Asosiasi Lintas Industri Tolak Aturan Soal Rokok di PP Kesehatan

Kamis, 12 September 2024 - 10:03 WIB
Puluhan asosiasi lintas sektor menyatakan sikap penolakan atas berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada PP Kesehatan. FOTO/dok.SINDOnews
JAKARTA - Puluhan asosiasi lintas sektor menyatakan sikap penolakan atas berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang menjadi aturan turunannya. Aturan yang menjadi sorotan di antaranya zonasi larangan penjualan dan iklan luar ruang serta wacana standardisasi kemasan berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik. Kebijakan tersebut menimbulkan polemik dan ketidakpastian berusaha bagi para pelaku usaha di berbagai sektor.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan berbagai tekanan regulasi industri hasil tembakau dirasa cukup memberatkan bagi multisektor yang berkaitan baik dengan pertembakauan. Sebagai komoditas dengan kontribusi yang unggul bagi Tanah Air, APINDO menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan melihat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lainnya. Di Indonesia, industri tembakau menyerap jutaan tenaga kerja dari petani, pekerja, pedagang dan peritel, hingga industri kreatif. Sehingga, pengambilan kebijakan di Indonesia tidak bisa hanya mengacu dari negara-negara tertentu tanpa adanya pendalaman budaya.

"Kami melihat terdapat proses yang tidak tepat dalam proses penyusunan kebijakan ini, baik PP 28/2024 maupun RPMK dikarenakan minimnya pelibatan industri. Hal ini akan memicu kontraksi berkepanjangan. Padahal seharusnya pengambil kebijakan perlu berhati-hati dalam mengeluarkan peraturan yang akan mengancam kontraksi berkepanjangan," kata Franky melalui keterangan resminya dalam Konferensi Pers terkait PP No. 28/2024 dan RPMK di Kantor APINDO, dikutip Kamis (12/9/2024).

Baca Juga: Rugikan Negara, DPR Kritik Kebijakan Kemasan Polos Tanpa Merek Produk Tembakau

Pada kegiatan yang digelar di kantor APINDO tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengapresiasi upaya APINDO untuk menampung segala aspirasi dan merespons keluhan industri hasil tembakau dengan baik. GAPPRI menekankan industri hasil tembakau tidak hanya pelaku usaha, tetapi mata rantai ekonomi dan budaya industri hasil tembakau yang sangat besar.

"Maka wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek bagi produk tembakau dalam RPMK akan memberikan dampak serius atas kebijakan yang makin eksesif dan mengakibatkan kontraksi dari sisi pendapatan negara juga ketenagakerjaan. Oleh karena itu, kami menyatakan dengan tegas menolak aturan tersebut," tutur Henry.

Henry juga sepakat dengan pemerintah untuk tidak menjual produk tembakau kepada anak-anak karena selama ini pihaknya telah berkomitmen mencegah akses pembelian produk tembakau di bawah umur. Selama ini, GAPPRI telah patuh kepada negara dan terus menegakkan komitmen pencegahan perokok anak, sehingga aturan terbaru ini justru akan memberikan dampak negatif kepada mata rantai industri hasil tembakau dari hulu hingga ke hilir.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi menekankan selama ini industri hasil tembakau terus terhimpit dan terbebani dengan berbagai aturan. Padahal sebagai industri yang memiliki eksternalitas, industri hasil tembakau selama ini telah mengikuti regulasi dan mematuhi aturan dengan baik, khususnya kepatuhan terhadap pembayaran cukai sebagai salah satu penerimaan negara. Hingga saat ini, cukai hasil tembakau (CHT) masih menjadi sumber penerimaan negara yang cukup besar sampai 10% atau lebih dari Rp200 triliun.

Benny juga mengatakan kebijakan CHT yang telah diimplementasikan selama ini telah menekan industri setiap tahunnya. Dengan adanya PP 28/2024 dan RPMK, maka akan lebih besar dampaknya bagi industri. Sebab selama ini industri hasil tembakau sendiri dinilai telah tertekan oleh berbagai kebijakan eksesif, sehingga minimnya pelibatan industri dalam perumusan aturan zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau serta wacana aturan kemasan polos tanpa merek akan memperkeruh situasi.

"Kalau prosesnya saja sudah cacat, maka kontennya pasti menjadi tidak baik. Maka PP 28/2024 masih menyisakan hal-hal yang perlu kita kaji ulang, termasuk pengaturan penjualan 200 meter, iklan, dan aturan turunan yang lebih mengkhawatirkan yaitu pengaturan kemasan polos tanpa merek yang tidak memunculkan identitas brand dan makin memicu rokok ilegal," ungkap dia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More