Utang Luar Negeri Rp6.373,9 T, Ekonom: Waspadai Potensi Krisis
Rabu, 15 April 2020 - 13:24 WIB
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudistira menilai utang luar negeri yang mencapai USD407,5 miliar atau senilai Rp6.373,9 triliun (kurs rupiah sekitar Rp15.641) berpotensi menyebabkan krisis.
Sebagai infomaris, Bank Indonesia (BI) mencatat Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2020 tumbuh melambat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Februari 2020 sebesar USD407,5 miliar yang terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD203,3 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD204,2 miliar
"ULN menjadi faktor yang harus diperhatikan karena bisa menyebabkan dampak krisis semakin besar ke ekonomi. Risiko terjadinya currency missmatch atau selisih kurs ketika rupiah melemah akan membuat beban pembayaran ULN naik," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Dia melanjutkan, di tengah situasi darurat pandemi Covid-19, bukan tidak mungkin lembaga pemeringkat melakukan downgrade karena tingginya risiko gagal bayar ULN swasta. "Padahal tidak semua swasta yang memiliki ULN melakukan hedging," jelasnya.
Dia melanjutkan ULN Pemerintah yang naik tinggi menimbulkan konsekuensi pada rasio antara beban bunga utang dan belanja pemerintah meningkat. "Ini dikhawatirkan pada saat recovery ke depan, bukan tidak mungkin pemerintah akan potong subsidi dan belanja esensial untuk bayar bunga utang. Kemudian tren gali lubang tutup lubang ke depannya akan membengkak," imbuhnya.
Sementara, Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan utang yang mencapai Rp6.373,9 triliun masih cukup aman. "Untuk menganalisis ULN jangan dilihat levelnya, lihat rasionya lihat pertumbuhan nya. Bedakan antara ULN pemerintah dan swasta, yang namanya utang itu aman selama mampu bayar. Saya berpendapat ULN pemerintah masih relatif aman karena pemerintah masih mampu bayar, yang perlu diawasi adalah utang swasta," jelasnya.
Sebagai infomaris, Bank Indonesia (BI) mencatat Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2020 tumbuh melambat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Februari 2020 sebesar USD407,5 miliar yang terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD203,3 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD204,2 miliar
"ULN menjadi faktor yang harus diperhatikan karena bisa menyebabkan dampak krisis semakin besar ke ekonomi. Risiko terjadinya currency missmatch atau selisih kurs ketika rupiah melemah akan membuat beban pembayaran ULN naik," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Dia melanjutkan, di tengah situasi darurat pandemi Covid-19, bukan tidak mungkin lembaga pemeringkat melakukan downgrade karena tingginya risiko gagal bayar ULN swasta. "Padahal tidak semua swasta yang memiliki ULN melakukan hedging," jelasnya.
Dia melanjutkan ULN Pemerintah yang naik tinggi menimbulkan konsekuensi pada rasio antara beban bunga utang dan belanja pemerintah meningkat. "Ini dikhawatirkan pada saat recovery ke depan, bukan tidak mungkin pemerintah akan potong subsidi dan belanja esensial untuk bayar bunga utang. Kemudian tren gali lubang tutup lubang ke depannya akan membengkak," imbuhnya.
Sementara, Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan utang yang mencapai Rp6.373,9 triliun masih cukup aman. "Untuk menganalisis ULN jangan dilihat levelnya, lihat rasionya lihat pertumbuhan nya. Bedakan antara ULN pemerintah dan swasta, yang namanya utang itu aman selama mampu bayar. Saya berpendapat ULN pemerintah masih relatif aman karena pemerintah masih mampu bayar, yang perlu diawasi adalah utang swasta," jelasnya.
(fai)
tulis komentar anda