Nasib Ekonomi RI Tunggu Herd Immunity
Kamis, 25 Februari 2021 - 21:35 WIB
JAKARTA - Chief Economist Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 ini tidak setinggi versi pemerintah atau hanya berada di level 3,9%. Tantangan tahun 2021 ini menurutnya datang dari hambatan mendorong fiskal akibat prosedur administrasi. "Sehingga pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan hanya sekitar 85-90% dari yang dianggarkan," ujar Adrian, Kamis (25/2/2021).
Berikutnya dari sisi penerimaan, diperkirakan APBN akan kesulitan karena minimnya penerimaan pajak berhubung belum pulihnya kondisi perekonomian. Berbagai insentif penurunan pajak yang telah dan akan diberikan akhirnya turut ikut seret. "Ini yang akan menghambat efektivitas dari rencana stimulus fiskal," katanya.
Tidak hanya itu, masih adanya kendala mobilitas manusia merupakan konsekuensi dari pandemi Covid-19 berkelanjutan tahun ini. Dampaknya tentu akan menyebabkan ekspansi produksi tidak akan maksimal. Dia juga menilai kendala mobilitas manusia ditambah relatif rendahnya kecepatan program vaksinasi di Indonesia. Diperkirakan hingga akhir tahun 2021 ini vaksinasi belum akan mencapai target.
Implementasi proyek infrastruktur dari belanja modal APBN kemungkinan besar akan menghadapi tantangan karena belum akan terciptanya herd immunity. "Belum terbentuknya herd immunity berpotensi menyebabkan perusahaan belum berani menggenjot produksinya maksimal pada tahun ini. Selain itu rumah tangga juga masih akan menahan belanjanya," jelas Adrian.
Dari sisi korporasi diperkirakan akan ada masalah pengurangan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang masih akan terjadi di 2021. Setidaknya ini akan terus terjadi di perusahaan swasta. Adrian juga menyarankan ke depan sebaiknya suku bunga acuan atau BI-7DRRR tidak diturunkan lagi di bawah 3,50 persen. Hal ini dikarenakan dua faktor dari sisi eksternal. "Yaitu masih sangat tingginya ketidakpastian tren pergerakan global di 2021 dan pastinya juga akan berdampak pada stabilitas rupiah,” tuturnya.
Berikutnya dari sisi penerimaan, diperkirakan APBN akan kesulitan karena minimnya penerimaan pajak berhubung belum pulihnya kondisi perekonomian. Berbagai insentif penurunan pajak yang telah dan akan diberikan akhirnya turut ikut seret. "Ini yang akan menghambat efektivitas dari rencana stimulus fiskal," katanya.
Tidak hanya itu, masih adanya kendala mobilitas manusia merupakan konsekuensi dari pandemi Covid-19 berkelanjutan tahun ini. Dampaknya tentu akan menyebabkan ekspansi produksi tidak akan maksimal. Dia juga menilai kendala mobilitas manusia ditambah relatif rendahnya kecepatan program vaksinasi di Indonesia. Diperkirakan hingga akhir tahun 2021 ini vaksinasi belum akan mencapai target.
Implementasi proyek infrastruktur dari belanja modal APBN kemungkinan besar akan menghadapi tantangan karena belum akan terciptanya herd immunity. "Belum terbentuknya herd immunity berpotensi menyebabkan perusahaan belum berani menggenjot produksinya maksimal pada tahun ini. Selain itu rumah tangga juga masih akan menahan belanjanya," jelas Adrian.
Dari sisi korporasi diperkirakan akan ada masalah pengurangan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang masih akan terjadi di 2021. Setidaknya ini akan terus terjadi di perusahaan swasta. Adrian juga menyarankan ke depan sebaiknya suku bunga acuan atau BI-7DRRR tidak diturunkan lagi di bawah 3,50 persen. Hal ini dikarenakan dua faktor dari sisi eksternal. "Yaitu masih sangat tingginya ketidakpastian tren pergerakan global di 2021 dan pastinya juga akan berdampak pada stabilitas rupiah,” tuturnya.
(nng)
tulis komentar anda