Ekspor Mobil RI Dijegal Filipina, Ini Sikap Pemerintah
Kamis, 14 Januari 2021 - 20:45 WIB
JAKARTA - Kementerian Perdagangan akan terus melakukan berbagai langkah dan upaya agar ekspor mobil ke Filipina terbebas dari Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS). Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah Filipina harus menunjukkan bukti kuat kerugian negara tersebut akibat barang impor, termasuk dari Indonesia.
"Pengenaan BMTPS tersebut harus didasari bukti empiris yang kuat bahwa industri domestik Filipina mengalami kerugian serius akibat barang impor yang salah satunya berasal dari Indonesia," kata Mendag Lutfi di Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Saat ini, Otoritas Filipina memutuskan untuk melakukan pengenaan BMTPS untuk produk otomotif berupa mobil penumpang/kendaraan (passenger cars/vehicles, AHTN 8703), dan kendaraan komersial ringan (light commercial vehicles, AHTN 8704) untuk semua negara yang melakukan ekspor ke Filipina, salah satunya Indonesia. BMTPS tersebut berbentuk cash bond dengan nilai PHP 70.000/unit untuk mobil penumpang/kendaraan, dan PHP 110.000/unit untuk kendaraan komersial ringan.
Dalam surat resminya, Kementerian Perdagangan dan Industri (DTI) Filipina selaku otoritas penyelidikan menginformasikan bahwa pengenaan BMTPS akan berlaku selama 200 hari dimulai sejak dikeluarkannya customs order Filipina. Custom order tersebut diperkirakan dikeluarkan pada Januari 2021.
Dalam keputusan tersebut, Indonesia dikenakan BMTPS untuk produk mobil penumpang atau kendaraan dalam bentuk cash bond sekitar Rp20 juta/unit. Namun, dikecualikan untuk produk mobil penumpang impor dalam bentuk completely knocked-down, semi knocked-down, kendaraan bekas, serta kendaraan untuk tujuan khusus seperti ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan listrik, dan kendaraan mewah dengan harga di atas USD 25 ribu (free on board). Indonesia juga dikecualikan atau tidak menjadi subjek BMTPS untuk produk kendaraan kendaraan komersial ringan.
Menurut Mendag Lutfi, industri otomotif Indonesia semakin tumbuh dan telah menjadi produk ekspor andalan. Oleh sebab itu, dia berharap penggunaan instrumen tindakan pengamanan (safeguard) dan pengenaan BMTPS harus dipertimbangkan secara matang. "Karena instrumen ini pada dasarnya hanya dapat digunakan sebagai tindakan pengamanan darurat pada lonjakan impor, yang diakibatkan hal-hal yang tidak terduga dan mengakibatkan kerugian serius pada industri domestik," jelasnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi. Menurutnya, pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah terhadap kebijakan pemerintah Filipina. "Pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah dan akan tetap menyampaikan keberatannya pada berbagai forum atas pengenaan BMTPS oleh Filipina tersebut. Kami telah menyampaikan keberatan dan pembelaan tersebut secara formal," tegas Didi.
Didi menambahkan, argumen yang digunakan otoritas Filipina dalam pengenaan BMTPS ini sangat lemah dan tidak sejalan dengan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Hal tersebut dapat menjadi poin pertimbangan otoritas Filipina untuk meninjau ulang penyelidikan safeguard yang saat ini masih berlangsung. āDiharapkan
"Pengenaan BMTPS tersebut harus didasari bukti empiris yang kuat bahwa industri domestik Filipina mengalami kerugian serius akibat barang impor yang salah satunya berasal dari Indonesia," kata Mendag Lutfi di Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Saat ini, Otoritas Filipina memutuskan untuk melakukan pengenaan BMTPS untuk produk otomotif berupa mobil penumpang/kendaraan (passenger cars/vehicles, AHTN 8703), dan kendaraan komersial ringan (light commercial vehicles, AHTN 8704) untuk semua negara yang melakukan ekspor ke Filipina, salah satunya Indonesia. BMTPS tersebut berbentuk cash bond dengan nilai PHP 70.000/unit untuk mobil penumpang/kendaraan, dan PHP 110.000/unit untuk kendaraan komersial ringan.
Dalam surat resminya, Kementerian Perdagangan dan Industri (DTI) Filipina selaku otoritas penyelidikan menginformasikan bahwa pengenaan BMTPS akan berlaku selama 200 hari dimulai sejak dikeluarkannya customs order Filipina. Custom order tersebut diperkirakan dikeluarkan pada Januari 2021.
Dalam keputusan tersebut, Indonesia dikenakan BMTPS untuk produk mobil penumpang atau kendaraan dalam bentuk cash bond sekitar Rp20 juta/unit. Namun, dikecualikan untuk produk mobil penumpang impor dalam bentuk completely knocked-down, semi knocked-down, kendaraan bekas, serta kendaraan untuk tujuan khusus seperti ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan listrik, dan kendaraan mewah dengan harga di atas USD 25 ribu (free on board). Indonesia juga dikecualikan atau tidak menjadi subjek BMTPS untuk produk kendaraan kendaraan komersial ringan.
Menurut Mendag Lutfi, industri otomotif Indonesia semakin tumbuh dan telah menjadi produk ekspor andalan. Oleh sebab itu, dia berharap penggunaan instrumen tindakan pengamanan (safeguard) dan pengenaan BMTPS harus dipertimbangkan secara matang. "Karena instrumen ini pada dasarnya hanya dapat digunakan sebagai tindakan pengamanan darurat pada lonjakan impor, yang diakibatkan hal-hal yang tidak terduga dan mengakibatkan kerugian serius pada industri domestik," jelasnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi. Menurutnya, pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah terhadap kebijakan pemerintah Filipina. "Pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah dan akan tetap menyampaikan keberatannya pada berbagai forum atas pengenaan BMTPS oleh Filipina tersebut. Kami telah menyampaikan keberatan dan pembelaan tersebut secara formal," tegas Didi.
Didi menambahkan, argumen yang digunakan otoritas Filipina dalam pengenaan BMTPS ini sangat lemah dan tidak sejalan dengan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Hal tersebut dapat menjadi poin pertimbangan otoritas Filipina untuk meninjau ulang penyelidikan safeguard yang saat ini masih berlangsung. āDiharapkan
tulis komentar anda