Terlilit Utang China, Negara Kaya Tembaga di Afrika Ini Bisa Sedikit Bernapas
Kamis, 29 Juni 2023 - 09:29 WIB
LUSAKA - Presiden Zambia , Hakainde Hichilema akhirnya bisa bernapas lega karena secara garis besar telah mencapai kesepakatan soal utang , yang bertujuan mengangkat negaranya keluar dari krisis utang. Pada tahun 2020, negara kaya tembaga itu menjadi negara Afrika pertama yang gagal membayar utangnya selama pandemi Covid.
Zambia telah terbebani oleh pinjaman dan suku bunga tinggi hingga membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam program sosial yang penting dan pembangunan infrastruktur, dimana keduanya penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Setelah berbulan-bulan melakukan pembicaraan, Zambia kini berhasil mencapai kesepakatan pembayaran baru dengan beberapa kreditor negaranya yang nilai utangnya mencapai USD6,3 miliar atau setara Rp92,8 triliun (Kurs Rp14.736 per USD). Termasuk di dalamnya ada utang ke China sebesar USD4 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp58,9 triliun.
Frustasi sempat mendera Zambia menyusul negosiasi yang lambat, dimana beberapa menyalahkan China atas penundaan itu namun dibantah Beijing.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron diketahui memainkan peran penting dalam membujuk China untuk mencapai kata sepakat. Bahkan persetujuan pembayaran utang ini dipuji sebagai momen bersejarah di Zambia. Diperkirakan hal itu bisa membuka jalan bagi negara-negara lain yang terlilit utang untuk mengikutinya.
"Tapi kerja keras belum berakhir," kata Hichilema di Twitter. Ia mengakui bahwa utang lebih dari USD6 miliar, harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman yang masih perlu ditangani.
Upaya ini sebagian didasarkan oleh janjinya saat pemilihan di tahun 2021 lalu, dimana Ia mengutarakan, bakal mengatasi krisis keuangan negara Zambia yang diwarisakan dua pendahulunya Michael Sata dan Edgar Lungu. Dimana keduanya telah mengizinkan Zambia mengambil pinjaman signifikan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Meskipun sebagian dari uang itu diinvestasikan, namun diperkirakan banyak yang hilang karena praktik korupsi.
Zambia telah terbebani oleh pinjaman dan suku bunga tinggi hingga membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam program sosial yang penting dan pembangunan infrastruktur, dimana keduanya penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Setelah berbulan-bulan melakukan pembicaraan, Zambia kini berhasil mencapai kesepakatan pembayaran baru dengan beberapa kreditor negaranya yang nilai utangnya mencapai USD6,3 miliar atau setara Rp92,8 triliun (Kurs Rp14.736 per USD). Termasuk di dalamnya ada utang ke China sebesar USD4 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp58,9 triliun.
Frustasi sempat mendera Zambia menyusul negosiasi yang lambat, dimana beberapa menyalahkan China atas penundaan itu namun dibantah Beijing.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron diketahui memainkan peran penting dalam membujuk China untuk mencapai kata sepakat. Bahkan persetujuan pembayaran utang ini dipuji sebagai momen bersejarah di Zambia. Diperkirakan hal itu bisa membuka jalan bagi negara-negara lain yang terlilit utang untuk mengikutinya.
"Tapi kerja keras belum berakhir," kata Hichilema di Twitter. Ia mengakui bahwa utang lebih dari USD6 miliar, harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman yang masih perlu ditangani.
Upaya ini sebagian didasarkan oleh janjinya saat pemilihan di tahun 2021 lalu, dimana Ia mengutarakan, bakal mengatasi krisis keuangan negara Zambia yang diwarisakan dua pendahulunya Michael Sata dan Edgar Lungu. Dimana keduanya telah mengizinkan Zambia mengambil pinjaman signifikan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Meskipun sebagian dari uang itu diinvestasikan, namun diperkirakan banyak yang hilang karena praktik korupsi.
tulis komentar anda