Gazprom Telan Kerugian Pertama dalam Seperempat Abad, Nilainya Capai Rp107,1 Triliun
Jum'at, 03 Mei 2024 - 11:38 WIB
MOSKOW - Perusahaan raksasa energi asal Rusia, Gazprom melaporkan kerugian tahunan pertamanya sejak 1999 pada hari Kamis (2/5) kemarin waktu setempat. Sanksi Barat menjadi penyebab berkurangnya ekspor gas perusahaan hingga memaksa Gazprom menelan kerugian pertama dalam seperempat abad.
Menurut laporan pendapatan perusahaan milik negara Rusia itu, Gazprom Group membukukan kerugian bersih 629 miliar rubel (USD6,7 miliar setara Rp107,1 triliun dengan kurs Rp15.997 per USD) pada 2023, untuk menjadi kerugian tahunan pertama dalam 25 tahun. Hasilnya berbeda jauh bila dibandingkan pada 2022 lalu, saat perusahaan mencetak laba bersih USD13,2 miliar.
Total pendapatan perusahaan turun menjadi USD92 miliar pada tahun 2023 dari USD126 miliar pada tahun sebelumnya. Seperti dilansir RT, menurut laporan itu menerangkan pendapatan Gazprom dari penjualan gas turun 40% menjadi USD47,4 miliar.
Sementara pendapatan dari bisnis minyak meningkat 4%, menjadi USD38 miliar. Penjualan di bisnis utilitas listriknya meningkat hampir 9% menjadi USD6,6 miliar. Selanjutnya untuk pergerakan saham Gazprom pada sesi hari kemarin, terpantau anjlok lebih dari 4% menyusul laporan pendapatan.
Ekspor gas Rusia ke pasar tradisionalnya ke Uni Eropa (UE) telah berkurang cukup drastis menyusul sanksi Barat terkait dengan konflik Ukraina dan sabotase pipa Nord Stream, yang sebelumnya merupakan rute gas utama Rusia ke wilayah tersebut.
Menurut perhitungan Reuters, pasokan gas alam Gazprom ke Eropa anjlok 55,6% menjadi 28,3 miliar meter kubik (bcm) pada 2023. Ekspor turun ke level terendah sejak awal 1970-an, menurut perkiraan Badan Energi Internasional.
Namun, Gazprom telah mengubah orientasi perdagangan energinya ke Asia, dengan China muncul sebagai salah satu pembeli terbesarnya. Volume pasokan gas Rusia ke China bisa mencapai hampir 100 bcm per tahun ketika jaringan pipa Power of Siberia beroperasi penuh. Setelah itu terjadi, China akan sepenuhnya menggantikan Uni Eropa dalam hal pembelian gas Rusia, menurut Gazprom.
CEO perusahaan Aleksey Miller sempat mengatakan, bahwa Gazprom juga akan memperkuat kerja samanya dengan negara-negara Asia Tengah sebagai bagian dari strategi untuk menggantikan pasar UE.
Menurut laporan pendapatan perusahaan milik negara Rusia itu, Gazprom Group membukukan kerugian bersih 629 miliar rubel (USD6,7 miliar setara Rp107,1 triliun dengan kurs Rp15.997 per USD) pada 2023, untuk menjadi kerugian tahunan pertama dalam 25 tahun. Hasilnya berbeda jauh bila dibandingkan pada 2022 lalu, saat perusahaan mencetak laba bersih USD13,2 miliar.
Total pendapatan perusahaan turun menjadi USD92 miliar pada tahun 2023 dari USD126 miliar pada tahun sebelumnya. Seperti dilansir RT, menurut laporan itu menerangkan pendapatan Gazprom dari penjualan gas turun 40% menjadi USD47,4 miliar.
Sementara pendapatan dari bisnis minyak meningkat 4%, menjadi USD38 miliar. Penjualan di bisnis utilitas listriknya meningkat hampir 9% menjadi USD6,6 miliar. Selanjutnya untuk pergerakan saham Gazprom pada sesi hari kemarin, terpantau anjlok lebih dari 4% menyusul laporan pendapatan.
Ekspor gas Rusia ke pasar tradisionalnya ke Uni Eropa (UE) telah berkurang cukup drastis menyusul sanksi Barat terkait dengan konflik Ukraina dan sabotase pipa Nord Stream, yang sebelumnya merupakan rute gas utama Rusia ke wilayah tersebut.
Menurut perhitungan Reuters, pasokan gas alam Gazprom ke Eropa anjlok 55,6% menjadi 28,3 miliar meter kubik (bcm) pada 2023. Ekspor turun ke level terendah sejak awal 1970-an, menurut perkiraan Badan Energi Internasional.
Namun, Gazprom telah mengubah orientasi perdagangan energinya ke Asia, dengan China muncul sebagai salah satu pembeli terbesarnya. Volume pasokan gas Rusia ke China bisa mencapai hampir 100 bcm per tahun ketika jaringan pipa Power of Siberia beroperasi penuh. Setelah itu terjadi, China akan sepenuhnya menggantikan Uni Eropa dalam hal pembelian gas Rusia, menurut Gazprom.
CEO perusahaan Aleksey Miller sempat mengatakan, bahwa Gazprom juga akan memperkuat kerja samanya dengan negara-negara Asia Tengah sebagai bagian dari strategi untuk menggantikan pasar UE.
(akr)
tulis komentar anda