Marak Predatory Pricing, TikTok Shop Nyaris Bikin Bangkrut Pabrik Tekstil di Jabar
Senin, 25 September 2023 - 08:35 WIB
JAKARTA - Sejumlah pabrik tekstil di Jawa Barat (Jabar) nyaris bangkrut akibat maraknya praktik predatory pricing TikTok Shop atau social commerce.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan praktik predatory pricing tersebut secara nyata mulai dirasakan khususnya oleh para pelaku usaha tekstil yang mengalami turunnya permintaan sehingga menekan omzet bahkan lebih lanjut berdampak pada penurunan produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja UMKM.
"Ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya permintaan terhadap pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis," ucap Menteri Teten dalam keterangan resminya usai melakukan kunjungan ke beberapa pabrik tekstil di Majalaya, Bandung, dikutip Senin (25/9/2023).
Menteri Teten menyebut produk mereka kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi soal harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.
"Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform online, memukul pedagang offline dan dari sektor produksi konveksi juga industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," kata MenKopUKM.
Menurut Teten, hal itu terjadi juga karena didorong adanya aturan safe guard yang tidak berjalan dengan semestinya. Sebab itu, pemerintah berupaya untuk membenahi dan berkoordinasi dengan Mensesneg untuk langkah ke depan.
"Sebab sekali lagi, kewenangan ini ada di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan. Presiden Jokowi pun sudah mengatakan secepatnya ada undang-undang yang mengatur," ujarnya.
"Presiden sudah menyampaikan akan meninjau kembali perdagangan online, yang dalam waktu dekat akan dibahas. Itu termasuk yang sudah kita usulkan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 kan sudah selesai tinggal ditetapkan saja," tandas Teten.
Tak hanya itu, Teten juga mendesak perlunya HPP khusus di produk tekstil. Sebab, di China sendiri menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP. "Kalau kita terapkan itu, bisa melindungi industri dalam negeri," ungkap Teten.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan praktik predatory pricing tersebut secara nyata mulai dirasakan khususnya oleh para pelaku usaha tekstil yang mengalami turunnya permintaan sehingga menekan omzet bahkan lebih lanjut berdampak pada penurunan produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja UMKM.
"Ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya permintaan terhadap pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis," ucap Menteri Teten dalam keterangan resminya usai melakukan kunjungan ke beberapa pabrik tekstil di Majalaya, Bandung, dikutip Senin (25/9/2023).
Menteri Teten menyebut produk mereka kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi soal harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.
"Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform online, memukul pedagang offline dan dari sektor produksi konveksi juga industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," kata MenKopUKM.
Menurut Teten, hal itu terjadi juga karena didorong adanya aturan safe guard yang tidak berjalan dengan semestinya. Sebab itu, pemerintah berupaya untuk membenahi dan berkoordinasi dengan Mensesneg untuk langkah ke depan.
"Sebab sekali lagi, kewenangan ini ada di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan. Presiden Jokowi pun sudah mengatakan secepatnya ada undang-undang yang mengatur," ujarnya.
"Presiden sudah menyampaikan akan meninjau kembali perdagangan online, yang dalam waktu dekat akan dibahas. Itu termasuk yang sudah kita usulkan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 kan sudah selesai tinggal ditetapkan saja," tandas Teten.
Tak hanya itu, Teten juga mendesak perlunya HPP khusus di produk tekstil. Sebab, di China sendiri menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP. "Kalau kita terapkan itu, bisa melindungi industri dalam negeri," ungkap Teten.
(nng)
tulis komentar anda