China dan Uni Eropa Panas Dingin, Ini Efeknya ke Rupiah
Senin, 24 Juni 2024 - 16:09 WIB
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini ditutup menguat 56 poin atau 0,34 persen ke level Rp16.394 setelah sebelumnya di Rp16.450 per USD. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat dibuka pada level Rp16.470 per USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, greenback terdorong oleh pembacaan PMI yang lebih kuat dari perkiraan, yang memicu kekhawatiran bahwa ketahanan ekonomi AS akan memberikan ruang bagi Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi.
"Fokus minggu ini juga akan tertuju pada geopolitik, dengan debat presiden AS yang pertama pada hari Kamis dan putaran pertama pemungutan suara dalam pemilu Perancis pada akhir pekan," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (24/6/2024).
Selain itu, data indeks harga PCE utama, yang akan dirilis pada hari Jumat ini. Angka tersebut merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga. Pasar China mengalami kerugian yang berkepanjangan setelah Uni Eropa pada awal Juni memberlakukan tarif tinggi terhadap impor kendaraan listrik. Langkah ini memicu kemarahan Beijing dan meningkatkan kemungkinan perang dagang.
Para pejabat China memperingatkan potensi perang dagang dengan UE, ketika para menteri dari Tiongkok dan Jerman bertemu untuk merundingkan jalan ke depan. Beijing juga terlihat mempertimbangkan tarif balasan terhadap impor mobil Eropa.
Saham-saham Tiongkok mengalami penurunan tajam selama dua minggu terakhir, dengan sentimen terhadap negara tersebut dan Asia secara keseluruhan tetap negatif. Kerugian di Hong Kong juga didorong oleh penurunan saham-saham teknologi kelas berat.
Dari sentimen domestik, pasar merespon positif terhadap Dana Moneter Internasional (IMF), yang mengingatkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk berkomitmen menjaga defisit fiskal tetap berada di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dibutuhkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
IMF melihat fiskal Indonesia akan mengalami ekspansi pada 2024 dan 2025. Namun, IMF melihat defisit yang sedikit lebih kecil akan mendukung pertumbuhan dan bauran kebijakan yang lebih seimbang sekaligus menjaga ruang kebijakan untuk merespons risiko-risiko negatif.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, greenback terdorong oleh pembacaan PMI yang lebih kuat dari perkiraan, yang memicu kekhawatiran bahwa ketahanan ekonomi AS akan memberikan ruang bagi Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi.
"Fokus minggu ini juga akan tertuju pada geopolitik, dengan debat presiden AS yang pertama pada hari Kamis dan putaran pertama pemungutan suara dalam pemilu Perancis pada akhir pekan," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (24/6/2024).
Selain itu, data indeks harga PCE utama, yang akan dirilis pada hari Jumat ini. Angka tersebut merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga. Pasar China mengalami kerugian yang berkepanjangan setelah Uni Eropa pada awal Juni memberlakukan tarif tinggi terhadap impor kendaraan listrik. Langkah ini memicu kemarahan Beijing dan meningkatkan kemungkinan perang dagang.
Para pejabat China memperingatkan potensi perang dagang dengan UE, ketika para menteri dari Tiongkok dan Jerman bertemu untuk merundingkan jalan ke depan. Beijing juga terlihat mempertimbangkan tarif balasan terhadap impor mobil Eropa.
Saham-saham Tiongkok mengalami penurunan tajam selama dua minggu terakhir, dengan sentimen terhadap negara tersebut dan Asia secara keseluruhan tetap negatif. Kerugian di Hong Kong juga didorong oleh penurunan saham-saham teknologi kelas berat.
Dari sentimen domestik, pasar merespon positif terhadap Dana Moneter Internasional (IMF), yang mengingatkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk berkomitmen menjaga defisit fiskal tetap berada di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dibutuhkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
IMF melihat fiskal Indonesia akan mengalami ekspansi pada 2024 dan 2025. Namun, IMF melihat defisit yang sedikit lebih kecil akan mendukung pertumbuhan dan bauran kebijakan yang lebih seimbang sekaligus menjaga ruang kebijakan untuk merespons risiko-risiko negatif.
tulis komentar anda