Pertalite Diklaim Mampu Tutupi Kerugian Pertamina
A
A
A
JAKARTA - Staf Khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengatakan, kehadiran BBM jenis pertalite dapat dijadikan peluang untuk menutupi kerugian yang dialami PT Pertamina (Persero).
Pada diperiode Januari-Februari 2015, Pertamina tercatat mengalami kerugian sebesar USD212,3 Juta atau setara dengan Rp2,7 triliun. Pertamina sendiri menyatakan bahwa kerugian tersebut disebabkan anjloknya bisnis di sektor hilir yang mencapai USD368 juta.
"Kehadiran pertalite itu bisa untuk menutupi kerugian Pertamina. Tapi ini kan tidak mengorbankan masyarakat, jadi sah-sah saja. Selama tidak mengorbankan masyarakat," kata Said di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/4/2014).
Dia juga menjelaskan, kehadiran pertalite ini dimaksudkan guna memanfaatkan kelebihan nafta yang diproduksi Pertamina. "Ini memanfaatkan kelebihan nafta, daripada di ekspor lebih baik di maksimalkan saja. Lagipula, ini bakal menjadi varian baru BBM kepada masyarakat," ucapnya.
Pasalnya, jika pertalite diluncurkan, pasti yang menggunakan adalah pengguna pertamax dulu yang RON-nya 92. "Mereka akan berpikir, ada pertalite nih, pakai itu saja, toh RON-nya juga 90-an," ujar Said.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Komite Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menilai, BBM baru pertalite hanya akan sia-sia karena tidak sesuai dengan engine technology. Sementara, engine technology memerlukan nomor oktan minimal RON 91/92.
Menurutnya, wacana pencampuran premium dengan pertamax ini sebenarnya sudah cukup lama bergaung. Dia menjelaskan, seharusnya premium 88 dihapus saja, karena harga BBM RON 95 dengan sulfur content max 50 ppm (BBM kategori 4 menurut WWFC atau untuk kendaraan standard Euro 4) di spot bursa minyak Singapore pada kisaran USD60 sen per liter atau Rp7.500 per liter.
"Jika ditambah alpha untuk Pertamina, PPN 10% dan pajak BBM harga pada Rp9.375 per liter, atau kalau agak murah harga pada kisaran Rp8.000 per liter sekelas pertamax saja diproduksi," katanya belum lama ini.
(Baca: Premium Akan Diganti BBM Jenis Baru Pertalite)
Pada diperiode Januari-Februari 2015, Pertamina tercatat mengalami kerugian sebesar USD212,3 Juta atau setara dengan Rp2,7 triliun. Pertamina sendiri menyatakan bahwa kerugian tersebut disebabkan anjloknya bisnis di sektor hilir yang mencapai USD368 juta.
"Kehadiran pertalite itu bisa untuk menutupi kerugian Pertamina. Tapi ini kan tidak mengorbankan masyarakat, jadi sah-sah saja. Selama tidak mengorbankan masyarakat," kata Said di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/4/2014).
Dia juga menjelaskan, kehadiran pertalite ini dimaksudkan guna memanfaatkan kelebihan nafta yang diproduksi Pertamina. "Ini memanfaatkan kelebihan nafta, daripada di ekspor lebih baik di maksimalkan saja. Lagipula, ini bakal menjadi varian baru BBM kepada masyarakat," ucapnya.
Pasalnya, jika pertalite diluncurkan, pasti yang menggunakan adalah pengguna pertamax dulu yang RON-nya 92. "Mereka akan berpikir, ada pertalite nih, pakai itu saja, toh RON-nya juga 90-an," ujar Said.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Komite Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menilai, BBM baru pertalite hanya akan sia-sia karena tidak sesuai dengan engine technology. Sementara, engine technology memerlukan nomor oktan minimal RON 91/92.
Menurutnya, wacana pencampuran premium dengan pertamax ini sebenarnya sudah cukup lama bergaung. Dia menjelaskan, seharusnya premium 88 dihapus saja, karena harga BBM RON 95 dengan sulfur content max 50 ppm (BBM kategori 4 menurut WWFC atau untuk kendaraan standard Euro 4) di spot bursa minyak Singapore pada kisaran USD60 sen per liter atau Rp7.500 per liter.
"Jika ditambah alpha untuk Pertamina, PPN 10% dan pajak BBM harga pada Rp9.375 per liter, atau kalau agak murah harga pada kisaran Rp8.000 per liter sekelas pertamax saja diproduksi," katanya belum lama ini.
(Baca: Premium Akan Diganti BBM Jenis Baru Pertalite)
(izz)