Gendeng! Iklan Liar yang Menyelusup Saat Instal Aplikasi Tembus Rp2,1 Triliun
Selasa, 15 Desember 2020 - 16:37 WIB
JAKARTA - AppsFlyer meluncurkan Laporan Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020 yang menunjukkan ancaman dari pelaku kejahatan ad fraud bagi pemilik aplikasi di Indonesia. Perusahaan tersebut menganalisis 813 juta install yang tercatat di Indonesia pada Januari-September 2020.
Hasil riset menunjukkan meningkatnya kejahatan ad fraud atau kecurangan iklan . Ini tecermin dari nilai volume fraud per tahun di Indonesia yang diperkirakan lebih dari USD150 juta (setara Rp2,1 triliun, kurs Rp14.000). ( Baca juga:Bye Bye Gaji PNS Berdasarkan Golongan dan Pangkat, Tapi Tenang Masih Bisa Naik! )
Senior Customer Success Manager Area Asia Tenggara, AppsFlyer, Luthfi Anshari mengatakan ad fraud adalah ancaman yang serius, khususnya bagi aplikasi yang sudah populer. Faktanya, 10% dari penginstalan non-organik (NOI) di beberapa aplikasi terpopuler di Indonesia memiliki tingkat fraud mencapai 30%.
"Ancaman ad fraud tertinggi khususnya di aplikasi keuangan, pendidikan, makanan, dan minuman, serta layanan belanja. Terutama pada bulan April dan Mei lalu ketika instal aplikasi berada di angka puncaknya," ujar Luthfi dalam webinar Diskusi Media bersama AppsFlyer hari ini (15/12) di Jakarta.
Dia mengatakan, sebagian besar ad fraud dilakukan dengan robot internet atau Bots dengan porsi hingga 60% untuk hampir seluruh kategori aplikasi. Tidak hanya bots, tapi juga ada praktik smartphone yang dikelola dalam skala besar demi menciptakan akun palsu.
"Pemilik aplikasi, misalnya seperti gaming, awalnya senang karena penggunanya banyak dan aktif. Tapi ternyata itu adalah akun palsu. Bahkan ada praktik satu ruangan khusus untuk mengelola smartphone palsu itu," tambahnya.
Karena itu dia menilai duit hasil penipuan ad fraud yang mencapai USD150 juta di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para marketer dan pengembang aplikasi untuk kebutuhan bisnis lain. "Kerugian ini harusnya bisa dicegah dan dananya dapat digunakan untuk keperluan ekspansi bisnis," tambahnya. ( Baca juga:Sukses Main Sinetron Ikatan Cinta, Amanda Manopo Dapat Wejangan )
Data AppsFlyer juga menunjukkan Indonesia mengalami tingkat fraud pada kategori finance yang berfluktuasi pada periode 2019 dan 2020. Pada bulan Juli 2019, tingkat fraud mencapai 55% namun turun ke 38,2% di Oktober 2019.
Tingkat fraud terlihat meningkat lagi pada April 2020 di angka 63,3% namun menyusut menjadi 61,2% pada Mei di tahun yang sama. Faktor uang menjadi pemicu tingginya para pelaku menyasar aplikasi tersebut. Sedangkan secara global tingkat fraud yang relatif rendah terlihat di kategori Gaming.
Hasil riset menunjukkan meningkatnya kejahatan ad fraud atau kecurangan iklan . Ini tecermin dari nilai volume fraud per tahun di Indonesia yang diperkirakan lebih dari USD150 juta (setara Rp2,1 triliun, kurs Rp14.000). ( Baca juga:Bye Bye Gaji PNS Berdasarkan Golongan dan Pangkat, Tapi Tenang Masih Bisa Naik! )
Senior Customer Success Manager Area Asia Tenggara, AppsFlyer, Luthfi Anshari mengatakan ad fraud adalah ancaman yang serius, khususnya bagi aplikasi yang sudah populer. Faktanya, 10% dari penginstalan non-organik (NOI) di beberapa aplikasi terpopuler di Indonesia memiliki tingkat fraud mencapai 30%.
"Ancaman ad fraud tertinggi khususnya di aplikasi keuangan, pendidikan, makanan, dan minuman, serta layanan belanja. Terutama pada bulan April dan Mei lalu ketika instal aplikasi berada di angka puncaknya," ujar Luthfi dalam webinar Diskusi Media bersama AppsFlyer hari ini (15/12) di Jakarta.
Dia mengatakan, sebagian besar ad fraud dilakukan dengan robot internet atau Bots dengan porsi hingga 60% untuk hampir seluruh kategori aplikasi. Tidak hanya bots, tapi juga ada praktik smartphone yang dikelola dalam skala besar demi menciptakan akun palsu.
"Pemilik aplikasi, misalnya seperti gaming, awalnya senang karena penggunanya banyak dan aktif. Tapi ternyata itu adalah akun palsu. Bahkan ada praktik satu ruangan khusus untuk mengelola smartphone palsu itu," tambahnya.
Karena itu dia menilai duit hasil penipuan ad fraud yang mencapai USD150 juta di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para marketer dan pengembang aplikasi untuk kebutuhan bisnis lain. "Kerugian ini harusnya bisa dicegah dan dananya dapat digunakan untuk keperluan ekspansi bisnis," tambahnya. ( Baca juga:Sukses Main Sinetron Ikatan Cinta, Amanda Manopo Dapat Wejangan )
Data AppsFlyer juga menunjukkan Indonesia mengalami tingkat fraud pada kategori finance yang berfluktuasi pada periode 2019 dan 2020. Pada bulan Juli 2019, tingkat fraud mencapai 55% namun turun ke 38,2% di Oktober 2019.
Tingkat fraud terlihat meningkat lagi pada April 2020 di angka 63,3% namun menyusut menjadi 61,2% pada Mei di tahun yang sama. Faktor uang menjadi pemicu tingginya para pelaku menyasar aplikasi tersebut. Sedangkan secara global tingkat fraud yang relatif rendah terlihat di kategori Gaming.
(uka)
tulis komentar anda