Revisi Permen PLTS Atap Dinilai Harus Diuji Sebelum Diputuskan
Sabtu, 09 September 2023 - 08:13 WIB
JAKARTA - PLTS Atap merupakan salah satu program yang didorong oleh pemerintah untuk mengisi gap pencapaian target bauran energi terbarukan . Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi dalam diskusi bertajuk “Perubahan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, Mampukah Mendorong Capaian Energi Baru Terbarukan di Indonesia?”.
Karenanya pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan PLTS Atap, salah satunya adalah Permen No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang saat ini sedang menunggu pengesahan. Sayangnya revisi Permen ini dipandang sebagai langkah mundur yang bisa mematikan minat pelanggan, baik rumah tangga, sosial dan Industri.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan dan Regulasi, Teknologi, dan Pengembangan Industri Surya, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Bambang Sumaryo mengungkapkan, pada dasarnya adanya revisi Permen ini akan membunuh minat masyarakat untuk memasang PLTS Atap on-grid atau yang tersambung ke grid PLN.
“Tetapi, apa yang akan masyarakat lakukan? Karena bisa dikatakan masyarakat itu pada umumnya sangat picky (sangat memilih), begitu dia melihat suatu kemungkinan itu ditutup, dia akan mencari peluang atau open opportunity yang lain, dan open opportunity yang lain itu adalah off-grid. Artinya apa? Revisi ini akan mendorong masyarakat untuk menjauh atau untuk berpisah dari grid yang istilah akademisnya grid defection, dan ini bahaya”, jelas Sumaryo.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa kalau masyarakat sudah terlanjur grid defected, atau meninggalkan grid, maka akan sangat sulit untuk menarik kembali ke grid. Akan diperlukan effort yang sangat luar biasa untuk menarik kembali menjadi pelanggan PLN.
Pembicara lain yakni Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim mengatakan, apabila dibandingkan dengan Permen sebelumnya dan juga menurut beberapa pelaku usaha dengan tidak adanya ekspor dihitung walaupun kapasitas bebas daya tariknya akan turun.
“Nah kalau sebanyak yang bisa tanpa ekspor tentu hal ini tidak akan menggenjot, padahal kalau kita mau meningkatkan bauran energi terbarukan, yang paling bisa diandalkan dengan cepat dan dengan luas itu adalah PLTS. Jadi peraturan ini sebenarnya harus diuji dulu secara simulasi, apakah dengan peraturan ini serta-merta investasi di bidang PLTS baik oleh industri baik bukan industri itu akan menarik," ujar mantan Direktur Distribusi dan Transmisi PLN ini.
Karenanya pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan PLTS Atap, salah satunya adalah Permen No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang saat ini sedang menunggu pengesahan. Sayangnya revisi Permen ini dipandang sebagai langkah mundur yang bisa mematikan minat pelanggan, baik rumah tangga, sosial dan Industri.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan dan Regulasi, Teknologi, dan Pengembangan Industri Surya, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Bambang Sumaryo mengungkapkan, pada dasarnya adanya revisi Permen ini akan membunuh minat masyarakat untuk memasang PLTS Atap on-grid atau yang tersambung ke grid PLN.
“Tetapi, apa yang akan masyarakat lakukan? Karena bisa dikatakan masyarakat itu pada umumnya sangat picky (sangat memilih), begitu dia melihat suatu kemungkinan itu ditutup, dia akan mencari peluang atau open opportunity yang lain, dan open opportunity yang lain itu adalah off-grid. Artinya apa? Revisi ini akan mendorong masyarakat untuk menjauh atau untuk berpisah dari grid yang istilah akademisnya grid defection, dan ini bahaya”, jelas Sumaryo.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa kalau masyarakat sudah terlanjur grid defected, atau meninggalkan grid, maka akan sangat sulit untuk menarik kembali ke grid. Akan diperlukan effort yang sangat luar biasa untuk menarik kembali menjadi pelanggan PLN.
Pembicara lain yakni Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim mengatakan, apabila dibandingkan dengan Permen sebelumnya dan juga menurut beberapa pelaku usaha dengan tidak adanya ekspor dihitung walaupun kapasitas bebas daya tariknya akan turun.
“Nah kalau sebanyak yang bisa tanpa ekspor tentu hal ini tidak akan menggenjot, padahal kalau kita mau meningkatkan bauran energi terbarukan, yang paling bisa diandalkan dengan cepat dan dengan luas itu adalah PLTS. Jadi peraturan ini sebenarnya harus diuji dulu secara simulasi, apakah dengan peraturan ini serta-merta investasi di bidang PLTS baik oleh industri baik bukan industri itu akan menarik," ujar mantan Direktur Distribusi dan Transmisi PLN ini.
tulis komentar anda