Rupiah Hari Ini Masih Terkapar Rp16.001/USD usai Diterpa Kenaikan PPN Jadi 12%

Senin, 16 Desember 2024 - 18:17 WIB
Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini masih terkapar di posisi Rp16.001 per dolar AS usai diterpa sentimen domestik setelah Pemerintah resmi memberlakukan kenaikan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Foto/Dok
JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini masih terkapar di posisi Rp16.001 per dolar AS, meski begitu kurs rupiah ini terpantau menguat tipis 7 poin atau 0,04% bila dibandingkan sebelumnya yang terdepresiasi Rp16.008 per USD.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh sentimen eksternal yaitu para pedagang tetap waspada terhadap penguatan dolar AS sebelum pertemuan Fed minggu ini.



"Bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan pada hari Rabu, sehingga suku bunga akan turun total 100 bps pada tahun 2024," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (16/12/2024).



Pelemahan kurs rupiah juga terlihat pada data JISDOR BI, usai jatuh ke level Rp16.019. Pelemahan ini melanjutkan sesi sebelumnya, dimana rupiah pada akhir pekan kemarin bertengger di Rp15.987 per USD.

Namun prospek suku bunga bank sentral akan diawasi dengan ketat, terutama mengingat data terbaru yang menunjukkan inflasi meningkat pada bulan November, sementara pasar tenaga kerja tetap kuat. The Fed diperkirakan akan memberi sinyal lebih hati-hati atas pelonggaran di masa mendatang, yang dapat membuat suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang.

Di Asia, BOJ diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini minggu ini, karena para pejabat mencari lebih banyak waktu untuk mengevaluasi risiko global dan prospek pertumbuhan upah pada tahun 2024. Hal ini berbeda dengan ekspektasi sebelumnya tentang kenaikan suku bunga.

Kementerian Keuangan Korea Selatan berjanji pada hari Minggu untuk terus menerapkan langkah-langkah stabilisasi pasar dengan cepat sebagaimana diperlukan untuk mendukung ekonomi setelah pemakzulan.

Sementara itu produksi industri China tumbuh seperti yang diharapkan pada bulan November karena langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing mendukung aktivitas bisnis, data menunjukkan pada hari Senin. Namun, penjualan ritel tidak mencapai perkiraan, mencerminkan pelemahan yang sedang berlangsung dalam belanja konsumen meskipun ada dukungan kebijakan.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More