Jaga Agar Rupiah Tak Keok, Perry Warjiyo Ungkap Jurus BI
Jum'at, 03 November 2023 - 14:40 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. BI juga terus memperkuat kebijakan moneter untuk memitigasi dampak gejolak ekonomi global terhadap stabiltas nilai tukar rupiah .
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebut, bahwa kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang dan pasar valas, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).
"Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI terus memperkuat kebijakan moneter untuk memitigasi dampak gejolak ekonomi global terhadap stabiltas nilai Rupiah," ungkap Perry dalam Konferensi Pers KSSK di Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Setelah mempertahankan Bank Indonesia 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,75% selama triwulan III- 2023, BI pada RDG bulan Oktober 2023 menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%.
"Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran," ungkap Perry.
Kebijakan suku bunga tersebut didukung oleh penguatan stabilisasi nilai Rupiah melalui sejumlah cara. "Pertama, intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder," ungkap Perry.
Yang kedua, penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar keuangan dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
"Kemudian, yang terakhir, adalah penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk implementasi penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," pungkas Perry.
Baca Juga
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebut, bahwa kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang dan pasar valas, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).
"Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI terus memperkuat kebijakan moneter untuk memitigasi dampak gejolak ekonomi global terhadap stabiltas nilai Rupiah," ungkap Perry dalam Konferensi Pers KSSK di Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Baca Juga
Setelah mempertahankan Bank Indonesia 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,75% selama triwulan III- 2023, BI pada RDG bulan Oktober 2023 menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%.
"Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran," ungkap Perry.
Kebijakan suku bunga tersebut didukung oleh penguatan stabilisasi nilai Rupiah melalui sejumlah cara. "Pertama, intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder," ungkap Perry.
Yang kedua, penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar keuangan dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
"Kemudian, yang terakhir, adalah penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk implementasi penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," pungkas Perry.
(akr)
tulis komentar anda