Industri Sepatu Terus Tumbuh
A
A
A
JAKARTA - Industri sepatu dalam negeri terus tumbuh seiring peningkatan nilai ekspor dalam enam tahun terakhir. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) optimistis nilai ekspor sepatu Indonesia bisa menyamai negara pengekspor lain.
Ketua Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan, nilai ekspor produk sepatu Indonesia sudah menembus angka USD4,5 miliar, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD3,8 miliar.
”Semua produk, tekstil, kayu, makanan-minuman mengalami kemerosotan, tapi yang naik sepatu. Bagusnya impor turun. Artinya banyak juga perkembangan atau investasi industri pendukung atau bahan baku di Indonesia sehingga secara perbandingan Indonesia sangat baik kalau bisa dikembangkan,” ungkapnya di Jakarta baru-baru ini.
Eddy melanjutkan, secara perbandingan industri sepatu di Indonesia sangat baik untuk dikembangkan mengingat sepatu produk Indonesia telah berhasil masuk ke pasar China yang diketahui menjadi pemasok besar sepatu dunia dengan persentase 53%. ”Di Asia Tenggara, saingan kita hanya Vietnam,” ungkapnya.
Menurut Eddy, dalam lima tahun terakhir banyak investasi masuk ke Indonesia. Meski begitu, masih banyak kendala yang dihadapi seperti banyak unjuk rasa, kenaikan upah minimum regional (UMR) yang tidak bisa diprediksi sehingga investor yang mau masuk menjadi ragu.
Jika itu tidak terjadi, industri sepatu bisa mencapai USD10 miliar. ”Ada 68 perusahaan besar yang masuk, tetapi karena terus terjadi kenaikan UMR yang 38%, banyak investor yang sudah masuk jadi tidak masuk. Jadi yang tadinya merencanakan ekspansi itu akhirnya ditunda,” sebutnya.
Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin Harjanto mengatakan, industri sepatu salah satu industri yang bisa diandalkan. Meski masih kalah dari Vietnam, dengan potensi sumber daya yang ada baik manusia maupun bahan baku, bisa terus didorong ke depan.
Salah satu dukungan pemerintah dalam hal ini melalui restrukturisasi mesinmesin alas kaki. ”Ini satu paket dengan produk tekstil, tapi kita melihat ini sebagai terobosan yang akan kita dorong terus ke depan. Dari sisi perpajakan melakukan harmonisasi, bea masuk atau apa pun yang diperlukan industri ini akan terus dilakukan agar bisa dilakukan,” sebutnya.
Produk kulit dan produk barang jadi kulit selama ini telah memberikan kontribusi positif terhadap PDB nasional sebesar 2,02% serta telah menyerap tenaga kerja sebanyak 5,5% dari total tenaga kerja industri manufaktur. Harjanto menegaskan, industri kulit dan produk kulit didorong menjadi lebih dalam strukturnyakarenaindustri kulit Indonesia mutunya sudah baik, namun belum memiliki brand yang bertaraf internasional.
”Pemerintah saat ini memprogramkan pengembangan produk dalam negeri dengan produk memiliki brand atau merek bertaraf internasional salah satunya mengikutsertakan dalam pameran,” ungkapnya.
Harjanto menambahkan, pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk promosi. Salah satunya melalui pameran Indo Leatherand Footwear 2015.
Oktiani endarwati
Ketua Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan, nilai ekspor produk sepatu Indonesia sudah menembus angka USD4,5 miliar, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD3,8 miliar.
”Semua produk, tekstil, kayu, makanan-minuman mengalami kemerosotan, tapi yang naik sepatu. Bagusnya impor turun. Artinya banyak juga perkembangan atau investasi industri pendukung atau bahan baku di Indonesia sehingga secara perbandingan Indonesia sangat baik kalau bisa dikembangkan,” ungkapnya di Jakarta baru-baru ini.
Eddy melanjutkan, secara perbandingan industri sepatu di Indonesia sangat baik untuk dikembangkan mengingat sepatu produk Indonesia telah berhasil masuk ke pasar China yang diketahui menjadi pemasok besar sepatu dunia dengan persentase 53%. ”Di Asia Tenggara, saingan kita hanya Vietnam,” ungkapnya.
Menurut Eddy, dalam lima tahun terakhir banyak investasi masuk ke Indonesia. Meski begitu, masih banyak kendala yang dihadapi seperti banyak unjuk rasa, kenaikan upah minimum regional (UMR) yang tidak bisa diprediksi sehingga investor yang mau masuk menjadi ragu.
Jika itu tidak terjadi, industri sepatu bisa mencapai USD10 miliar. ”Ada 68 perusahaan besar yang masuk, tetapi karena terus terjadi kenaikan UMR yang 38%, banyak investor yang sudah masuk jadi tidak masuk. Jadi yang tadinya merencanakan ekspansi itu akhirnya ditunda,” sebutnya.
Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin Harjanto mengatakan, industri sepatu salah satu industri yang bisa diandalkan. Meski masih kalah dari Vietnam, dengan potensi sumber daya yang ada baik manusia maupun bahan baku, bisa terus didorong ke depan.
Salah satu dukungan pemerintah dalam hal ini melalui restrukturisasi mesinmesin alas kaki. ”Ini satu paket dengan produk tekstil, tapi kita melihat ini sebagai terobosan yang akan kita dorong terus ke depan. Dari sisi perpajakan melakukan harmonisasi, bea masuk atau apa pun yang diperlukan industri ini akan terus dilakukan agar bisa dilakukan,” sebutnya.
Produk kulit dan produk barang jadi kulit selama ini telah memberikan kontribusi positif terhadap PDB nasional sebesar 2,02% serta telah menyerap tenaga kerja sebanyak 5,5% dari total tenaga kerja industri manufaktur. Harjanto menegaskan, industri kulit dan produk kulit didorong menjadi lebih dalam strukturnyakarenaindustri kulit Indonesia mutunya sudah baik, namun belum memiliki brand yang bertaraf internasional.
”Pemerintah saat ini memprogramkan pengembangan produk dalam negeri dengan produk memiliki brand atau merek bertaraf internasional salah satunya mengikutsertakan dalam pameran,” ungkapnya.
Harjanto menambahkan, pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk promosi. Salah satunya melalui pameran Indo Leatherand Footwear 2015.
Oktiani endarwati
(ftr)