Industri Kulit Minta Kelonggaran Impor

Selasa, 28 April 2015 - 09:50 WIB
Industri Kulit Minta Kelonggaran Impor
Industri Kulit Minta Kelonggaran Impor
A A A
GARUT - Industri penyamakan kulit berharap, pemerintah mempermudah akses impor kulit sapi dari berbagai negara. Minimnya pasokan bahan baku kulit di Tanah Air menyebabkan tingkat utilitas penyamakan kulit tidak optimal.

Ketua Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) Garut Nadirman mengatakan, industri penyamak kulit dalam negeri saat ini sudah tidak mampu mengimpor bahan baku kulit mentah. Hal ini disebabkan mahalnya harga kulit mentah dari negara yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Kulit impor yang diolah menjadi kulit harganya sangat mahal sehingga tidak kompetitif.

”Pesaing kami dari Thailand, Vietnam, India, China. Mereka bisa impor bahan baku dari seluruh dunia dan hasil produksinya diekspor ke Indonesia. Di Indonesia dibatasi. Sehingga kinerja kami terbatas,” kata Nadirman di sela kunjungan kerja Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin di sentra penyamakan kulit Sukaregang, Garut, Jawa Barat, kemarin. Sebagai informasi, industri penyamak kulit mengalami kelangkaan bahan baku sejak 1998.

Salah satu penyebabnya adalah adanya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 46 Tahun 1997 pada 1 November 1997 tentang Karantina Bahan Baku Kulit. Jumlah industri penyamak kulit di Indonesia berjumlah 67 perusahaan (yang aktif hanya 35 perusahaan) dan lebih dari 100 industri perumahan. Adapun, kapasitas produksinya mencapai 25 juta ekor sapi dan domba atau sekitar 250 juta square fet per tahun. Adapun, pasokan dari dalam negeri sebanyak 2 juta ekor sapi per tahun dan kambing/- domba sebanyak 6,5 juta ekor. Pada kondisi tersebut, utilisasi industri penyamakan kulit sapi dalam negeri baru mencapai 48% dan kambing/domba hanya 35% dari kapasitas produksi.

Sehingga, industri ini masih kekurangan pasokan bahan baku kulit sebesar 64%. Sistem penanganan limbah yang baik juga diperlukan karena selama ini kurang penanganan yang serius. ”Di satu sisi kita dituntut agar industri penyamakan kulit tumbuh, tetapi di satu sisi ada kendala, yaitu sistem penanganan limbah,” imbuh Nadirman. Menperin Saleh Husin mengatakan, memang kalangan asosiasi sudah mengadukan minimnya pasokan bahan baku.

”Mereka juga menyampaikan impor kulit hasil dari hewan yang dikurbankan di Tanah Suci Mekkah. Namun selama ini kalau diimpor tidak bisa langsung, tapi lewat negara perantara sehingga harganya lebih tinggi,” ujarnya. Saleh melanjutkan, untuk meningkatkan pasokan bahan baku kulit dalam negeri, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) agar dapat meningkatkan populasi sapi dan domba dalam negeri.

Selain itu juga koordinasi dengan Kementan dan Kemenko Perekonomian dalam rangka pengecualian importasi bahan baku kulit terutama yang telah mengalami perlakuan penggaraman dan produk setengah jadi (wet blue atau crust ). Adapun, koordinasi dengan Kemenko Bidang Perekonomian dan Kemendag dalam rangka menaikkan harga patokan ekspor (HPE) kulit mentah menjadi 40% dari 25%, sementara kulit setengah jadi menjadi 25% dari sebelumnya 15%.

Kemenperin juga bisa melarang ekspor kulit mentah dan kulit setengah jadi serta berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan agar dapat menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) atas wet blue menjadi 0% seperti produk crust. ”Kementerian Perindustrian mempunyai program agar usaha kelompok bisa meningkat, baik melalui Dirjen BIM (Basis Industri Manufaktur) maupun Dirjen IKM (Industri Kecil dan Menengah) yang memberikan bantuan berupa peralatan agar mutunya bisa meningkat dan produktivitasnya bisa lebih tinggi,” jelas Saleh.

Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin Harjanto menambahkan, kelemahan produk industri penyamak kulit adalah brand -nya tidak dikenal. Oleh karena itu, perlu dibangun brand image . ”Ini kita coba bangun bagaimana brand ini bisa diangkat menjadi national brand. Selain brand, juga desain,” katanya.

Resmikan Pabrik Sepatu

Pada kunjungan kerja di Garut kemarin, Menperin juga meresmikan pabrik sepatu milik PT Changshin Reksa Jaya. ”Dari yang dilakukan Changshin, berarti ada keinginan maju. Dengan mereka mengembangkan pabrik, industri alas kaki ada titik terang untuk meningkat,” ujarnya di sela peresmian pabrik PT Changshin Reksa Jaya di Garut, Jawa Barat, kemarin.

Perusahaan yang memproduksi sepatu merek Nike di Indonesia ini berinvestasi USD60 juta dengan kapasitas produksi sebesar 15 juta pasang per tahun. Kini pabrik ini menyerap tenaga kerja 1.700 orang dan akan menjadi 5.500 orang pada 2016. Sepatu yang diproduksi di pabrik Changshin seluruhnya akan diekspor ke Eropa, Amerika, dan Asia.

Oktiani endarwati
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4066 seconds (0.1#10.140)