IMF Proyeksi Ekonomi RI Hanya 0,5% di 2020
Rabu, 15 April 2020 - 17:49 WIB
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan negara-negara berkembang akan cenderung negatif. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya mampu tumbuh 0,5% pada tahun 2020 akibat terdampak wabah corona atau Covid-19.
Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 5,1%. Namun proyeksi ini jauh lebih baik dibandingkan Thailand yang mencapai -6,7%. Sedangkan pertumbuhan negatif juga terjadi di Eropa (–5,2%), Rusia (–5,5 %), Timur Tengah dan Asia Tengah (–2,8%), dengan perkiraan pertumbuhan Arab Saudi pada –2,3%.
IMF mengatakan bahwa dampak dari pandemic Covid-19 telah mengganggu rantai pasok dunia, pengetatan kondisi pasar keuangan global, pergeseran belanja dan adanya perubahan perilaku ditambah tekanan dari harga komoditas yang fluktuatif.
Tak hanya itu, dalam laoporannya IMF memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) Indonesia pada tahun 2020 diproyeksi melebar hingga 3,2% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kemudian tahun 2021, CAD mulai menurun menjadi 2,7%.
Sedangkan untuk ekonomi global, menurut IMF akan ada kontraksi sebesar 3% tahun ini, jauh lebih buruk daripada selama krisis keuangan global 2009. Pasalnya pandemi menempatkan ekonomi global dalam risiko resesi terburuk sejak Depresi Besar 1930.
"Diantara negara-negara berkembang, semua negara menghadapi krisis kesehatan, guncangan permintaan eksternal, pengetatan keuangan global, dan penurunan harga komoditas. Mereka akan memiliki dampak parah pada kegiatan ekonomi di eksportir komoditas," tulis IMF dalam laporannya ‘World Economic Outlook: The Great Lockdown’ yang diterima SINDOnews di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi anjlok tersebut juga sejalan dengan proyeksi ekonomi global, yang bahkan mengalami resesi atau minus 3% di tahun ini. "Proyeksi ini jauh lebih buruk dibandingkan krisis keuangan global 2008-2009, bahkan terburuk sejak 1930," katanya.
Lalu untuk negara berkembang di Asia diproyeksikan menjadi satu-satunya wilayah dengan tingkat pertumbuhan positif pada tahun 2020 sebesar 1,0% , 5 persentase poin di bawah rata-rata pertumbuhan pada dekade sebelumnya.
Indikator ekonomi China seperti produksi industri, penjualan ritel, dan investasi aset tetap menunjukkan kontraksi dalam kegiatan ekonomi pada kuartal pertama bisa sekitar 8% secara tahunan. Adapun recovernya diprediksi baru akan terjadi pada tahun 2021, namun persentasenya masih akan cukup rendah.
"Pertumbuhan global diperkirakan akan pulih ke 5,8% pada 2021, mencerminkan normalisasi kegiatan ekonomi dari tingkat yang sangat rendah. Tahun depan, kelompok ekonomi maju diperkirakan tumbuh 4,5%, sementara pertumbuhan untuk pasar negara berkembang dan kelompok ekonomi berkembang diperkirakan 6,6%," bebernya.
Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 5,1%. Namun proyeksi ini jauh lebih baik dibandingkan Thailand yang mencapai -6,7%. Sedangkan pertumbuhan negatif juga terjadi di Eropa (–5,2%), Rusia (–5,5 %), Timur Tengah dan Asia Tengah (–2,8%), dengan perkiraan pertumbuhan Arab Saudi pada –2,3%.
IMF mengatakan bahwa dampak dari pandemic Covid-19 telah mengganggu rantai pasok dunia, pengetatan kondisi pasar keuangan global, pergeseran belanja dan adanya perubahan perilaku ditambah tekanan dari harga komoditas yang fluktuatif.
Tak hanya itu, dalam laoporannya IMF memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) Indonesia pada tahun 2020 diproyeksi melebar hingga 3,2% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kemudian tahun 2021, CAD mulai menurun menjadi 2,7%.
Sedangkan untuk ekonomi global, menurut IMF akan ada kontraksi sebesar 3% tahun ini, jauh lebih buruk daripada selama krisis keuangan global 2009. Pasalnya pandemi menempatkan ekonomi global dalam risiko resesi terburuk sejak Depresi Besar 1930.
"Diantara negara-negara berkembang, semua negara menghadapi krisis kesehatan, guncangan permintaan eksternal, pengetatan keuangan global, dan penurunan harga komoditas. Mereka akan memiliki dampak parah pada kegiatan ekonomi di eksportir komoditas," tulis IMF dalam laporannya ‘World Economic Outlook: The Great Lockdown’ yang diterima SINDOnews di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi anjlok tersebut juga sejalan dengan proyeksi ekonomi global, yang bahkan mengalami resesi atau minus 3% di tahun ini. "Proyeksi ini jauh lebih buruk dibandingkan krisis keuangan global 2008-2009, bahkan terburuk sejak 1930," katanya.
Lalu untuk negara berkembang di Asia diproyeksikan menjadi satu-satunya wilayah dengan tingkat pertumbuhan positif pada tahun 2020 sebesar 1,0% , 5 persentase poin di bawah rata-rata pertumbuhan pada dekade sebelumnya.
Indikator ekonomi China seperti produksi industri, penjualan ritel, dan investasi aset tetap menunjukkan kontraksi dalam kegiatan ekonomi pada kuartal pertama bisa sekitar 8% secara tahunan. Adapun recovernya diprediksi baru akan terjadi pada tahun 2021, namun persentasenya masih akan cukup rendah.
"Pertumbuhan global diperkirakan akan pulih ke 5,8% pada 2021, mencerminkan normalisasi kegiatan ekonomi dari tingkat yang sangat rendah. Tahun depan, kelompok ekonomi maju diperkirakan tumbuh 4,5%, sementara pertumbuhan untuk pasar negara berkembang dan kelompok ekonomi berkembang diperkirakan 6,6%," bebernya.
(ant)
tulis komentar anda