KEK Bitung Didorong Jadi Pintu Gerbang Asia-Pasifik
A
A
A
BITUNG - Kawasan ekonomi khusus (KEK) Bitung diharapkan menjadi pintu gerbang dan jalan sutera di Asia-Pasifik.
Pengembangan kawasan industri Bitung sudah difasilitasi Kementerian Perindustrian sejak 2008. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, komitmen kuat pemerintah, Bitung diharapkan segera menjadi kota industri baru sebagai motor penggerak wilayah pusat pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara.
”Tentu saja, kawasan ekonomi khusus maupun kawasan industri Bitung perlu dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Bitung secara konsisten dan berkelanjutan,” ucapnya dalam keterangan tertulisnya kemarin. Saleh melakukan kunjungan kerja ke Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (30/4).
Kunjungan ini bagian dari pengembangan kawasan industri di luar Jawa. Menurut dia, khusus pada tahun anggaran 2015 pemerintah akan menyiapkan lahan kawasan industri secara bertahap dan pembangunan infrastruktur penunjang kawasan industri. ”Untuk kali ini, kami akan meninjau industri perikanan yang menjadi pionir dalam pengembangan kawasan industri perikanan di Bitung,” papar dia.
Wakil Wali Kota Bitung Max J Lomban menuturkan, potensi kemaritiman Bitung mendukung kawasan ekonomi khusus. ”Bitung berada di bibir Pasifik yang menjadi poros alur logistik perdagangan luar negeri dari Papua maupun kawasan timur lainnya,” ucapnya. Dia juga berharap fasilitas infrastruktur terutama listrik segera dipenuhi. Pelaku industri pengolahan hasil laut sangat membutuhkan. ”Yang mereka lakukan adalah membangun pembangkit listrik sendiri. Ini berdampak pada polusi udara karena berbahan bakar batu bara,” ucap Lomban.
Dia berharap keberadaan pembangkit listrik mampu memenuhi kebutuhan industri. Selain itu, Lomban berharap percepatan revisi peraturan dan moratorium terkait penangkapan ikan laut. Menperin pun bakal melakukan koordinasi dengan kementerian lainnya agar industri pengolahan ikan kembali bergairah.
Bitung telah memikat investor asing yaitu Korea Selatan dan China. Nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan masing-masing negara itu telah ditandatangani pada 2013 dan 2015.
Oktiani endarwati
Pengembangan kawasan industri Bitung sudah difasilitasi Kementerian Perindustrian sejak 2008. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, komitmen kuat pemerintah, Bitung diharapkan segera menjadi kota industri baru sebagai motor penggerak wilayah pusat pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara.
”Tentu saja, kawasan ekonomi khusus maupun kawasan industri Bitung perlu dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Bitung secara konsisten dan berkelanjutan,” ucapnya dalam keterangan tertulisnya kemarin. Saleh melakukan kunjungan kerja ke Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (30/4).
Kunjungan ini bagian dari pengembangan kawasan industri di luar Jawa. Menurut dia, khusus pada tahun anggaran 2015 pemerintah akan menyiapkan lahan kawasan industri secara bertahap dan pembangunan infrastruktur penunjang kawasan industri. ”Untuk kali ini, kami akan meninjau industri perikanan yang menjadi pionir dalam pengembangan kawasan industri perikanan di Bitung,” papar dia.
Wakil Wali Kota Bitung Max J Lomban menuturkan, potensi kemaritiman Bitung mendukung kawasan ekonomi khusus. ”Bitung berada di bibir Pasifik yang menjadi poros alur logistik perdagangan luar negeri dari Papua maupun kawasan timur lainnya,” ucapnya. Dia juga berharap fasilitas infrastruktur terutama listrik segera dipenuhi. Pelaku industri pengolahan hasil laut sangat membutuhkan. ”Yang mereka lakukan adalah membangun pembangkit listrik sendiri. Ini berdampak pada polusi udara karena berbahan bakar batu bara,” ucap Lomban.
Dia berharap keberadaan pembangkit listrik mampu memenuhi kebutuhan industri. Selain itu, Lomban berharap percepatan revisi peraturan dan moratorium terkait penangkapan ikan laut. Menperin pun bakal melakukan koordinasi dengan kementerian lainnya agar industri pengolahan ikan kembali bergairah.
Bitung telah memikat investor asing yaitu Korea Selatan dan China. Nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan masing-masing negara itu telah ditandatangani pada 2013 dan 2015.
Oktiani endarwati
(ftr)