Tidak Mendesak, Pekerja Industri Tembakau Tolak Revisi PP 109/2012
Jum'at, 20 Januari 2023 - 18:45 WIB
JAKARTA - Para pekerja industri tembakau menyatakan penolakan mereka terhadap rencana pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS berpendapat bahwa revisi PP 109/2012 menempatkan buruh rokok sebagai korban kebijakan. Langkah pemerintah dinilai tidak akomodatif terhadap kelompok industri tembakau. "Orang-orang kecil menjadi termarjinalkan dalam regulasi ini," kata Sudarto dalam keterangan resminya, Jumat (20/1/2023).
Sudarto memandang perubahan aturan yang nantinya bakal melarang penjualan rokok ketengan ini justru akan merugikan penghidupan dan penghasilan baik pekerja hingga pedagang rokok. Menurutnya, pemerintah perlu lebih mendorong mitigasi dampak terhadap petani atau pekerja tembakau, daripada merevisi aturan.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono menambahkan bahwa alasan yang dipilih pemerintah dalam mendorong revisi tidak konsisten dan tidak berdasarkan pada hasil evaluasi. "Evaluasi saja belum sudah berbicara tentang revisi. Hadirnya PP itu sudah mengurangi jumlah produksi rokok, jumlah prevalensi perokok anak juga turun," kata Hananto.
Ia menilai terdapat upaya diskriminatif dari sejumlah pihak yang secara perlahan mematikan ekosistem tembakau. Jika revisi ini diteken, maka dinilai akan mengancam penghidupan 2 juta petani tembakau, 2 juta peritel, 1,5 petani cengkeh, 600 ribu karyawan, dan negara sendiri. "Pemerintah memperlakukan rokok sebagai produk legal, tetapi perlakuannya ilegal," tandasnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS berpendapat bahwa revisi PP 109/2012 menempatkan buruh rokok sebagai korban kebijakan. Langkah pemerintah dinilai tidak akomodatif terhadap kelompok industri tembakau. "Orang-orang kecil menjadi termarjinalkan dalam regulasi ini," kata Sudarto dalam keterangan resminya, Jumat (20/1/2023).
Sudarto memandang perubahan aturan yang nantinya bakal melarang penjualan rokok ketengan ini justru akan merugikan penghidupan dan penghasilan baik pekerja hingga pedagang rokok. Menurutnya, pemerintah perlu lebih mendorong mitigasi dampak terhadap petani atau pekerja tembakau, daripada merevisi aturan.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono menambahkan bahwa alasan yang dipilih pemerintah dalam mendorong revisi tidak konsisten dan tidak berdasarkan pada hasil evaluasi. "Evaluasi saja belum sudah berbicara tentang revisi. Hadirnya PP itu sudah mengurangi jumlah produksi rokok, jumlah prevalensi perokok anak juga turun," kata Hananto.
Ia menilai terdapat upaya diskriminatif dari sejumlah pihak yang secara perlahan mematikan ekosistem tembakau. Jika revisi ini diteken, maka dinilai akan mengancam penghidupan 2 juta petani tembakau, 2 juta peritel, 1,5 petani cengkeh, 600 ribu karyawan, dan negara sendiri. "Pemerintah memperlakukan rokok sebagai produk legal, tetapi perlakuannya ilegal," tandasnya.
(nng)
tulis komentar anda