Aturan Transfer Pricing dari OECD Perlu Disikapi Hati-hati, Ini Tantangannya
Senin, 29 Juli 2024 - 20:52 WIB
JAKARTA - Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah merilis aturan baru transfer pricing atau penentuan harga transfer. Aturan tersebut berupa panduan tentang amount B dari pilar satu atau diberi nama Simplified and Streamlined Approach (SSA). SSA bertujuan untuk menyederhanakan proses transfer pricing dengan mengurangi kompleksitas dan meningkatkan kepastian pajak bagi perusahaan multinasional. Pendekatan baru ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Partner Tax RSM Indonesia, Salil Goyal, menilai penerapan SSA tersebut perlu disikapi secara hati-hati. Menurutnya, ada beberapa tantangan utama dalam penerapan SSA.
"Pertama, terkait karakteristik. Perlu ada pemahaman bersama tentang fakta dan kriteria kualifikasi," ujar dia dalam pernyataannya, dikutip Senin (29/7/2024).
Kedua, terkait pengembalian penjualan. Salil bilang, perlu diperhatikan bagaimana perbedaan ekspektasi otoritas pajak terhadap wilayah prinsipal.
Ketiga, mengenai penyelesaian sengketa dimana SSA dapat menukar sengketa benchmarking dengan sengketa karakterisasi. Keempat, sumber daya otoritas pajak, apakah mampu mengimplementasikan dan berkomitmen pada mekanisme penyelesaian sengketa SSA.
Kelima, terkait informasi Keuangan, dimana kesesuaian akuntansi lokal untuk streaming perlu jadi perhatian. Keenam, mengenai kesesuaian ekspektasi harga transfer dengan persyaratan bea cukai. Ketujuh, risiko mata uang di wilayah dengan volatilitas lebih tinggi. Kedelapan, biaya operasional harus dalam rentang 3%-30%.
Untuk itu, Salil mengatakan, grup perusahaan perlu memahami di mana SSA dapat diterapkan dalam operasinya, meninjau dan mengonfirmasi karakterisasi aktivitas distribusi untuk memastikan kesesuaian dengan SSA, dan mengonfirmasi pendekatan di setiap yurisdiksi untuk memastikan kepatuhan lokal.
Kemudian, grup harus mengidentifikasi sumber data keuangan yang relevan untuk analisis dan pelaporan, mempertimbangkan apakah penggunaan streaming praktis untuk implementasi SSA, melakukan pemodelan dampak untuk memahami implikasi keuangan dari penerapannya, dan memahami perubahan yang diperlukan untuk distributor dan pihak lawan bisnis dalam penerapan SSA tersebut.
Partner Tax RSM Indonesia, Salil Goyal, menilai penerapan SSA tersebut perlu disikapi secara hati-hati. Menurutnya, ada beberapa tantangan utama dalam penerapan SSA.
"Pertama, terkait karakteristik. Perlu ada pemahaman bersama tentang fakta dan kriteria kualifikasi," ujar dia dalam pernyataannya, dikutip Senin (29/7/2024).
Kedua, terkait pengembalian penjualan. Salil bilang, perlu diperhatikan bagaimana perbedaan ekspektasi otoritas pajak terhadap wilayah prinsipal.
Ketiga, mengenai penyelesaian sengketa dimana SSA dapat menukar sengketa benchmarking dengan sengketa karakterisasi. Keempat, sumber daya otoritas pajak, apakah mampu mengimplementasikan dan berkomitmen pada mekanisme penyelesaian sengketa SSA.
Kelima, terkait informasi Keuangan, dimana kesesuaian akuntansi lokal untuk streaming perlu jadi perhatian. Keenam, mengenai kesesuaian ekspektasi harga transfer dengan persyaratan bea cukai. Ketujuh, risiko mata uang di wilayah dengan volatilitas lebih tinggi. Kedelapan, biaya operasional harus dalam rentang 3%-30%.
Untuk itu, Salil mengatakan, grup perusahaan perlu memahami di mana SSA dapat diterapkan dalam operasinya, meninjau dan mengonfirmasi karakterisasi aktivitas distribusi untuk memastikan kesesuaian dengan SSA, dan mengonfirmasi pendekatan di setiap yurisdiksi untuk memastikan kepatuhan lokal.
Kemudian, grup harus mengidentifikasi sumber data keuangan yang relevan untuk analisis dan pelaporan, mempertimbangkan apakah penggunaan streaming praktis untuk implementasi SSA, melakukan pemodelan dampak untuk memahami implikasi keuangan dari penerapannya, dan memahami perubahan yang diperlukan untuk distributor dan pihak lawan bisnis dalam penerapan SSA tersebut.
tulis komentar anda