Kenaikan Cukai Rokok Diminta Harus Perhatikan Juga Inflasi dan Pertumbuhan
Selasa, 27 Oktober 2020 - 15:15 WIB
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) dengan tegas menolak kenaikan cukai rokok yang eksesif di 2021 dengan proyeksi angka sebesar 17 – 19% oleh Pemerintah. AMTI mengungkapkan Industri Hasil Tembakau (IHT) masuk pada industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir. Tak hanya itu, IHT merupakan sumber utama penerimaan cukai negara.
(Baca Juga: Curhat Pekerja Rokok Tembakau Tercekik Kenaikan Cukai di Tengah Pandemi )
Ketua Umum AMTI Budidoyo menjelaskan, ketika pemerintah menaikkan cukai sebesar 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok sebesar 35% di akhir 2019. Masyarakat tembakau di Indonesia merasakan imbasnya, mulai dari serapan pembelian tembakau dan cengkih sebagai bahan baku dalam industri rokok hingga produksi rokok telah mengalami penurunan yang signifikan.
“Turunnya produksi dan penjualan rokok ini, turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih serta pekerja linting rokok. Apalagi situasi Pandemi Covid-19 yang memukul global dan nasional, sedikit banyak telah menggangu geliat IHT beserta petani yang terlibat di dalamnya,” jelas Budidoyo di Jakarta.
Untuk itu Budidoyo meminta kenaikan cukai sebaiknya disesuaikan dengan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, atau single digit. Berdasarkan proyeksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penurunan volume IHT secara industri diperkirakan mencapai 15-16% atau setara lebih dari 50 miliar batang hingga akhir 2020.
Penurunan volume tersebut berdampak besar bagi kelangsungan hidup para petani tembakau karena berimbas pada berkurangnya serapan tembakau sebesar 50.000 ton tembakau pada 50.000 hektar lahan tembakau
“Kurang bijaksana jika upaya memaksimalkan penerimaan negara hanya dibebankan kepada industri hasil tembakau. Untuk itu Pemerintah perlu menjelaskan secara transparan dan rasional alasan untuk menaikkan tarif cukai yang tinggi di saat kinerja IHT anjlok hingga dua digit,” kata Budidoyo.
(Baca Juga: Awas! Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Bisa Bikin Peredaran Rokok Ilegal Makin Marak )
Atas pertimbangan diatas, AMTI mendesak Presiden Joko Widodo beserta jajaran. terutama Kementerian Keuangan, untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan cukai rokok dan memberikan perlindungan terhadap Sigaret Kretek Tangan demi kelangsungan hidup pekerja linting dan juga petani tembakau dan cengkih. Caranya yaitu dengan tidak menaikkan tarif cukai untuk segmen SKT.
Patut diingat bahwa jumlah tembakau dan cengkih yang terkandung dalam SKT lebih banyak ketimbang rokok mesin. Kenaikan tarif cukai yang tinggi akan menyebabkan volume industri semakin anjlok yang berakibat pada berkurangnya serapan daun tembakau dan cengkih sehingga dapat memicu kemiskinan di daerah sentra industri tembakau.
"Alih-alih menaikkan cukai secara tinggi, pemerintah sebaiknya memastikan IHT dapat diperlakukan secara adil dengan persaingan yang sehat sehingga dapat terus bertahan di tengah resesi ekonomi ini," katanya.
(Baca Juga: Curhat Pekerja Rokok Tembakau Tercekik Kenaikan Cukai di Tengah Pandemi )
Ketua Umum AMTI Budidoyo menjelaskan, ketika pemerintah menaikkan cukai sebesar 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok sebesar 35% di akhir 2019. Masyarakat tembakau di Indonesia merasakan imbasnya, mulai dari serapan pembelian tembakau dan cengkih sebagai bahan baku dalam industri rokok hingga produksi rokok telah mengalami penurunan yang signifikan.
“Turunnya produksi dan penjualan rokok ini, turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih serta pekerja linting rokok. Apalagi situasi Pandemi Covid-19 yang memukul global dan nasional, sedikit banyak telah menggangu geliat IHT beserta petani yang terlibat di dalamnya,” jelas Budidoyo di Jakarta.
Untuk itu Budidoyo meminta kenaikan cukai sebaiknya disesuaikan dengan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, atau single digit. Berdasarkan proyeksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penurunan volume IHT secara industri diperkirakan mencapai 15-16% atau setara lebih dari 50 miliar batang hingga akhir 2020.
Penurunan volume tersebut berdampak besar bagi kelangsungan hidup para petani tembakau karena berimbas pada berkurangnya serapan tembakau sebesar 50.000 ton tembakau pada 50.000 hektar lahan tembakau
“Kurang bijaksana jika upaya memaksimalkan penerimaan negara hanya dibebankan kepada industri hasil tembakau. Untuk itu Pemerintah perlu menjelaskan secara transparan dan rasional alasan untuk menaikkan tarif cukai yang tinggi di saat kinerja IHT anjlok hingga dua digit,” kata Budidoyo.
(Baca Juga: Awas! Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Bisa Bikin Peredaran Rokok Ilegal Makin Marak )
Atas pertimbangan diatas, AMTI mendesak Presiden Joko Widodo beserta jajaran. terutama Kementerian Keuangan, untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan cukai rokok dan memberikan perlindungan terhadap Sigaret Kretek Tangan demi kelangsungan hidup pekerja linting dan juga petani tembakau dan cengkih. Caranya yaitu dengan tidak menaikkan tarif cukai untuk segmen SKT.
Patut diingat bahwa jumlah tembakau dan cengkih yang terkandung dalam SKT lebih banyak ketimbang rokok mesin. Kenaikan tarif cukai yang tinggi akan menyebabkan volume industri semakin anjlok yang berakibat pada berkurangnya serapan daun tembakau dan cengkih sehingga dapat memicu kemiskinan di daerah sentra industri tembakau.
"Alih-alih menaikkan cukai secara tinggi, pemerintah sebaiknya memastikan IHT dapat diperlakukan secara adil dengan persaingan yang sehat sehingga dapat terus bertahan di tengah resesi ekonomi ini," katanya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda