Ekonomi Lagi Sulit, Pemerintah Diminta Tak Buru-buru Kerek Harga BBM
Minggu, 30 Juni 2024 - 15:32 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mendesak pemerintah tidak terburu-buru menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite meski nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah. Sementara, indikator yang lain seperti harga minyak masih stabil.
"Pemerintah jangan cari kesempatan dari pelemahan nilai tukar rupiah ini untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Karena indikator objektif lain dalam pembentukan harga jual BBM bersubsidi masih positif," jelas Mulyanto dalam keterangan resminya dikutip Minggu (30/6/2024).
Menurut dia sebaiknya fokus mencari solusi pelemahan nilai tukar rupiah tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat kecil. Ia menilai masih banyak upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas APBN tanpa menaikan harga jual BBM bersubsidi.
"Jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikkan harga BBM bersubsidi," tegas Mulyanto.
Lebih lanjut Mulyanto menilai, saat ini tren harga minyak mentah dunia cukup stabil di kisaran harga USD81 per barel. Padahal di awal Oktober 2023 mencapsi USD 90 per barel. Sementara itu asumsi makro ICP (Indonesian Crude Oil Price) tahun 2024 sebesar USD 82 per barel. Dengan demikian harga minyak dunia yang ada masih di bawah asumsi makro ICP.
"Kami maklumi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dapat mempengaruhi harga jual BBM bersubsidi. Tapi jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikan harga BBM bersubsidi," tambahnya.
Menurut dia kebijakan menaikkan harga BBM ini akan menyebabkan inflasi. Sehingga malah membuat kondisi ekonomi semakin terpuruk. Sebagaimana diketahui, harga BBM non subsidi berpotensi naik karena mempertimbangkan tiga aspek utama, yakni tren harga minyak yang meningkat, menurunnya produksi minyak, hingga melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sementara untuk BBM subsidi, pemerintah hingga saat ini mengaku belum melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan harga jual Pertalite maupun Solar.
"Pemerintah jangan cari kesempatan dari pelemahan nilai tukar rupiah ini untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Karena indikator objektif lain dalam pembentukan harga jual BBM bersubsidi masih positif," jelas Mulyanto dalam keterangan resminya dikutip Minggu (30/6/2024).
Menurut dia sebaiknya fokus mencari solusi pelemahan nilai tukar rupiah tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat kecil. Ia menilai masih banyak upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas APBN tanpa menaikan harga jual BBM bersubsidi.
"Jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikkan harga BBM bersubsidi," tegas Mulyanto.
Lebih lanjut Mulyanto menilai, saat ini tren harga minyak mentah dunia cukup stabil di kisaran harga USD81 per barel. Padahal di awal Oktober 2023 mencapsi USD 90 per barel. Sementara itu asumsi makro ICP (Indonesian Crude Oil Price) tahun 2024 sebesar USD 82 per barel. Dengan demikian harga minyak dunia yang ada masih di bawah asumsi makro ICP.
"Kami maklumi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dapat mempengaruhi harga jual BBM bersubsidi. Tapi jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikan harga BBM bersubsidi," tambahnya.
Menurut dia kebijakan menaikkan harga BBM ini akan menyebabkan inflasi. Sehingga malah membuat kondisi ekonomi semakin terpuruk. Sebagaimana diketahui, harga BBM non subsidi berpotensi naik karena mempertimbangkan tiga aspek utama, yakni tren harga minyak yang meningkat, menurunnya produksi minyak, hingga melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sementara untuk BBM subsidi, pemerintah hingga saat ini mengaku belum melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan harga jual Pertalite maupun Solar.
(nng)
tulis komentar anda