Regulasi Penyiaran Digodok, Ada Kewajiban 20% Konten Lokal
Senin, 16 November 2020 - 15:59 WIB
JAKARTA - Pemerintah tengah menggodok aturan baru perihal industri penyiaran dalam negeri . Regulasi baru tersebut merupakan langkah penyesuaian dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law khususnya bagi industri penyiaran di Indonesia.
Salah satu poin dalam aturan baru itu adalah presentase konten lokal sebesar 20 persen dalam sistem siaran jaringan (SSJ) lembaga penyiaran nasional. Dengan kata lain, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) atau stasiun televisi swasta akan diwajibkan menanyangkan 20 persen konten lokal dari total jam tayang per hari. Meski begitu, presentase 20 persen dari jam tayang masih berupa opsi yang diberikan pemerintah.
Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ahmad M Ramli menyebut, opsi tersebut masih relevan diterapkan oleh setiap LPS. Meski begitu, opsi ini masih dibahan dengan melibatkan sejumlah pelaku industri penyiaran untuk diberikan masukannya.
"Konten lokal masih kita bahas. Kita juga menyerap aspirasi bahwa dengan kita membuka siaran itu menjadi nasioanl, maka masih relevan kita menerapkan hal itu, tapi berapa presentasenya dan bagaiaman formulasinya ke depan masih kita bahas " ujar Ramli, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Dalam pertemuannya dengan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Ramli juga mengutarakan ada sejumlah masukan yang sudah disampaikan oleh pihak ATVSI. Dua diantaranya adalah opsi tetap diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005 yang mengatur bahwa sebanyak 10 persen konten lokal dalam SSJ. Serta, usulan TVRI sebagai lembaga penyiaran negara yang menjadi stasiun penyiaran khusus untuk konten lokal. "Di PP yang lama itu 10 persen. Tadi ada usul untuk dikembalikan kepda PP yang lama. Dan tadi juga ada usulan nanti TVRI yang menjadi stasiun penyiaran khusus untuk konten lokal. Ini masih dalam pertimbangan-pertimbangan nanti kita bahas kembali," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution mengatakan, 20 persen dalam SSJ lembaga penyiaran nasional tidak relevan dan sangat merugikan bagi LPS. "Konten lokal itu memang harus ada, tapi tidak sebesar 20 persen tadi, mungkin kita lihat dari sekian banyak TV, ada TV lokal dan TV nasional, kalau dikatakan 5 persen dari jam siaran itu sudah cukup, bayangkan di kalikan dengan jumlah TV di daerah tersebut, itu cukup banyak," kata dia.
Syafril menyebut, persoalan dari konten lokal adalah materinya. Di mana, materi dari konten lokal tidam mampu menarik pengiklan. "Iklan itu tergantung dari konten tadi, itukan timbul atau didapatkan dari konten. Kalau memang ada pemain baru atau pemain yang ada memiliki konten tidak menarik, iklan juga gak ini, jadi yang kita lulihat dari sisi iklannya tapi dari sisi materinya," ujar dia.
Salah satu poin dalam aturan baru itu adalah presentase konten lokal sebesar 20 persen dalam sistem siaran jaringan (SSJ) lembaga penyiaran nasional. Dengan kata lain, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) atau stasiun televisi swasta akan diwajibkan menanyangkan 20 persen konten lokal dari total jam tayang per hari. Meski begitu, presentase 20 persen dari jam tayang masih berupa opsi yang diberikan pemerintah.
Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ahmad M Ramli menyebut, opsi tersebut masih relevan diterapkan oleh setiap LPS. Meski begitu, opsi ini masih dibahan dengan melibatkan sejumlah pelaku industri penyiaran untuk diberikan masukannya.
"Konten lokal masih kita bahas. Kita juga menyerap aspirasi bahwa dengan kita membuka siaran itu menjadi nasioanl, maka masih relevan kita menerapkan hal itu, tapi berapa presentasenya dan bagaiaman formulasinya ke depan masih kita bahas " ujar Ramli, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Dalam pertemuannya dengan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Ramli juga mengutarakan ada sejumlah masukan yang sudah disampaikan oleh pihak ATVSI. Dua diantaranya adalah opsi tetap diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005 yang mengatur bahwa sebanyak 10 persen konten lokal dalam SSJ. Serta, usulan TVRI sebagai lembaga penyiaran negara yang menjadi stasiun penyiaran khusus untuk konten lokal. "Di PP yang lama itu 10 persen. Tadi ada usul untuk dikembalikan kepda PP yang lama. Dan tadi juga ada usulan nanti TVRI yang menjadi stasiun penyiaran khusus untuk konten lokal. Ini masih dalam pertimbangan-pertimbangan nanti kita bahas kembali," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution mengatakan, 20 persen dalam SSJ lembaga penyiaran nasional tidak relevan dan sangat merugikan bagi LPS. "Konten lokal itu memang harus ada, tapi tidak sebesar 20 persen tadi, mungkin kita lihat dari sekian banyak TV, ada TV lokal dan TV nasional, kalau dikatakan 5 persen dari jam siaran itu sudah cukup, bayangkan di kalikan dengan jumlah TV di daerah tersebut, itu cukup banyak," kata dia.
Syafril menyebut, persoalan dari konten lokal adalah materinya. Di mana, materi dari konten lokal tidam mampu menarik pengiklan. "Iklan itu tergantung dari konten tadi, itukan timbul atau didapatkan dari konten. Kalau memang ada pemain baru atau pemain yang ada memiliki konten tidak menarik, iklan juga gak ini, jadi yang kita lulihat dari sisi iklannya tapi dari sisi materinya," ujar dia.
(nng)
tulis komentar anda