Erick Thohir Blakblakan Soal Direksi dan Komisaris Titipan, Banyak yang Kecewa
Kamis, 06 Agustus 2020 - 19:57 WIB
JAKARTA - Gonjang ganjing perihal komisaris dan direksi titipan di sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) mendapat respons dari Menteri Erick Thohir. Dia mengaku, memang ada sejumlah nama calon komisaris yang diajukan kepadanya.
Meski begitu, Erick mengatakan tidak banyak nama yang bisa dia terima untuk ditempatkan sebagai bos di perusahaan pelat merah. Dia bilang, orang-orang yang diangkat menjadi komisaris dan direksi adalah mereka yang memiliki kapabilitas sesuai dengan bidang yang dia tempatkan.
Langkah itu, kata dia, membuat sejumlah pihak yang merasa kecewa. Pasalnya, dari nama-nama yang dia terima, hanya 10% saja yang diangkat menjadi pemimpin sejumlah BUMN.
“Enggak banyak yang keterima, buktinya banyak yang kecewa juga. Sesuatu yang lumrah, tapi enggak semuanya diterima. Mungkin yang diterima hanya 10%, makanya banyak yang kecewa,” ujar Erick dalam acara Mata Najwa, dikutip, Kamis (6/8/2020).
Namun demikian, Erick tidak tidak menyebut siapa nama-nama penitip dan yang dititip untuk menjadi komisaris dan direksi. Bahkan, dirinya menegaskan praktik penitipan nama-nama di lingkaran kekuasaan perusahaan menjadi hal lumrah dan kerap membudaya di dalam sistem di Indonesia. Hal itu, justru dianggap sebagai proses pembelajaran politik.
Demokrasi Indonesia, lanjut Erick, banyak peran yang dilakukan sejumlah pihak, mulai dari relawan hingga partai politik yang berkontribusi dalam proses politik, harus menjadi bagian yang harus diakomodasi selama mereka mampu memberi kontribusi yang baik bagi negara.
“Ya tapi itu merupakan pembelajaran dari politik, karena suka tidak suka sistem yang ada di Indonesia seperti ini. Tidak banyak negara yang punya BUMN,” kata dia.
Untuk diketahui, Politikus PDI-P, Adian Napitupulu mencatat setidaknya terdapat 6.200 direksi dan komisaris di sejumlah perusahaan negara adalah orang-orang titipan yang diberikan kepada Menteri BUMN. ( Baca juga:Kubu Tommy Benar Melawan, Kirim Surat Klarifikasi ke Menkumham )
Bahkan, Adian pernah mengungkapkan bahwa penunjukan jabatan komisaris BUMN sangat bermuatan politis. Dia bilang, proses pemilihan komisaris BUMN belum berpedoman pada kompetensi, ada sejumlah kader partai koalisi pemerintah yang dianggap cocok mengisi posisi di perusahaan negara.
Adian kemudian bercerita, Presiden Jokowi lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Oktober 2019, pernah meminta nama-nama aktivis 1998 yang punya kompetensi menempati jabatan-jabatan publik. Saat nama-nama diserahkan, hingga kini tak ada satu pun yang mengisi jabatan. Saat menghadap Presiden Jokowi di Istana, Adian mengkonfirmasi hal itu ke Presiden.
"Saya harus mengkonfirmasi karena ini keinginan Presiden atau bukan. Kalau sama-sama berangkat dari partai politik. Kalau kemudian ada yang harus didahulukan, diadu kompetensinya, diadu keberpihakan politiknya,” ujar Adian.
Lihat Juga: One on One Bersama Wakil Kepala BP Danantara Kaharuddin Djenod: Tantangan Mengelola Aset Negara
Meski begitu, Erick mengatakan tidak banyak nama yang bisa dia terima untuk ditempatkan sebagai bos di perusahaan pelat merah. Dia bilang, orang-orang yang diangkat menjadi komisaris dan direksi adalah mereka yang memiliki kapabilitas sesuai dengan bidang yang dia tempatkan.
Langkah itu, kata dia, membuat sejumlah pihak yang merasa kecewa. Pasalnya, dari nama-nama yang dia terima, hanya 10% saja yang diangkat menjadi pemimpin sejumlah BUMN.
“Enggak banyak yang keterima, buktinya banyak yang kecewa juga. Sesuatu yang lumrah, tapi enggak semuanya diterima. Mungkin yang diterima hanya 10%, makanya banyak yang kecewa,” ujar Erick dalam acara Mata Najwa, dikutip, Kamis (6/8/2020).
Namun demikian, Erick tidak tidak menyebut siapa nama-nama penitip dan yang dititip untuk menjadi komisaris dan direksi. Bahkan, dirinya menegaskan praktik penitipan nama-nama di lingkaran kekuasaan perusahaan menjadi hal lumrah dan kerap membudaya di dalam sistem di Indonesia. Hal itu, justru dianggap sebagai proses pembelajaran politik.
Demokrasi Indonesia, lanjut Erick, banyak peran yang dilakukan sejumlah pihak, mulai dari relawan hingga partai politik yang berkontribusi dalam proses politik, harus menjadi bagian yang harus diakomodasi selama mereka mampu memberi kontribusi yang baik bagi negara.
“Ya tapi itu merupakan pembelajaran dari politik, karena suka tidak suka sistem yang ada di Indonesia seperti ini. Tidak banyak negara yang punya BUMN,” kata dia.
Untuk diketahui, Politikus PDI-P, Adian Napitupulu mencatat setidaknya terdapat 6.200 direksi dan komisaris di sejumlah perusahaan negara adalah orang-orang titipan yang diberikan kepada Menteri BUMN. ( Baca juga:Kubu Tommy Benar Melawan, Kirim Surat Klarifikasi ke Menkumham )
Bahkan, Adian pernah mengungkapkan bahwa penunjukan jabatan komisaris BUMN sangat bermuatan politis. Dia bilang, proses pemilihan komisaris BUMN belum berpedoman pada kompetensi, ada sejumlah kader partai koalisi pemerintah yang dianggap cocok mengisi posisi di perusahaan negara.
Adian kemudian bercerita, Presiden Jokowi lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Oktober 2019, pernah meminta nama-nama aktivis 1998 yang punya kompetensi menempati jabatan-jabatan publik. Saat nama-nama diserahkan, hingga kini tak ada satu pun yang mengisi jabatan. Saat menghadap Presiden Jokowi di Istana, Adian mengkonfirmasi hal itu ke Presiden.
"Saya harus mengkonfirmasi karena ini keinginan Presiden atau bukan. Kalau sama-sama berangkat dari partai politik. Kalau kemudian ada yang harus didahulukan, diadu kompetensinya, diadu keberpihakan politiknya,” ujar Adian.
Lihat Juga: One on One Bersama Wakil Kepala BP Danantara Kaharuddin Djenod: Tantangan Mengelola Aset Negara
(uka)
tulis komentar anda