Membangkitkan Kembali Program Mitra Bahari yang Sempat Mati di 2016
Minggu, 14 Februari 2021 - 23:10 WIB
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) , melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) bangkitkan kembali Program Mitra Bahari (PMB) yang sempat terhenti di tahun 2016 lalu akibat perubahan prioritas program kelautan dan perikanan . Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, TB Haeru Rahayu menyambut, hangat aktifnya kembali Program Mitra Bahari ini.
“Program Mitra Bahari dibentuk berdasarkan mandat dalam UU 27 tahun 2007 juncto UU Nomor 1 tahun 2013 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (pasal 1 ayat 43) dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.14/MEN/2009 tentang Mitra Bahari,” ujar Tebe di Jakarta, Minggu (14/2/2021).
Mitra Bahari merupakan jejaring pemangku kepentingan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penguatan kapasitas sumber daya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan.
Tebe juga menjelaskan bahwa Konsorsium Mitra Bahari (KMB) terdiri dari berbagai elemen yaitu Perguruan Tinggi, Pemerintah, Swasta dan LSM yang memiliki peran penting dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Dengan berbagai kepakarannya, KMB diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam menghadapi berbagai isu strategis.
“Seiring dengan perkembangan kebijakan saat ini dan mempertimbangkan tingginya semangat, apresiasi penggiat Mitra Bahari di seluruh Indonesia, maka PMB perlu dibangkitkan kembali dengan platform yang lebih baik lagi di segi kelembagaan dan program,” tandasnya.
Senada dengan Tebe, salah satu pemrakarsa Program Mitra Bahari, Rokhmin Dahuri pun mengapresiasi langkah ini untuk kemajuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan ke depan. Rokhmin yang berbagi tentang sejarah pembentukan PMB, mengambil referensi/pembelajaran dari peran Perguruan Tinggi di Amerika Serikat melalui konsep Sea Grant.
“Fungsi PMB antara lain mengidentifikasi isu dan permasalahan sektor kelautan dan perikanan di wilayah masing-masing, menyusun roadmap kelautan dan perikanan, sosialisasi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, menjembatani KKP dan Pemda, mengembangkan bisnis di sektor kelautan dan perikanan, hilirisasi Perguruan Tinggi dan Pemda sebagai penghasil prototype yang dapat dikonversikan ke teknologi,” tutup Rokhmin.
Sementara itu, Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia (FP2TPKI) Prof. La Sara yang juga Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo mengungkapkan, selain diperlukan ciri khusus bagi PMB juga dibutuhkan cetak biru dan roadmap agar kegiatan PMB tidak tumpeng tindih dengan program Pemda.
“Program Mitra Bahari dibentuk berdasarkan mandat dalam UU 27 tahun 2007 juncto UU Nomor 1 tahun 2013 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (pasal 1 ayat 43) dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.14/MEN/2009 tentang Mitra Bahari,” ujar Tebe di Jakarta, Minggu (14/2/2021).
Baca Juga
Mitra Bahari merupakan jejaring pemangku kepentingan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penguatan kapasitas sumber daya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan.
Tebe juga menjelaskan bahwa Konsorsium Mitra Bahari (KMB) terdiri dari berbagai elemen yaitu Perguruan Tinggi, Pemerintah, Swasta dan LSM yang memiliki peran penting dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Dengan berbagai kepakarannya, KMB diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam menghadapi berbagai isu strategis.
“Seiring dengan perkembangan kebijakan saat ini dan mempertimbangkan tingginya semangat, apresiasi penggiat Mitra Bahari di seluruh Indonesia, maka PMB perlu dibangkitkan kembali dengan platform yang lebih baik lagi di segi kelembagaan dan program,” tandasnya.
Senada dengan Tebe, salah satu pemrakarsa Program Mitra Bahari, Rokhmin Dahuri pun mengapresiasi langkah ini untuk kemajuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan ke depan. Rokhmin yang berbagi tentang sejarah pembentukan PMB, mengambil referensi/pembelajaran dari peran Perguruan Tinggi di Amerika Serikat melalui konsep Sea Grant.
“Fungsi PMB antara lain mengidentifikasi isu dan permasalahan sektor kelautan dan perikanan di wilayah masing-masing, menyusun roadmap kelautan dan perikanan, sosialisasi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, menjembatani KKP dan Pemda, mengembangkan bisnis di sektor kelautan dan perikanan, hilirisasi Perguruan Tinggi dan Pemda sebagai penghasil prototype yang dapat dikonversikan ke teknologi,” tutup Rokhmin.
Sementara itu, Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia (FP2TPKI) Prof. La Sara yang juga Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo mengungkapkan, selain diperlukan ciri khusus bagi PMB juga dibutuhkan cetak biru dan roadmap agar kegiatan PMB tidak tumpeng tindih dengan program Pemda.
Lihat Juga :
tulis komentar anda