PPN Naik 12% di 2025, Ekonom Wanti-wanti Bisa Kerek Inflasi
Selasa, 19 November 2024 - 08:55 WIB
JAKARTA - Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menyoroti terkait rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai ( PPN ) jadi 12% pada 2025. Menurut dia kenaikan pajak tersebut akan mendorong kenaikan inflasi yang lebih besar, sedangkan pertumbuhan ekonomi akan tetap di tingkat 5%.
"Pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% dan ini memang akan mendorong kenaikan inflasi," ujar Josua dalam acara Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta, Senin (18/11/2024).
Dia memproyeksikan inflasi akan berada di kisaran 3% dengan mempertimbangkan potensi penurunan suku bunga yang cenderung terbatas tahun depan.
Di sisi lain, terdapat tiga fenomena global yang bisa berdampak pada ekonomi Indonesia, seperti konflik geopolitik, pelemahan ekonomi China dan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
"Pertama, perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan. Selain itu, konflik Palestina dan Israel serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih terjadi," kata dia.
Kedua, perlambatan ekonomi China. Josua menggarisbawahi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu menunjukan tren perlambatan, di mana pertumbuhannya di bawah 5% pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7% dan 4,6% secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 dan kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi China yang melambat bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
"China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara. Tentunya ini akan berimbas langsung ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi ekonomi China terus mengalami perlambatan," ungkap Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan bakal menerapkan kebijakan yang cenderung ke dalam atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada produk China kemungkinan akan diterapkan. Akibatnya, pemerintah China diproyeksikan bakal memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar yuan.
"Pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% dan ini memang akan mendorong kenaikan inflasi," ujar Josua dalam acara Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta, Senin (18/11/2024).
Dia memproyeksikan inflasi akan berada di kisaran 3% dengan mempertimbangkan potensi penurunan suku bunga yang cenderung terbatas tahun depan.
Di sisi lain, terdapat tiga fenomena global yang bisa berdampak pada ekonomi Indonesia, seperti konflik geopolitik, pelemahan ekonomi China dan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
"Pertama, perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan. Selain itu, konflik Palestina dan Israel serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih terjadi," kata dia.
Kedua, perlambatan ekonomi China. Josua menggarisbawahi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu menunjukan tren perlambatan, di mana pertumbuhannya di bawah 5% pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7% dan 4,6% secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 dan kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi China yang melambat bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
"China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara. Tentunya ini akan berimbas langsung ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi ekonomi China terus mengalami perlambatan," ungkap Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan bakal menerapkan kebijakan yang cenderung ke dalam atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada produk China kemungkinan akan diterapkan. Akibatnya, pemerintah China diproyeksikan bakal memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar yuan.
(nng)
tulis komentar anda