Calon Pengganti Pertalite, Ini Kendala Penerapan Bioetanol di Indonesia
Rabu, 18 September 2024 - 18:37 WIB
JAKARTA - Pertamina New & Renewable Energy (NRE) mengidentifikasi tantangan dalam penerapan dan penyaluran bioetanol di Indonesia, alias bahan bakar nabati (BBN) yang berpotensi untuk digunakan sebagai pengganti Pertalite.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis di Pertamina New & Renewable Energy (NRE) Fadli Rahman mengungkapkan produksi bahan bakar bioetanol masih menjadi tantangan lantaran bahan baku pembuatan bahan bakar nol kandungan sulfur tersebut masih harus impor.
"Bioetnol bisa mengurangi impor BBM, emisi, tapi yang harus kita lihat bahwa bioetanol berasal dari jagung, gula, yang semuanya impor. Jadi kurang semua bahan-bahannya dan akhirnya berperang sama ketahanan pangan," ujar Fadli saat berkunjung ke iNews Media Group, di iNews Tower, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Baca Juga: Penjualan Kredit Karbon Pertamina NRE Naik Capai 565.000 Ton CO2e
Selain karena kurangnya ketersediaan bahan baku, produksi bioetanol di Indonesia sulit dilakukan karena belum adanya industri yang masif. Selain itu, butuh waktu yang cukup lama untuk bisa meramu bioetanol secara sempurna.
"Itu butuh waktu bisa 20 tahun. Jadi memang akuisisi itu penting untuk memastikan adanya supplier," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, implementasi bioetanol sebagai campuran BBM telah dimulai oleh Pertamina melalui produk Pertamax Green 95 yang secara resmi rencananya akan diluncurkan tahun ini. Langkah tersebut sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor transportasi melalui penyediaan BBN.
Baca Juga: Pertamina-Toyota Kolaborasi Bangun Ekosistem Hidrogen di Indonesia, Untuk Apa?
Pemerintah mendorong penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar transportasi dengan harapan langkah ini dapat mengurangi impor BBM nasional, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan GDP serta berkontribusi pada penurunan emisi dalam jangka panjang.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis di Pertamina New & Renewable Energy (NRE) Fadli Rahman mengungkapkan produksi bahan bakar bioetanol masih menjadi tantangan lantaran bahan baku pembuatan bahan bakar nol kandungan sulfur tersebut masih harus impor.
"Bioetnol bisa mengurangi impor BBM, emisi, tapi yang harus kita lihat bahwa bioetanol berasal dari jagung, gula, yang semuanya impor. Jadi kurang semua bahan-bahannya dan akhirnya berperang sama ketahanan pangan," ujar Fadli saat berkunjung ke iNews Media Group, di iNews Tower, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Baca Juga: Penjualan Kredit Karbon Pertamina NRE Naik Capai 565.000 Ton CO2e
Selain karena kurangnya ketersediaan bahan baku, produksi bioetanol di Indonesia sulit dilakukan karena belum adanya industri yang masif. Selain itu, butuh waktu yang cukup lama untuk bisa meramu bioetanol secara sempurna.
"Itu butuh waktu bisa 20 tahun. Jadi memang akuisisi itu penting untuk memastikan adanya supplier," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, implementasi bioetanol sebagai campuran BBM telah dimulai oleh Pertamina melalui produk Pertamax Green 95 yang secara resmi rencananya akan diluncurkan tahun ini. Langkah tersebut sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor transportasi melalui penyediaan BBN.
Baca Juga: Pertamina-Toyota Kolaborasi Bangun Ekosistem Hidrogen di Indonesia, Untuk Apa?
Pemerintah mendorong penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar transportasi dengan harapan langkah ini dapat mengurangi impor BBM nasional, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan GDP serta berkontribusi pada penurunan emisi dalam jangka panjang.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda