Meneropong Kekhawatiran dan Cara Para Pemimpin Perusahaan Menghadapi Tantangan Tahun Ini
Sabtu, 24 Juni 2023 - 16:45 WIB
Hasil tersebut berbenturan dengan ekspektasi karyawan, di mana 7 dari 10 karyawan di Asia berpendapat bahwa keuntungan dapat bekerja jarak jauh atau hybrid menjadi aspek penting bagi mereka saat menerima tawaran kerja (2022).
Sehubungan dengan adanya inflasi ekonomi, 50% perusahaan di Indonesia dibandingkan 26% perusahaan lain di Asia dan global, mengaku memanfaatkan bonus untuk meningkatkan total paket kompensasi karyawan. Perusahaan-perusahaan tersebut enggan memperbesar gaji pokok mereka demi menghindari komitmen jangka panjang.
Sementara itu dalam aspek memberikan pendapatan sebagai penyesuaian biaya hidup atau kenaikan upah, perusahaan-perusahaan Indonesia (24%) sedikit lebih baik dibanding rata-rata perusahaan lain di Asia (22%), namun masih berada di bawah rata-rata global (29%). Hal ini diyakini merupakan cara yang lebih berkelanjutan dalam mengelola kompensasi bagi organisasi.
Pemberian Kesejahteraan Secara Total: Memprioritaskan Kesejahteraan Karyawan Secara Keseluruhan
Kesejahteraan karyawan turut menjadi hal krusial supaya dapat menarik dan mempertahankan karyawan, selain memberikan gaji yang adil. Kesejahteraan tersebut meliputi kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan finansial.
Para pengusaha di Indonesia (45%) diketahui memberlakukan karyawannya jauh lebih baik dibanding perusahaan lain di Asia (39%) terkait pertimbangan beban kerja dengan kesejahteraan bagi karyawannya, misalnya memperkenalkan sistem hari-tanpa-rapat kepada para karyawan, jadi tidak setiap hari karyawan harus mengadakan rapat.
Namun perusahaan di Indonesia tertinggal dari Asia dalam hal lain seperti menjadikan isu kesehatan mental bukanlah aib atau memalukan dan mendorong perawatan diri (36% vs 40%) serta menyediakan layanan kesehatan mental virtual saat diperlukan (14% vs 26%). Hanya 28% perusahaan di Indonesia (38% di Asia) yang telah meningkatkan aksesibilitas program bantuan karyawan hingga ke para pekerja garis depan (frontliners).
Mengedepankan Energi Kolektif: Atasi Kelelahan Karyawan Demi Mendorong Transformasi
Studi GTT tahun lalu menemukan, 8 dari 10 karyawan beresiko mengalami burnout. Sehingga, tahun ini, 96% perusahaan di Indonesia (versus rata-rata 90% di Asia) mengambil langkah menciptakan lingkungan kerja yang mementingkan pribadi tiap individu.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan membangun budaya kerja yang mengajak karyawannya untuk menjadi diri sendiri (62%), berinvestasi dalam berbagai pelatihan supaya dapat berkolaborasi secara efektif (51%), dan menata ulang pekerjaan serta proses kerja yang mempertimbangkan kesejahteraan karyawan (49%), dan masih banyak lagi.
Sehubungan dengan adanya inflasi ekonomi, 50% perusahaan di Indonesia dibandingkan 26% perusahaan lain di Asia dan global, mengaku memanfaatkan bonus untuk meningkatkan total paket kompensasi karyawan. Perusahaan-perusahaan tersebut enggan memperbesar gaji pokok mereka demi menghindari komitmen jangka panjang.
Sementara itu dalam aspek memberikan pendapatan sebagai penyesuaian biaya hidup atau kenaikan upah, perusahaan-perusahaan Indonesia (24%) sedikit lebih baik dibanding rata-rata perusahaan lain di Asia (22%), namun masih berada di bawah rata-rata global (29%). Hal ini diyakini merupakan cara yang lebih berkelanjutan dalam mengelola kompensasi bagi organisasi.
Pemberian Kesejahteraan Secara Total: Memprioritaskan Kesejahteraan Karyawan Secara Keseluruhan
Kesejahteraan karyawan turut menjadi hal krusial supaya dapat menarik dan mempertahankan karyawan, selain memberikan gaji yang adil. Kesejahteraan tersebut meliputi kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan finansial.
Para pengusaha di Indonesia (45%) diketahui memberlakukan karyawannya jauh lebih baik dibanding perusahaan lain di Asia (39%) terkait pertimbangan beban kerja dengan kesejahteraan bagi karyawannya, misalnya memperkenalkan sistem hari-tanpa-rapat kepada para karyawan, jadi tidak setiap hari karyawan harus mengadakan rapat.
Namun perusahaan di Indonesia tertinggal dari Asia dalam hal lain seperti menjadikan isu kesehatan mental bukanlah aib atau memalukan dan mendorong perawatan diri (36% vs 40%) serta menyediakan layanan kesehatan mental virtual saat diperlukan (14% vs 26%). Hanya 28% perusahaan di Indonesia (38% di Asia) yang telah meningkatkan aksesibilitas program bantuan karyawan hingga ke para pekerja garis depan (frontliners).
Mengedepankan Energi Kolektif: Atasi Kelelahan Karyawan Demi Mendorong Transformasi
Studi GTT tahun lalu menemukan, 8 dari 10 karyawan beresiko mengalami burnout. Sehingga, tahun ini, 96% perusahaan di Indonesia (versus rata-rata 90% di Asia) mengambil langkah menciptakan lingkungan kerja yang mementingkan pribadi tiap individu.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan membangun budaya kerja yang mengajak karyawannya untuk menjadi diri sendiri (62%), berinvestasi dalam berbagai pelatihan supaya dapat berkolaborasi secara efektif (51%), dan menata ulang pekerjaan serta proses kerja yang mempertimbangkan kesejahteraan karyawan (49%), dan masih banyak lagi.
tulis komentar anda