Masyarakat Sipil Desak Pembahasan RPMK Soal Produk Tembakau Dihentikan
Rabu, 18 September 2024 - 17:16 WIB
JAKARTA - Aliansi masyarakat sipil menuntut pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) 2024 dihentikan karena terlalu memasung ruang gerak produk tembakau, rokok elektronik dan tata niaga pertembakauan di Indonesia.
Petisi ini disampaikan perwakilan masyarakat sipil dalam acara Halaqoh Nasional untuk memfasilitasi dialog antara masyarakat sipil dan pemerintah, yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Halaqah diikuti oleh 50 peserta dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan pemerintah, asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, asosiasi industri tembakau, aliansi masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, dan media.
Acara Halaqah Nasional dengan tema “Telaah Kritis RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik” menghadirkan beberapa narasumber. Antara lain, dr. Benget Saragih Perwakilan Kemenkes; KH. Miftah Faqih, Ketua PBNU; dr. Syahrizal Syarief, Warek UNUSIA Jakarta; Ali Rido, Pakar Hukum Universitas Trisakti; Sudarto, Ketua FSP-RTMM-SPSI, Kusnasi Muhdi, Perwakilan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia dan anggota DPR RI Komisi XI, Misbakhun.
Baca Juga: PP 28 Tahun 2024 soal Zonasi Iklan Rokok Dinilai Berpotensi Picu PHK Massal
Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan, Halaqoh ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran berbagai pihak terhadap dampak RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang mengusulkan ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk diberlakukan. RPMK ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Sarmidi menyoroti, proses penyerapan dan pengayaan pasal-pasal dalam RPMK 2024 sangat minim pelibatan publik dan stakeholder yang kredibel, sehingga tidak partisipatif.
"Beberapa pasal dalam RPMK 2024 berpotensi merugikan petani tembakau, UMKM, asosiasi dan industri rokok. Hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk penolakan dari beberapa kelompok," tutur Sarmidi.
Mewakili pemerintah, Benget Saragih menuturukan, "RPMK 2024 ini tidak dimaksudkan untuk menyuruh orang berhenti merokok, tetapi menyasar anak-anak agar tidak merokok," tuturnya.
Dia juga menggarisbawahi terkait partisipasi yang dinilai minus, "Soal kealpaan beberapa Kementerian terkait, sebab menilai posisi mereka sudah menolak, sehingga Kemenkes jalan terus," ulasnya.
Petisi ini disampaikan perwakilan masyarakat sipil dalam acara Halaqoh Nasional untuk memfasilitasi dialog antara masyarakat sipil dan pemerintah, yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Halaqah diikuti oleh 50 peserta dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan pemerintah, asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, asosiasi industri tembakau, aliansi masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, dan media.
Acara Halaqah Nasional dengan tema “Telaah Kritis RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik” menghadirkan beberapa narasumber. Antara lain, dr. Benget Saragih Perwakilan Kemenkes; KH. Miftah Faqih, Ketua PBNU; dr. Syahrizal Syarief, Warek UNUSIA Jakarta; Ali Rido, Pakar Hukum Universitas Trisakti; Sudarto, Ketua FSP-RTMM-SPSI, Kusnasi Muhdi, Perwakilan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia dan anggota DPR RI Komisi XI, Misbakhun.
Baca Juga: PP 28 Tahun 2024 soal Zonasi Iklan Rokok Dinilai Berpotensi Picu PHK Massal
Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan, Halaqoh ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran berbagai pihak terhadap dampak RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang mengusulkan ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk diberlakukan. RPMK ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Sarmidi menyoroti, proses penyerapan dan pengayaan pasal-pasal dalam RPMK 2024 sangat minim pelibatan publik dan stakeholder yang kredibel, sehingga tidak partisipatif.
"Beberapa pasal dalam RPMK 2024 berpotensi merugikan petani tembakau, UMKM, asosiasi dan industri rokok. Hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk penolakan dari beberapa kelompok," tutur Sarmidi.
Mewakili pemerintah, Benget Saragih menuturukan, "RPMK 2024 ini tidak dimaksudkan untuk menyuruh orang berhenti merokok, tetapi menyasar anak-anak agar tidak merokok," tuturnya.
Dia juga menggarisbawahi terkait partisipasi yang dinilai minus, "Soal kealpaan beberapa Kementerian terkait, sebab menilai posisi mereka sudah menolak, sehingga Kemenkes jalan terus," ulasnya.
tulis komentar anda