Revisi UU Migas Jangan Jadi Percobaan

Rabu, 06 Mei 2015 - 09:25 WIB
Revisi UU Migas Jangan Jadi Percobaan
Revisi UU Migas Jangan Jadi Percobaan
A A A
SAMARINDA - Sejumlah kalangan menginginkan revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 menjadi momentum perbaikan tata kelola Migas Nasional yang sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Dalam revisi ini sejauh mungkin dihindari upaya melakukan percobaan pengelolaan Migas, sehingga tidak berujung seperti pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konsitusi (MK). Rektor Universitas Mulawarman Masjaya mengatakan, dalam revisi UU Migas tidak perlu ada eksperimen baru. SKK Migas harus dikembalikan ke Pertamina, sehingga untuk mengelola hulu tidak perlu lagi membentuk BUMN baru.

”Dalam revisi UU Migas harus kembali ke Pasal 33 UUD 1945. Kita tolak RUU Migas yang melanggar konstitusi yang sangat ribet dan ruwet,” kata dia saat dialog ilmiah yang diselenggarakan Civitas Akademika Universitas Mulawarman di Gedung Olah Raga 27 September, Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (4/5).

Dia juga berharap ada dukungan masyarakat untuk bersama-sama mendorong terciptanya UU Migas baru yang sesuai Pasal 33 UUD 1945. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Nasdem Kurtubi menambahkan, revisi UU Migas itu sejauh mungkin harus dibebaskan dari eksperimen. Dia menjelaskan, eksperimen yang dimaksud adalah pembentukan BUMN khusus yang dinilai tidak sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

”Dengan UU yang baru tersebut bukan berarti anti asing, apalagi anti investasi, tapi semuanya harus proporsional,” ucapnya. Lebih lanjut dia mengatakan, peran daerah dalam ikut menikmati sumber daya alam di daerahnya perlu diakomodasi dalam revisi UU Migas. Contohnya, Kalimantan Timur yang memiliki banyak sumber energi, tetapi banyak mendapat kendala untuk memenuhi energi daerahnya.

”Ini menyedihkan, di provinsi kaya batu bara masih ada pemadaman listrik,” tegasnya. Keprihatinan yang terlihat jelas di Kaltim adalah listrik yang masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), sehingga sering terjadi pemadaman atau bahkan lampu penerangan jalan Balikpapan-Samarinda yang sangat minim. ”Seharusnya kebutuhan listrik ditopang oleh energi gas yang sumbernya cukup besar di Mahakam.

Atau, pengembangan listrik pembangkit batu bara yang relatif murah,” tegas Kurtubi. Dia menyebut, krisis listrik di Kaltim menunjukkan pengelolaan energi yang dilakukan Pemerintah Indonesia kurang baik. Di wilayah lumbung energi ini rasio elektrifikasi masih di bawah 80%. Artinya, masih ada 20% masyarakat yang belum menikmati listrik.

Dalam kesempatan yang sama, sebagaisalahsatubentukkepedulian di bidang pendidikan, Pertamina mengadakan kegiatan Pertamina Goes to Campus (PGTC) 2015diGelora27September Universitas Mulawarman- Samarinda dengan mengangkat tema ‘Energi untuk Negeri’.

Manager External Communication PT Pertamina Jekson Simanjuntak mengatakan, PGTC mengajak mahasiswa dan pihak akademisi untuk ikut menyumbangkan pemikiran dalambidangenergi untukmemperkuat pemahaman demi terciptanya energi yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Kunthi fahmar sandy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6343 seconds (0.1#10.140)