Ekspor Pertanian Capai Rp552,4 Triliun Menjadi Andalan Perekonomian Nasional
Kamis, 17 Oktober 2024 - 20:55 WIB
JAKARTA - Kinerja sektor pertanian Indonesia terus menunjukkan performa yang gemilang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pertanian pada 2023 berhasil mencapai Rp552,4 triliun. Hal ini menjadi bukti kuatnya potensi ekspor produk pertanian Indonesia di pasar internasional. Capaian ini mencakup produk pertanian segar maupun olahan yang terus diminati di pasar global.
Menanggapi nilai impor pertanian yang mencapai USD 7,58 miliar pada Agustus 2024, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Moch. Arief Cahyono menjelaskan,sebagian besar impor ini didominasi oleh komoditas yang tumbuh optimal di negara sub tropis seperti biji gandum atau yang masih belum mencukupi produksinya seperti kedelai. Gandum sebagai bahan baku utama roti dan mi, serta kedelai yang digunakan untuk produksi tempe dan tahu.
Arief menegaskan bahwa hal ini tidak menurunkan kinerja sektor pertanian secara keseluruhan. “Angka impor USD 7,58 miliar ini, jika dirupiahkan, hanya setara dengan sekitar Rp117,4 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan ekspor pertanian kita yang mencapai Rp552,4 triliun pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada impor untuk komoditas tertentu, sektor pertanian kita masih mampu menghasilkan surplus dari ekspor produk unggulan, seperti kopi, kakao, rempah-rempah, serta minyak kelapa sawit,” tuturnya.
Menurut Arief, pertanian di bawah komando Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tidak hanya fokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga konsisten mendorong hilirisasi produk pertanian agar dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang diekspor. Dengan fokus pada produk olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi, ekspor pertanian diharapkan terus tumbuh dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
“Ke depan Pak Mentan ingin kita tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga memperkuat produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Langkah ini penting untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional dan mengurangi ketergantungan pada impor,” kata Arief.
Indonesia memiliki berbagai komoditas unggulan yang masih dapat terus ditingkatkan value nya agar berkontribusi lebih tinggi lagi bagi perekonomian nasional, misalnya minyak sawit yang menjadi nomor satu di dunia yang potensinya dapat ditingkatkan hingga 70 juta ton atau Rp959,8 trilliun pada tahun 2029. Kelapa nomor dua di dunia dengan potensi 3,75 juta ton atau Rp60 trilliun, begitupun untuk komoditas ekspor lainnya.
Dengan pendekatan yang komprehensif antara hulu dan hilir, Kementerian Pertanian optimis bahwa sektor pertanian Indonesia akan terus berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, baik melalui peningkatan ekspor maupun pengembangan industri pangan dalam negeri yang lebih kuat.
“Ekspor pertanian tetap menjadi andalan dan terus menunjukkan tren yang positif. Kami akan terus memastikan agar sektor ini berkembang secara berkelanjutan dan mampu bersaing di kancah global,” ucapnya.
Sementara itu, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, secara kumulatif nilai ekspor CPO dan turunannya adalah US$1,38 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp 15.515) pada September 2024. Di sisi lain, Amalia mengatakan dari sisi harga CPO dan turunannya sendiri di tingkat global pada September 2024 mengalami peningkatan menjadi US$932,05 per ton dari bulan sebelumnya sebesar US$898,90 per ton.
Menanggapi nilai impor pertanian yang mencapai USD 7,58 miliar pada Agustus 2024, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Moch. Arief Cahyono menjelaskan,sebagian besar impor ini didominasi oleh komoditas yang tumbuh optimal di negara sub tropis seperti biji gandum atau yang masih belum mencukupi produksinya seperti kedelai. Gandum sebagai bahan baku utama roti dan mi, serta kedelai yang digunakan untuk produksi tempe dan tahu.
Arief menegaskan bahwa hal ini tidak menurunkan kinerja sektor pertanian secara keseluruhan. “Angka impor USD 7,58 miliar ini, jika dirupiahkan, hanya setara dengan sekitar Rp117,4 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan ekspor pertanian kita yang mencapai Rp552,4 triliun pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada impor untuk komoditas tertentu, sektor pertanian kita masih mampu menghasilkan surplus dari ekspor produk unggulan, seperti kopi, kakao, rempah-rempah, serta minyak kelapa sawit,” tuturnya.
Menurut Arief, pertanian di bawah komando Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tidak hanya fokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga konsisten mendorong hilirisasi produk pertanian agar dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang diekspor. Dengan fokus pada produk olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi, ekspor pertanian diharapkan terus tumbuh dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
“Ke depan Pak Mentan ingin kita tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga memperkuat produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Langkah ini penting untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional dan mengurangi ketergantungan pada impor,” kata Arief.
Indonesia memiliki berbagai komoditas unggulan yang masih dapat terus ditingkatkan value nya agar berkontribusi lebih tinggi lagi bagi perekonomian nasional, misalnya minyak sawit yang menjadi nomor satu di dunia yang potensinya dapat ditingkatkan hingga 70 juta ton atau Rp959,8 trilliun pada tahun 2029. Kelapa nomor dua di dunia dengan potensi 3,75 juta ton atau Rp60 trilliun, begitupun untuk komoditas ekspor lainnya.
Dengan pendekatan yang komprehensif antara hulu dan hilir, Kementerian Pertanian optimis bahwa sektor pertanian Indonesia akan terus berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, baik melalui peningkatan ekspor maupun pengembangan industri pangan dalam negeri yang lebih kuat.
“Ekspor pertanian tetap menjadi andalan dan terus menunjukkan tren yang positif. Kami akan terus memastikan agar sektor ini berkembang secara berkelanjutan dan mampu bersaing di kancah global,” ucapnya.
Sementara itu, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, secara kumulatif nilai ekspor CPO dan turunannya adalah US$1,38 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp 15.515) pada September 2024. Di sisi lain, Amalia mengatakan dari sisi harga CPO dan turunannya sendiri di tingkat global pada September 2024 mengalami peningkatan menjadi US$932,05 per ton dari bulan sebelumnya sebesar US$898,90 per ton.
tulis komentar anda