3 Negara ASEAN yang Kepincut Ingin Gabung BRICS, Ada Indonesia?
Senin, 01 Juli 2024 - 13:35 WIB
JAKARTA - Sebagai Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri China Li Qiang mengakhiri pertemuan terpisah di Asia Tenggara baru-baru ini. Kedua mitra terus melakukan pertemuan dengan wilayah-wilayah yang ingin bergabung. Dalam sebuah wawancara dengan media China menjelang kunjungan Li ke Malaysia, Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyatakan niatnya untuk bergabung dengan blok tersebut. Sementara, Thailand berniat untuk bergabung dengan BRICS , yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
"Blok ini mewakili kerangka kerja sama selatan-selatan yang sudah lama diinginkan Thailand," ujar Menteri Luar Negeri Maris Sangiampongsa dikutip dari The Business Times, Senin (7/1/2024).
Bagi negara-negara yang ingin mengurangi risiko ekonomi dari persaingan AS-China yang semakin ketat, bergabung dengan BRICS adalah upaya untuk meredakan ketegangan tersebut. Namun, ini juga merupakan cara untuk menandakan meningkatnya rasa frustrasi terhadap tatanan internasional yang dipimpin oleh AS dan lembaga-lembaga utama yang tetap berada dalam kendali kekuatan Barat, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
"Beberapa dari kita, termasuk orang-orang seperti saya, berpikir bahwa kita perlu mencari solusi untuk arsitektur keuangan dan ekonomi internasional yang tidak adil," ujar mantan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah dalam sebuah wawancara. "Jadi, Brics mungkin akan menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan beberapa hal."
Klub yang selama bertahun-tahun hanya terdiri dari lima anggota berkembang menjadi sembilan anggota dengan masuknya Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir pada bulan Januari tahun ini. Sementara, Indonesia, dianggap sebagai favorit untuk bergabung tahun lalu sebelum Presiden Jokowi mengindikasikan ia tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Melansir Nikkei Asia, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan masih mengkaji keuntungan-keuntungan bergabung dengan BRICS. Hal ini menyusul kehadiran Presiden Jokowi di KTT BRICS di Afrika Selatan pada bulan Agustus tahun lalu, di mana menyerukan kerja sama yang lebih kuat di antara negara-negara berkembang untuk memerangi diskriminasi perdagangan.
Para pengamat menggambarkan keengganan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS sebagai sebuah keinginan untuk menghindari terlihat terlalu dekat dengan China, yang telah menjadi sumber investasi asing langsung dan mitra dagang terbesar Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. China juga merupakan mitra dagang terbesar bagi sebagian besar negara-negara ASEAN dalam satu dekade terakhir.
Vietnam juga mengirimkan sebuah delegasi untuk menghadiri Dialog BRICS dengan Negara-Negara Berkembang di Nizhny Novgorod, Rusia, bulan ini. Negara ini mengamati ekspansi BRICS namun belum memberikan komentar apapun untuk bergabung dengan blok ini. Thailand dan Laos juga ikut serta dalam forum ini.
"Blok ini mewakili kerangka kerja sama selatan-selatan yang sudah lama diinginkan Thailand," ujar Menteri Luar Negeri Maris Sangiampongsa dikutip dari The Business Times, Senin (7/1/2024).
Baca Juga
Bagi negara-negara yang ingin mengurangi risiko ekonomi dari persaingan AS-China yang semakin ketat, bergabung dengan BRICS adalah upaya untuk meredakan ketegangan tersebut. Namun, ini juga merupakan cara untuk menandakan meningkatnya rasa frustrasi terhadap tatanan internasional yang dipimpin oleh AS dan lembaga-lembaga utama yang tetap berada dalam kendali kekuatan Barat, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
"Beberapa dari kita, termasuk orang-orang seperti saya, berpikir bahwa kita perlu mencari solusi untuk arsitektur keuangan dan ekonomi internasional yang tidak adil," ujar mantan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah dalam sebuah wawancara. "Jadi, Brics mungkin akan menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan beberapa hal."
Klub yang selama bertahun-tahun hanya terdiri dari lima anggota berkembang menjadi sembilan anggota dengan masuknya Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir pada bulan Januari tahun ini. Sementara, Indonesia, dianggap sebagai favorit untuk bergabung tahun lalu sebelum Presiden Jokowi mengindikasikan ia tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Melansir Nikkei Asia, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan masih mengkaji keuntungan-keuntungan bergabung dengan BRICS. Hal ini menyusul kehadiran Presiden Jokowi di KTT BRICS di Afrika Selatan pada bulan Agustus tahun lalu, di mana menyerukan kerja sama yang lebih kuat di antara negara-negara berkembang untuk memerangi diskriminasi perdagangan.
Para pengamat menggambarkan keengganan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS sebagai sebuah keinginan untuk menghindari terlihat terlalu dekat dengan China, yang telah menjadi sumber investasi asing langsung dan mitra dagang terbesar Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. China juga merupakan mitra dagang terbesar bagi sebagian besar negara-negara ASEAN dalam satu dekade terakhir.
Vietnam juga mengirimkan sebuah delegasi untuk menghadiri Dialog BRICS dengan Negara-Negara Berkembang di Nizhny Novgorod, Rusia, bulan ini. Negara ini mengamati ekspansi BRICS namun belum memberikan komentar apapun untuk bergabung dengan blok ini. Thailand dan Laos juga ikut serta dalam forum ini.
(nng)
tulis komentar anda