pinjaman minimum Rp10 juta, setiap anggota diiming-imingi akan memperoleh imbal hasil sebesar 1,5%-1,8% per bulan atau 18%-22% setahun. Dengan tawaran menggiurkan ini, dana masyarakat sebesar Rp1,35 triliun berhasil diraup KPM.

Empat Karakteristik

Apa sich susahnya mengenali penipuan berkedok investasi? Mulai dari tidak ada izin menghimpun dana, usaha baru berdiri, bentuk investasi tidak jelas, hingga menjanjikan imbal hasil yang bombastis. Sedikitnya ada empat karakteristik yang melekat pada produk keuangan bermasalah.

Pertama, soal izin penyelenggara yang biasanya hanya izin usaha dagang biasa. Anehnya, investor karena faktor keserakahan dan ketidaktahuan mudah percaya untuk menaruh uangnya tanpa mempertimbangkan legalitas pengelola dana. Kedua , soal perusahaan atau koperasi atau apa pun namanya yang menghimpun dana masyarakat itu biasanya juga baru berumur pendek yaitu beberapa bulan hingga 1-2 tahun. Sudah tidak punya izin resmi, track record -nya juga tidak jelas.

Yang punya rekam jejak bagus saja masih ada kemungkinan bermasalah di kemudian hari karena terlalu optimistis atau spekulatif, apalagi yang belum teruji. Sedihnya, ada saja yang masih tidak sadar dengan risiko yang mereka hadapi. Ketiga , soal bentuk investasi yang tidak jelas, bukan efek ekuitas dan bukan efek utang juga. Sesuai regulasi, tidak ada efek ekuitas yang boleh menjanjikan return .

Sementara efek utang selalu mempunyai tanggal pelunasan. Di pasar keuangan, tidak ada surat utang yang tidak punya tanggal jatuh tempo. Tentang faktor ketiga ini, hanya mereka yang cerdas finansial yang kritis menanyakan dan mengklarifikasi ini. Sebagian besar lainnya tidak melihat kejanggalan ini dan langsung tertarik. Terakhir , tentang imbal hasil tinggi yang dijanjikan. Berapakah sebenarnya imbal hasil wajar yang dapat diberikan sebuah investasi?

Mengingat pertumbuhan tahunan indeks saham kita berkisar belasan persen ke depan dan bunga bebas risiko hanya sekitar 6% bersih per tahun, return tahunan 18% per tahun atau 1,5% per bulan sudah sangat pantas dicurigai. Bisnis apa pun juga, yang bukan monopoli, wajarnya hanya akan mendapatkan keuntungan normal.

Industri atau perusahaan yang konsisten memperoleh keuntungan di atas angka itu akan mengundang pemain baru untuk masuk sehingga meningkatkan persaingan yang akhirnya menurunkan laba bersih kembali ke belasan persen. Dengan keuntungan normal maksimal 20% p.a., siapa pun yang berani menjanjikan 18%-22% pasti adalah terlalu optimistis dan cenderung spekulatif. Semakin tinggi imbal hasil yang dijanjikan, semakin besar kemungkinan gagal bayar.

Sejak Seabad Lalu

Penawa ran produk investasi dengan return fantastis sejatinya sudah kuno dan didokumentasikan untuk pertama kali pada 1919 ketika Carlo Ponzi, imigran asal Italia, mendirikan perusahaan yang dinamai the Security Exchange Company. Melalui perusahaan ini, ia menjual surat promes berbunga 50% dalam 90 hari. Jumlah dana yang berhasil dihimpunnya mencapai 1 juta USD per minggunya, suatu jumlah yang teramat besar saat itu, hingga para pegawainya tidak cukup untuk menangani transaksi sebesar itu.

Hanya dalam tempo beberapa minggu, Ponzi menjadi orang terkaya. Istrinya dimanjakan dengan intan berlian dan rumah besar dengan 20 kamar. Kejayaan Ponzi tentu tidak bisa berlangsung lama. Hasil penjualan surat utang itu ternyata tidak ditanamkannya kembali, tetapi dipakainya untuk membayar bunga sebesar 50% itu. Pada 26 Juli 1920 skema penipuan ini berakhir karena dana yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga melampaui jumlah dana yang diterimanya. Sejak saat itu, penipuan dengan kedok produk investasi seperti ini disebut skema Ponzi.

Belajar dari Pengalaman Orang Lain

Sampai sekarang kejahatan jenis ini masih saja terjadi, termasuk di beberapa negara maju. Para korban skema Ponzi mengaku tertarik ikut berinvestasi karena merasa kenal baik dengan petugas yang menawarkan, yang umumnya sangat memikat. Di negara kita setiap tahun ada saja korban barunya.

Mungkin masyarakat kita memang begitu mudah dibodohi atau banyak orang yang ingin mengambil jalan pintas untuk cepat kaya dan untuk memperoleh apa yang diinginkan. Dukun atau ”orang pintar” yang mampu melipatgandakan uang atau mengorbitkan seseorang selalu kedatangan tamu. Investor perlu selalu berpikir rasional dan mampu mengendalikan rasa tamak. Ingatlah bahwa if something sounds too good to be true, it is often indeed too good to be true.

Banyak orang bilang, ”Semakin berumur, seseorang semakin bijaksana.” Tetapi, menurut saya, yang benar adalah” Growing older is natural, but growing wiser is a choice.” Buat yang melek keuangan dan cukup bijak, mengenali produk investasi yang menipu relatif mudah. Jika dulu kita cukup belajar dari pengalaman sendiri, kini sebaiknya kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain untuk menjadi bijak.

Jika hanya mengandalkan pengalaman sendiri dengan prinsip pengalaman adalah guru terbaik, kita harus mengalami banyak kesusahan dan pengorbanan seperti rugi dulu atau tidak naik kelas dulu sebelum dapat untung atau naik kelas. Betapa mahalnya harga yang harus dibayarkan untuk itu.

Dalam kasus penipuan dan investasi gadungan, Anda bisa kehilangan dana hasil jerih payah bekerja selama bertahuntahun. Karena itu, belajarlah dari pengalaman orang lain.

Budi Frensidy
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan, www.fund-and-fun.com @BudiFrensidy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6951 seconds (0.1#10.140)