Rudi Rubiandini: Harga BBM Seharusnya Turun Rp2.000 per Liter
Minggu, 03 Mei 2020 - 19:45 WIB
Penurunan harga BBM juga berlaku bagi seluruh badan usaha, baik itu Pertamina, Shell, Total, AKR, BP dan ExxonMobil. Adapun penurunan harga BBM dengan rata-rata Rp2.000 per liter bulan ini menyasar seluruh produk BBM yang dijual eceran oleh badan usaha.
"Mengacu pada konsistensi aturan yang dibuat oleh Pak Arifin Tasrif, seharusnya mulai 1 Mei 2020 ini seluruh badan usaha, baik itu AKR, Pertamina, Shell Total maupun badan usaha lain harus sudah bisa menurunkan harga," tandasnya, Minggu (3/5/2020).
Doktor lulusan Technische Universitat Claustal, Jerman itu juga menyampaikan harga BBM di Indonesia masih jauh lebih mahal ketimbang Malaysia. Mahalnya harga BBM di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh regulasi parameter perhitungan formula harga yang dibuat oleh Menteri ESDM.
"Kalau di Malaysia, itu menggunakan parameter setiap satu mingggu sehingga fluktuasinya benar-benar terasa ketika harga minyak turun drastis. Sedangkan di Indonesia tidak, karena menghitungnya menggunakan parameter dua bulan sebelumnya. Itu yang jadi masalah," kata dia.
Menurut dia, parameter perhitungan harga BBM di dalam negeri selalu berbeda-beda. Untuk saat ini, parameter perhitungan harga BBM didasarkan pada Kepmen ESDM) No. 62K/MEM/2020 yakni penetapan harga BBM dihitung berdasarkan formula harga dua bulan sebelumnya. Mengacu pada regulasi itu, maka harga BBM di Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan Malaysia.
Dia mencontohkan, untuk harga BBM setara Pertamax saja yang seharusnya pada awal Mei ini turun masih bertengger di harga Rp9.000 per liter. Padahal sesuai perhitungan Kepmen ESDM seharusnya turun menjadi Rp7.100 per liter. Pada akhirnya kondisi itu membuat harga BBM di Indonesia jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan Malaysia.
Rudi pun menyebut, rata-rata harga jual eceran BBM di Malaysia berada di kisaran Rp4.500 per liter di bawah harga keekonomian rata-rata sebesar Rp5.500 per liter.
Murahnya harga jual produk BBM di Malaysia tersebut disamping parameter formula harga ditentukan setiap pekan tapi juga diberikan subsidi.
"Subsidinya memang kecil sekitar Rp1 triliun, tapi manfaatnya besar bisa menekan harga keekonomian dari Rp5.500 per liter turun menjadi sekitar Rp4.500 per liter," jelasnya.
"Mengacu pada konsistensi aturan yang dibuat oleh Pak Arifin Tasrif, seharusnya mulai 1 Mei 2020 ini seluruh badan usaha, baik itu AKR, Pertamina, Shell Total maupun badan usaha lain harus sudah bisa menurunkan harga," tandasnya, Minggu (3/5/2020).
Doktor lulusan Technische Universitat Claustal, Jerman itu juga menyampaikan harga BBM di Indonesia masih jauh lebih mahal ketimbang Malaysia. Mahalnya harga BBM di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh regulasi parameter perhitungan formula harga yang dibuat oleh Menteri ESDM.
"Kalau di Malaysia, itu menggunakan parameter setiap satu mingggu sehingga fluktuasinya benar-benar terasa ketika harga minyak turun drastis. Sedangkan di Indonesia tidak, karena menghitungnya menggunakan parameter dua bulan sebelumnya. Itu yang jadi masalah," kata dia.
Menurut dia, parameter perhitungan harga BBM di dalam negeri selalu berbeda-beda. Untuk saat ini, parameter perhitungan harga BBM didasarkan pada Kepmen ESDM) No. 62K/MEM/2020 yakni penetapan harga BBM dihitung berdasarkan formula harga dua bulan sebelumnya. Mengacu pada regulasi itu, maka harga BBM di Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan Malaysia.
Dia mencontohkan, untuk harga BBM setara Pertamax saja yang seharusnya pada awal Mei ini turun masih bertengger di harga Rp9.000 per liter. Padahal sesuai perhitungan Kepmen ESDM seharusnya turun menjadi Rp7.100 per liter. Pada akhirnya kondisi itu membuat harga BBM di Indonesia jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan Malaysia.
Rudi pun menyebut, rata-rata harga jual eceran BBM di Malaysia berada di kisaran Rp4.500 per liter di bawah harga keekonomian rata-rata sebesar Rp5.500 per liter.
Murahnya harga jual produk BBM di Malaysia tersebut disamping parameter formula harga ditentukan setiap pekan tapi juga diberikan subsidi.
"Subsidinya memang kecil sekitar Rp1 triliun, tapi manfaatnya besar bisa menekan harga keekonomian dari Rp5.500 per liter turun menjadi sekitar Rp4.500 per liter," jelasnya.
(bon)
tulis komentar anda