BI Butuh Waktu Satukan Pemahaman Lindung Nilai
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengaku masih membutuhkan waktu untuk sosialisasi dan menyatukan pemahaman terkait upaya lindung nilai (hedging) untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, lindung nilai merupakan konsep yang relatif baru bagi Indonesia. Sejak krisis ekonomi 1998, risiko ambruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) membawa kondisi yang sangat fatal bagi perusahaan di Indonesia.
"Karena itu, kita memperkenalkan ini (hedging). Tetapi tidak bisa hanya memperkenalkan antara regulator dengan pelaku ekonomi kita harus meyakinkan biar regulator penegak hukum dan auditor semuanya mempunyai kesepahaman. Sehingga transaksi lindung nilai bisa dijalankan dengan akuntabel dengan konsekuen dan konsisten," ucapnya di gedung BI, Jakarta, Kamis (7/5/2015).
Menurutnya, upaya tersebut membutuhkan beberapa kali sosialisasi agar seluruh pihak yang berkepentingan paham dan bisa melaksanakan upaya lindung nilai ini dengan baik. Agar nantinya tidak ada moral hazard atau niat tak taat asas yang dilakukan.
"Artinya, kalau ada upaya untuk lindung nilai itu bisa kemudian dilakukan dengan tidak menerapkan manajemn risiko yang baik, dan akhirnya kemudian menjadi satu transaksi lindung nilai yang sifatnya spekulatif dan itu bisa menjadikan sesuatu biaya yang tidak perlu terjadi," imbuh dia.
"Jadi, hal ini mesti kita sosialisasikan dan yang utama adanya kesepahaman antara pelaku, regulator, auditor dan penegak hukum," pungkas Agus.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, lindung nilai merupakan konsep yang relatif baru bagi Indonesia. Sejak krisis ekonomi 1998, risiko ambruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) membawa kondisi yang sangat fatal bagi perusahaan di Indonesia.
"Karena itu, kita memperkenalkan ini (hedging). Tetapi tidak bisa hanya memperkenalkan antara regulator dengan pelaku ekonomi kita harus meyakinkan biar regulator penegak hukum dan auditor semuanya mempunyai kesepahaman. Sehingga transaksi lindung nilai bisa dijalankan dengan akuntabel dengan konsekuen dan konsisten," ucapnya di gedung BI, Jakarta, Kamis (7/5/2015).
Menurutnya, upaya tersebut membutuhkan beberapa kali sosialisasi agar seluruh pihak yang berkepentingan paham dan bisa melaksanakan upaya lindung nilai ini dengan baik. Agar nantinya tidak ada moral hazard atau niat tak taat asas yang dilakukan.
"Artinya, kalau ada upaya untuk lindung nilai itu bisa kemudian dilakukan dengan tidak menerapkan manajemn risiko yang baik, dan akhirnya kemudian menjadi satu transaksi lindung nilai yang sifatnya spekulatif dan itu bisa menjadikan sesuatu biaya yang tidak perlu terjadi," imbuh dia.
"Jadi, hal ini mesti kita sosialisasikan dan yang utama adanya kesepahaman antara pelaku, regulator, auditor dan penegak hukum," pungkas Agus.
(izz)