DPR Desak Tukin PNS Dipangkas, Sri Mulyani: Kita Akan Pikirkan
Kamis, 29 Agustus 2024 - 12:18 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit mengusulkan agar tunjangan kinerja (tukin) kementerian/lembaga (K/L) dipotong jika tidak bisa memenuhi target sasaran pembangunan prioritas nasional yang telah dijanjikan dalam setiap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, hal itu karena pemerintah dan DPR setiap tahun membahas target pembangunan seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran. Dolfie mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab jika target-target itu tidak tercapai.
"Apabila tidak tercapai itu gimana? Kami mengusulkan misalnya tingkat pengangguran terbuka ini kan ada K/L yang mengurusi ini, tukinnya disesuaikan karena tidak tercapai, enggak bisa dibiarin. Rakyat menunggunya lama nanti, sementara ASN-nya gajinya naik terus," kata Dolfie dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan pemerintah, Rabu (28/8/2024).
Baca Juga: Gurih, Tunjangan Kinerja ASN Kementerian BUMN Naik 100 Persen
Awalnya Dolfie menyoroti pemerintah yang setiap tahun merumuskan tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat kemiskinan ekstrem, rasio gini dan sebagainya. Ia menilai perlu ada hukuman (punishment) untuk K/L yang mengurusi program tersebut jika target tidak tercapai.
"Ini tukin dari K/L terkait, dari dirjen yang mengurusi ini harus disesuaikan agar yang kita tulis di sini, tingkat kemiskinan, rasio gini dan sebagainya ada tanggung jawabnya, nggak bisa dilepas gitu aja," ujar Dolfie.
Merespons hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara prinsip dan semangat atau spirit, pemerintah setuju untuk menerapkan stick and carrot itu. Namun, menurut Menkeu pelaksanaannya akan sulit, karena indikator maupun target pembangunan itu banyak melibatkan K/L.
"Secara spirit dan prinsip kami menyetujui karena harusnya reward dan penalty itu adalah sesuatu yang dalam paket yang lengkap. Mungkin dari sisi pelaksanaan terutama kalau output outcome itu tidak lagi menjadi tanggung jawab dari satu K/L, tapi itu beberapa K/L," ujar Sri Mulyani.
"Katakanlah pengangguran, kemiskinan, bahkan stunting kita lihat itu biasanya dilakukan across banyak sekali K/L jadi untuk menentukan K/L mana yang paling bertanggung jawab dan kemudian porsi berapa tanggung jawabnya itu terlihat dari sisi reward yang mereka lakukan, itu mungkin akan perlu suatu kajian yang cukup serius agar jangan sampai kita membuat signal reward and punishment yang salah," jelas Menkeu.
Baca Juga: 10 Terdakwa Korupsi Dana Tukin Kementerian ESDM Divonis 2-6 Tahun Penjara
Selain itu, ia melanjutkan mekanisme penetapan tukin sebetulnya ada di ranah presiden melalui penerbitan peraturan presiden atau Perpres dan proses penetapannya panjang karena harus melalui proses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
"Karena Menpan RB yang akan menentukan kinerja mereka, kemudian dari kami lihat dari amplop anggarannya dan baru kita akan membuat keputusan. Jadi memang mekaniknya akan membutuhkan waktu tapi kami secara spirit memahami dan nanti akan kita pikirkan cara signaling yang tadi disampaikan Pak Dolfie yang mungkin bisa kita pikirkan mekanisme atau cara yang lain tapi sesuai dengan spirit untuk adanya reward dan punishment," ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, hal itu karena pemerintah dan DPR setiap tahun membahas target pembangunan seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran. Dolfie mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab jika target-target itu tidak tercapai.
"Apabila tidak tercapai itu gimana? Kami mengusulkan misalnya tingkat pengangguran terbuka ini kan ada K/L yang mengurusi ini, tukinnya disesuaikan karena tidak tercapai, enggak bisa dibiarin. Rakyat menunggunya lama nanti, sementara ASN-nya gajinya naik terus," kata Dolfie dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan pemerintah, Rabu (28/8/2024).
Baca Juga: Gurih, Tunjangan Kinerja ASN Kementerian BUMN Naik 100 Persen
Awalnya Dolfie menyoroti pemerintah yang setiap tahun merumuskan tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat kemiskinan ekstrem, rasio gini dan sebagainya. Ia menilai perlu ada hukuman (punishment) untuk K/L yang mengurusi program tersebut jika target tidak tercapai.
"Ini tukin dari K/L terkait, dari dirjen yang mengurusi ini harus disesuaikan agar yang kita tulis di sini, tingkat kemiskinan, rasio gini dan sebagainya ada tanggung jawabnya, nggak bisa dilepas gitu aja," ujar Dolfie.
Merespons hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara prinsip dan semangat atau spirit, pemerintah setuju untuk menerapkan stick and carrot itu. Namun, menurut Menkeu pelaksanaannya akan sulit, karena indikator maupun target pembangunan itu banyak melibatkan K/L.
"Secara spirit dan prinsip kami menyetujui karena harusnya reward dan penalty itu adalah sesuatu yang dalam paket yang lengkap. Mungkin dari sisi pelaksanaan terutama kalau output outcome itu tidak lagi menjadi tanggung jawab dari satu K/L, tapi itu beberapa K/L," ujar Sri Mulyani.
"Katakanlah pengangguran, kemiskinan, bahkan stunting kita lihat itu biasanya dilakukan across banyak sekali K/L jadi untuk menentukan K/L mana yang paling bertanggung jawab dan kemudian porsi berapa tanggung jawabnya itu terlihat dari sisi reward yang mereka lakukan, itu mungkin akan perlu suatu kajian yang cukup serius agar jangan sampai kita membuat signal reward and punishment yang salah," jelas Menkeu.
Baca Juga: 10 Terdakwa Korupsi Dana Tukin Kementerian ESDM Divonis 2-6 Tahun Penjara
Selain itu, ia melanjutkan mekanisme penetapan tukin sebetulnya ada di ranah presiden melalui penerbitan peraturan presiden atau Perpres dan proses penetapannya panjang karena harus melalui proses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
"Karena Menpan RB yang akan menentukan kinerja mereka, kemudian dari kami lihat dari amplop anggarannya dan baru kita akan membuat keputusan. Jadi memang mekaniknya akan membutuhkan waktu tapi kami secara spirit memahami dan nanti akan kita pikirkan cara signaling yang tadi disampaikan Pak Dolfie yang mungkin bisa kita pikirkan mekanisme atau cara yang lain tapi sesuai dengan spirit untuk adanya reward dan punishment," ujar Sri Mulyani.
(nng)
tulis komentar anda