Produk Kulit Harus Perkuat Branding
A
A
A
JAKARTA - Mutu produk kulit dalam negeri saat ini sudah cukup baik dan telah dipasarkan ke berbagai negara tujuan ekspor.
Meski demikian, produk kulit dalam negeri masih perlu didorong untuk memperkuat branding sehingga lebih dikenal di mancanegara karena saat ini hasil produksi dalam negeri umumnya digunakan pengusaha luar negeri yang memiliki branding.
Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian menaruh perhatian yang sangat besar agar mutu dan kualitas produk kulit dan produk barang jadi kulit dapat ditingkatkan dan memiliki konsistensi. Pemerintah juga akan membantu agar produk dalam negeri memiliki branding. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, untuk mewujudkan hal tersebut harus ada sinergi program yang intensif antara dunia usaha, pemerintah dan para penggiat event organizer.
”Tujuan dari program ini agar produk dalam negeri dapat berdaya saing di pasar global sehingga perdagangan bebas dunia atau free trade agreement (FTA) bukanlah suatu hambatan dalam pemasaran produk dalam negeri, melainkan menjadi salah satu sarana memperluas akses pasar,” jelasnya pada pembukaan Pameran Indo Leather & Footwear 2015 di Jakarta pekan ini.
Selain dapat meningkatkan perdagangan dalam bidang industri kulit serta alas kaki, pameran ini diharapkan mampu meningkatkan pasar ekspor melalui kerja sama dengan negara-negara produsen dan perdagangan utama sepatu dan kulit serta asosiasi persepatuan dunia, seperti Asia Pacific Shoes Industry, Taiwan Technology Machinery and Hardware, dan Italia Trade Commission.
Pameran ini diikuti 150 perusahaan berbagai negara, seperti Indonesia, China, India, Italia, Jerman, dan Jepang. Selain itu, dari Malaysia, Taiwan, Turki, Spanyol, serta Singapura. Para peserta memamerkan beragam teknologi mesin laser terkini yang digunakan di industri kulit, mesin, peralatan, bahan kulit hingga produk jadi seperti tas, jaket, sepatu, Kontribusi pertumbuhan industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki cukup signifikan sekitar 0,27% dari total industri nonmigas sebesar 17,87% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2014.
Industri alas kaki nasional saat ini berjumlah 394 perusahaan dengan investasi mencapai Rp11,3 triliun pada 2014 dan menyerap tenaga kerja sekitar 643.000 orang. Ekspor industri alas kaki terus meningkat, di mana pada 2014 nilai ekspor produksi alas kaki nasional mencapai USD4,11 miliar atau naik 6,44% dari tahun sebelumnya sebesar USD3,86 miliar.
Tujuan ekspor utama produk alas kaki Indonesia adalah Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris, dan Jepang. Industri alas kaki merupakan salah satu sektor yang terus meningkat nilai perdagangannya dengan rata-rata nilai surplus dalam lima tahun terakhir mencapai USD2,84 miliar. Pada akhir 2014, surplus perdagangan produk alas kaki mencapai USD3,7 miliar. Namun, pemenuhan pangsa pasar dunia industri alas kaki Indonesia baru mencapai 3%.
Untuk itu perlu ditingkatkan agar industri alas kaki sebagai penghasil devisa negara dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, untuk industri penyamak kulit saat ini berjumlah 67 perusahaan, dengan kapasitas terpasang industri penyamak kulit sebesar 250 juta square feet dengan tingkat utilisasi 48% dan tenaga kerja yang diserap 7.230 orang. Kedua industri tersebut merupakan potensi besar bukan saja secara nasional, melainkan secara internasional dan diharapkan dapat memainkan peran penting dalam peningkatan kinerja perdagangan nasional yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Saleh menambahkan, salah satu yang menjadi kendala untuk industri padat karya ini adalah upah buruh yang selalu naik. Menurutnya, setiap tahun memang harus ada kenaikan upah. ”Kita harus berpikir agar kenaikan upah ini ada kepastian, baik dari pihak pengusaha maupun dari pekerja. Tentu kita berkoordinasi dengan pemerintah dan asosiasi terkait untuk mencari keputusan yang paling utama. Nanti formulanya seperti apa, itu yang kita pecahkan bersama,” tegasnya.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia Eddy Widjanarko mengatakan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ekspor sepatu nasional terus meningkat. Selain itu, selama lima tahun terakhir industri padat karya ini tidak pernah ada unjuk rasa terkait kenaikan upah. Oleh karena itu, perlu dukungan dari pemerintah serta pekerja industri agar industri sepatu nasional bisa terus berkembang. ”Jika tidak ada hambatan seperti itu, industri sepatu tanah air bisa mencapai USD10 miliar,” katanya.
Oktiani endarwati
Meski demikian, produk kulit dalam negeri masih perlu didorong untuk memperkuat branding sehingga lebih dikenal di mancanegara karena saat ini hasil produksi dalam negeri umumnya digunakan pengusaha luar negeri yang memiliki branding.
Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian menaruh perhatian yang sangat besar agar mutu dan kualitas produk kulit dan produk barang jadi kulit dapat ditingkatkan dan memiliki konsistensi. Pemerintah juga akan membantu agar produk dalam negeri memiliki branding. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, untuk mewujudkan hal tersebut harus ada sinergi program yang intensif antara dunia usaha, pemerintah dan para penggiat event organizer.
”Tujuan dari program ini agar produk dalam negeri dapat berdaya saing di pasar global sehingga perdagangan bebas dunia atau free trade agreement (FTA) bukanlah suatu hambatan dalam pemasaran produk dalam negeri, melainkan menjadi salah satu sarana memperluas akses pasar,” jelasnya pada pembukaan Pameran Indo Leather & Footwear 2015 di Jakarta pekan ini.
Selain dapat meningkatkan perdagangan dalam bidang industri kulit serta alas kaki, pameran ini diharapkan mampu meningkatkan pasar ekspor melalui kerja sama dengan negara-negara produsen dan perdagangan utama sepatu dan kulit serta asosiasi persepatuan dunia, seperti Asia Pacific Shoes Industry, Taiwan Technology Machinery and Hardware, dan Italia Trade Commission.
Pameran ini diikuti 150 perusahaan berbagai negara, seperti Indonesia, China, India, Italia, Jerman, dan Jepang. Selain itu, dari Malaysia, Taiwan, Turki, Spanyol, serta Singapura. Para peserta memamerkan beragam teknologi mesin laser terkini yang digunakan di industri kulit, mesin, peralatan, bahan kulit hingga produk jadi seperti tas, jaket, sepatu, Kontribusi pertumbuhan industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki cukup signifikan sekitar 0,27% dari total industri nonmigas sebesar 17,87% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2014.
Industri alas kaki nasional saat ini berjumlah 394 perusahaan dengan investasi mencapai Rp11,3 triliun pada 2014 dan menyerap tenaga kerja sekitar 643.000 orang. Ekspor industri alas kaki terus meningkat, di mana pada 2014 nilai ekspor produksi alas kaki nasional mencapai USD4,11 miliar atau naik 6,44% dari tahun sebelumnya sebesar USD3,86 miliar.
Tujuan ekspor utama produk alas kaki Indonesia adalah Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris, dan Jepang. Industri alas kaki merupakan salah satu sektor yang terus meningkat nilai perdagangannya dengan rata-rata nilai surplus dalam lima tahun terakhir mencapai USD2,84 miliar. Pada akhir 2014, surplus perdagangan produk alas kaki mencapai USD3,7 miliar. Namun, pemenuhan pangsa pasar dunia industri alas kaki Indonesia baru mencapai 3%.
Untuk itu perlu ditingkatkan agar industri alas kaki sebagai penghasil devisa negara dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, untuk industri penyamak kulit saat ini berjumlah 67 perusahaan, dengan kapasitas terpasang industri penyamak kulit sebesar 250 juta square feet dengan tingkat utilisasi 48% dan tenaga kerja yang diserap 7.230 orang. Kedua industri tersebut merupakan potensi besar bukan saja secara nasional, melainkan secara internasional dan diharapkan dapat memainkan peran penting dalam peningkatan kinerja perdagangan nasional yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Saleh menambahkan, salah satu yang menjadi kendala untuk industri padat karya ini adalah upah buruh yang selalu naik. Menurutnya, setiap tahun memang harus ada kenaikan upah. ”Kita harus berpikir agar kenaikan upah ini ada kepastian, baik dari pihak pengusaha maupun dari pekerja. Tentu kita berkoordinasi dengan pemerintah dan asosiasi terkait untuk mencari keputusan yang paling utama. Nanti formulanya seperti apa, itu yang kita pecahkan bersama,” tegasnya.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia Eddy Widjanarko mengatakan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ekspor sepatu nasional terus meningkat. Selain itu, selama lima tahun terakhir industri padat karya ini tidak pernah ada unjuk rasa terkait kenaikan upah. Oleh karena itu, perlu dukungan dari pemerintah serta pekerja industri agar industri sepatu nasional bisa terus berkembang. ”Jika tidak ada hambatan seperti itu, industri sepatu tanah air bisa mencapai USD10 miliar,” katanya.
Oktiani endarwati
(ars)