Lima Jurus Fiskal agar Investasi Migas Kian Luber

Rabu, 02 Desember 2020 - 20:52 WIB
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Untuk memperbaiki serta meningkatkan iklim investasi industri hulu minyak dan gas bumi (migas) , Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan , dan SKK Migas, memberlakukan lima kebijakan fiskal . Langkah itu dinilai dapat mendukung pelaksanaan kegiatan migas baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pemberlakuan paket kebijakan tersebut untuk memperjelas sikap Pemerintah Indonesia dalam mendukung transformasi industri hulu migas untuk mencapai target jangka panjang dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Lima stimulus tersebut, pertama, penundaan pencadangan biaya kegiatan pasca-operasi atau abandonment and site restoration (ASR).



Dwi menyebut, pandemi Covid-19 telah memaksa banyak sektor strategis melemah, termasuk sektor migas. Dampak yang ditimbulkan dari pandemi tersebut telah memaksa perusahaan-perusahaan migas untuk mengatur kembali strategi anggarannya. ( Baca juga:Menakar Kekuatan Besar Zakat dalam Perang Melawan Covid-19 )

"Menyikapi kondisi tersebut, SKK Migas menunda sementara pembayaran pencadangan biaya kegiatan pasca-operasi tahun 2020," ujar Dwi, di Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Kedua, pengecualian PPN LNG melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Impor atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dikecualikan dari Kewajiban PPN. Tiga, pembebasan biaya sewa barang milik negara yang akan digunakan untuk kegiatan hulu migas.

Pada 28 September 2020, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 140/2020 Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/2019. Baik Kemenkeu, Kementerian ESDM, dan SKK Migas akan terus melakukan focus group fiscussion (FGD) untuk merumuskan petunjuk teknis pelaksanaan peraturan ini.

Keempat, Penerapan discounted gas price untuk volume penjualan di atas take or pay dan daily contract quantity.

Dwi mengatakan, dalam menyikapi kondisi ekonomi global yang melemah saat ini, maka diperlukan fleksibilitas dalam perjanjian penjualan gas jangka panjang dengan menerapkan potongan harga gas untuk volume penjualan di atas volume take or pay dan daily contract quantity.

"Kebijakan ini terutama diberlakukan pada kontrak gas yang tidak memiliki pembeli alternatif," kata dia. ( Baca juga:Duterte Izinkan Penggunaan Vaksin Covid-19 untuk Keperluan Darurat )

Lima, penerapan insentif investasi seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara, DMO harga penuh. Insentif ini telah diterapkan untuk mendukung skala ekonomi untuk seluruh wilayah kerja atau untuk bidang tertentu melalui persetujuan rencana pembangunan.

“Kami menyampaikan terima kasih atas dukungan pemerintah. Dengan adanya kebijakan fiskal tersebut diharapkan dapat membantu usaha peningkatan produksi, untuk mendukung keberlanjutan energi kita, utamanya pencapaian target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030,” ujar dia.
(uka)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More