Sambangi London, Menko Airlangga Ungkap Modal Indonesia dalam Transformasi Ekonomi
Kamis, 02 Mei 2024 - 13:58 WIB
LONDON - Dalam agenda terakhir di rangkaian kunjungan kerja di London, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto lakukan wawancara di Bloomberg TV, Rabu (1/5). Menko Airlangga berkesempatan untuk menjelaskan kebijakan strategis Pemerintah Indonesia seperti hilirisasi komoditas nikel. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan nilai tambah perekonomian , menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
“Kestabilan politik menjadi modal Indonesia untuk terus melanjutkan transformasi ekonomi. Indonesia, di tengah kompleksitas lingkungan perekonomian global, kinerja perekonomian kami mengalami kemajuan dan menunjukkan ketahanan. Sepanjang tahun 2023, kami berhasil tumbuh sebesar 5,05%. Dalam dua tahun terakhir, ketika persiapan dan pelaksanan pemilu, ekonomi Indonesia tetap tumbuh berkualitas, inflasi terjaga, dan nilai tukar rupiah dijaga dengan seimbang,” ungkap Menko Airlangga dalam program The Pulse.
Kebijakan hilirisasi nikel telah memperbaiki posisi neraca perdagangan Indonesia dan transaksi berjalan Indonesia secara signifikan, yang mencatat surplus sejak tahun 2021. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan dampak yang sangat positif terhadap penciptaan lapangan kerja.
Menjawab persoalan dan peluang di sektor perubahan iklim, maka investasi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan menjadi semakin penting. Pemerintah mendorong pengembangan teknologi ini untuk mengurangi polusi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Hal ini didukung dengan berkah alamiah dimana Indonesia memiliki cadangan nikel (bahan utama baterai EV) terbesar di dunia.
Posisi geografis yang strategis juga mendukung daya tarik Indonesia untuk menjadi basis produksi EV di Asia, selain Tiongkok. Bloomberg New Energy Finance (Bloomberg NEF) menilai Indonesia mampu meningkatkan daya tariknya untuk menarik investasi pada ekosistem rantai pasok baterai listrik.
Saat ini, Indonesia berada dalam peringkat 22 dari 30 negara yang dinilai dalam Bloomberg NEF’s Annual Global Lithium-Ion Battery Supply Chain. Penilaian tersebut berdasarkan beberapa aspek seperti: (i) industri, inovasi, dan infrastruktur; (ii) ketersediaan bahan baku; (iii) manufaktur baterai; (iv) permintaan di sektor hilir; dan (v) kebijakan terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola. Posisi ini akan meningkat hingga peringkat 18 pada tahun 2027, di atas negara G20 lainnya yakni Brazil dan Afrika Selatan.
Menko Airlangga juga membagikan peluang luas terkait transisi energi di Indonesia, salah satunya melalui carbon capture storage (CCS), pemanfaatan bahan bakar alternatif untuk industri aviasi, hingga pemanfaatan energi nuklir. Pemerintah Indonesia terus mendorong upaya transisi energi dalam rangka pencapaian National Determined Contribution (NDC).
“Kestabilan politik menjadi modal Indonesia untuk terus melanjutkan transformasi ekonomi. Indonesia, di tengah kompleksitas lingkungan perekonomian global, kinerja perekonomian kami mengalami kemajuan dan menunjukkan ketahanan. Sepanjang tahun 2023, kami berhasil tumbuh sebesar 5,05%. Dalam dua tahun terakhir, ketika persiapan dan pelaksanan pemilu, ekonomi Indonesia tetap tumbuh berkualitas, inflasi terjaga, dan nilai tukar rupiah dijaga dengan seimbang,” ungkap Menko Airlangga dalam program The Pulse.
Kebijakan hilirisasi nikel telah memperbaiki posisi neraca perdagangan Indonesia dan transaksi berjalan Indonesia secara signifikan, yang mencatat surplus sejak tahun 2021. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan dampak yang sangat positif terhadap penciptaan lapangan kerja.
Menjawab persoalan dan peluang di sektor perubahan iklim, maka investasi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan menjadi semakin penting. Pemerintah mendorong pengembangan teknologi ini untuk mengurangi polusi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Hal ini didukung dengan berkah alamiah dimana Indonesia memiliki cadangan nikel (bahan utama baterai EV) terbesar di dunia.
Posisi geografis yang strategis juga mendukung daya tarik Indonesia untuk menjadi basis produksi EV di Asia, selain Tiongkok. Bloomberg New Energy Finance (Bloomberg NEF) menilai Indonesia mampu meningkatkan daya tariknya untuk menarik investasi pada ekosistem rantai pasok baterai listrik.
Saat ini, Indonesia berada dalam peringkat 22 dari 30 negara yang dinilai dalam Bloomberg NEF’s Annual Global Lithium-Ion Battery Supply Chain. Penilaian tersebut berdasarkan beberapa aspek seperti: (i) industri, inovasi, dan infrastruktur; (ii) ketersediaan bahan baku; (iii) manufaktur baterai; (iv) permintaan di sektor hilir; dan (v) kebijakan terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola. Posisi ini akan meningkat hingga peringkat 18 pada tahun 2027, di atas negara G20 lainnya yakni Brazil dan Afrika Selatan.
Menko Airlangga juga membagikan peluang luas terkait transisi energi di Indonesia, salah satunya melalui carbon capture storage (CCS), pemanfaatan bahan bakar alternatif untuk industri aviasi, hingga pemanfaatan energi nuklir. Pemerintah Indonesia terus mendorong upaya transisi energi dalam rangka pencapaian National Determined Contribution (NDC).
tulis komentar anda