Pemerintah Bantu Kejar Royalti Film

Kamis, 07 Mei 2015 - 09:31 WIB
Pemerintah Bantu Kejar...
Pemerintah Bantu Kejar Royalti Film
A A A
JAKARTA - Pemerintah akan memfasilitasi pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Film yang bertugas memantau dan memungut royalti film.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Ahmad M Ramli mengatakan, saat ini Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sudah terbentuk dan akan diluncurkan hari ini. Namun, sementara ini fokusnya lebih kepada royalti di industri musik atau lagu. ”Sedangkan, LMK Film nantinya lebih banyak memungut (royalti) dari penyedia konten (content provider) seperti halnya Youtube.

Pelanggaran yang terjadi terhadap karya film itu kan tidak selalu dalam bentuk tayangan film utuh, memotong-motong (film) juga harus bayar,” ujarnya kepada KORAN SINDO di selasela forum diskusi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Jakarta kemarin. Menurut Ramli, LMK ataupun LMKN merupakan lembaga independen yang dibentuk dan dikelola oleh kalangan pelaku usaha terkait.

Pengurus LMKN yang dilantik pada Januari 2015 silam, misalnya, diisi oleh sejumlah musisi senior di antaranya Rhoma Irama, James Freddy Sundah, Adi Adrian, dan Ebiet G Ade. Keberadaan lembaga ini diharapkan mampu memperbaiki distribusi royalti lagu dan musik hingga pemilik hak cipta. ”Untuk film, ini keinginan kami, sama seperti di musik. Artinya kalau pelaku perfilman perlu bantuan, kita akan fasilitasi,” tandasnya.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, industri film Indonesia sangat potensial dan punya pasar yang besar, mengingat 67% populasi merupakan usia produktif. Namun, banyak hal harus dibenahi untuk menciptakan ekosistem perfilman yang baik. ”Beberapa hal yang mendesak adalah masalah pelanggaran HKI, pembajakan baik fisik maupun nonfisik.

Semua itu membuat film Indonesia yang sedang tumbuh positif menjadi terhambat. Kita bahkan makin tertinggal dari negara lain,” tuturnya. HKI menjadi prioritas yang diperjuangkan oleh Badan Ekonomi Kreatif, termasuk cara melindungi dan memonetisasi properti intelektual. Menurut Triawan, produk hukum dan undang-undang sudah bagus, terutama UU HKI No 28 Tahun 2014.

”Tinggal bagaimana pelaksanaan dan penegakan hukumnya. Pemerintah dan penegak hukum harus punya keberpihakan kepada industri film, jangan membiarkan film dibajak demikian rupa. Bukan saja pembajakan fisik, pembajakan online juga paling parah,” tukasnya. Senada, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan pentingnya penegakan hukum untuk pelaku pelanggaran.

Terkait maraknya pembajakan, diperlukan penelitian dan intelijen untuk membongkar sindikat atau dalangnya. ”Pasti ada bandarnya. Penegak hukum harus mencari siapa ini, yang pasti bukan yang jual itu,” ujarnya. Menurut JK, maraknya pembajakan tak dimungkiri karena teknologi yang makin memudahkan.

Oleh karena itu, solusi berbasis teknologi juga harus diperkuat, misalnya pemblokiran terhadap situs-situs tertentu yang jelas-jelas melakukan pembajakan atau pelanggaran hak cipta. Di sisi lain, rendahnya kesadaran masyarakat untuk membeli karya asli seperti DVD film orisinal, ada kaitannya juga dengan pendapatan masyarakat yang rendah.

”Pendapatan rendah, sehingga orang ingin beli murah (DVD bajakan). Kendalanya lagi di kita, ini tidak ada bioskop murah. Ini yang seharusnya didorong sehingga lebih banyak orang yang bisa menjangkau dan menonton film di bioskop,” pungkasnya.

Inda susanti
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4746 seconds (0.1#10.140)