Prabowo Saksikan Serah Terima Kepemimpinan Kaukus ASEAN-ABAC dari Indonesia ke Malaysia
Jum'at, 15 November 2024 - 13:03 WIB
“Dua hal yang terlintas di benak (saya) untuk Indonesia adalah industri digital dan industrialisasi hijau,” ujar Anindya.
“Agar Indonesia mencapai tingkat (pertumbuhan ekonomi) 8%, infrastruktur digital harus ada. Dan secara pribadi, saya juga fokus pada kapasitas bisnis kita dalam industrialisasi hijau. Karena di bawah tanah, Indonesia diberkati dengan critical minerals,” lanjut Anindya.
Anindya menekankan, untuk mendukung industri digital nasional, kebutuhan akan infrastruktur digital menjadi sangat penting dan mendasar bagi Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki sekitar 280 juta penduduk yang tersebar di 17.000-an pulau, dan memiliki lima pulau besar yaitu Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera, serta Papua.
Sementara berbicara mengenai critical minerals, menurut Anindya, Indonesia bukan hanya memiliki kandungan bahan bakar fosil, akan tetapi juga berlimpah kandungan tembaga, nikel, dan seng, yang berada di peringkat 5 besar di dunia dalam hal sumber daya alam.
“Jadi, kami bisa memproses critical minerals tersebut dengan potensi energi terbarukan di atas permukaan tanah kami di wilayah khatulistiwa. Kami memiliki geotermal, hidro, solar, angin, yang kami jaga sekaligus kami manfaatkan ke depan,” jelas Anindya.
Selain Anindya, panelis yang hadir dalam diskusi adalah Ketua dan CEO Kyndryl, Martin Shcroeter, Wakil Ketua Grupo Matte Bernardo Larrain Matte, CEO Hong Kong Exchanges & Clearing Limited (HKEX) Bonnie Y Chan, dan dimoderatori oleh Sandy Huang Fei, reporter televisi CGTN (China Global Television Network).
Sementara itu, Anindya juga hadir dalam acara “APEC CEOs Private Lunch” bersama PM Malaysia Anwar Ibrahim. Anindya hadir didampingi Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani, dan Anggota ABAC Indonesia, John Riady.
Sebelumnya, Rabu (13/11), Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Luar Negeri Kadin Indonesia Bernardino M. Vega turut menjadi pembicara dalam “NCAPEC (National Center for APEC ) Sustainable Future Forum”, di sesi panel diskusi bertema “Digging Deep for Sustainability – Advancing Responsible Practices and Technologies in Mining”.
Sebagai informasi, APEC adalah forum ekonomi terkemuka yang mewakili 21 negara dari seluruh Asia-Pasifik, yang secara kolektif menyumbang sekitar 60% dari PDB dunia dan hampir 50% dari perdagangan dunia. Didirikan pada tahun 1989, misi APEC adalah untuk mempromosikan perdagangan dan investasi bebas, mendorong integrasi ekonomi regional, dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Ke-21 negara anggota APEC adalah Indonesia, Australia, Brunai Darussalam, Kanada, Cile, China, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, China Taipei, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Hong Kong, Jepang dan Korea Selatan.
“Agar Indonesia mencapai tingkat (pertumbuhan ekonomi) 8%, infrastruktur digital harus ada. Dan secara pribadi, saya juga fokus pada kapasitas bisnis kita dalam industrialisasi hijau. Karena di bawah tanah, Indonesia diberkati dengan critical minerals,” lanjut Anindya.
Anindya menekankan, untuk mendukung industri digital nasional, kebutuhan akan infrastruktur digital menjadi sangat penting dan mendasar bagi Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki sekitar 280 juta penduduk yang tersebar di 17.000-an pulau, dan memiliki lima pulau besar yaitu Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera, serta Papua.
Sementara berbicara mengenai critical minerals, menurut Anindya, Indonesia bukan hanya memiliki kandungan bahan bakar fosil, akan tetapi juga berlimpah kandungan tembaga, nikel, dan seng, yang berada di peringkat 5 besar di dunia dalam hal sumber daya alam.
“Jadi, kami bisa memproses critical minerals tersebut dengan potensi energi terbarukan di atas permukaan tanah kami di wilayah khatulistiwa. Kami memiliki geotermal, hidro, solar, angin, yang kami jaga sekaligus kami manfaatkan ke depan,” jelas Anindya.
Selain Anindya, panelis yang hadir dalam diskusi adalah Ketua dan CEO Kyndryl, Martin Shcroeter, Wakil Ketua Grupo Matte Bernardo Larrain Matte, CEO Hong Kong Exchanges & Clearing Limited (HKEX) Bonnie Y Chan, dan dimoderatori oleh Sandy Huang Fei, reporter televisi CGTN (China Global Television Network).
Sementara itu, Anindya juga hadir dalam acara “APEC CEOs Private Lunch” bersama PM Malaysia Anwar Ibrahim. Anindya hadir didampingi Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani, dan Anggota ABAC Indonesia, John Riady.
Sebelumnya, Rabu (13/11), Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Luar Negeri Kadin Indonesia Bernardino M. Vega turut menjadi pembicara dalam “NCAPEC (National Center for APEC ) Sustainable Future Forum”, di sesi panel diskusi bertema “Digging Deep for Sustainability – Advancing Responsible Practices and Technologies in Mining”.
Sebagai informasi, APEC adalah forum ekonomi terkemuka yang mewakili 21 negara dari seluruh Asia-Pasifik, yang secara kolektif menyumbang sekitar 60% dari PDB dunia dan hampir 50% dari perdagangan dunia. Didirikan pada tahun 1989, misi APEC adalah untuk mempromosikan perdagangan dan investasi bebas, mendorong integrasi ekonomi regional, dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Ke-21 negara anggota APEC adalah Indonesia, Australia, Brunai Darussalam, Kanada, Cile, China, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, China Taipei, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Hong Kong, Jepang dan Korea Selatan.
tulis komentar anda