Kisruh Kenaikan Harga BBM di Sumut, Pertamina Dioyak-oyak Terus
Senin, 05 April 2021 - 21:02 WIB
JAKARTA - Kisruh akibat kebijakan PT Pertamina menaikkan harga jual BBM non-subsidi di Sumatera Utara terus bergulir ke ranah politik. Bahkan DPRD Sumatera Utara berencana memanggil manajemen PT Pertamina untuk menjelaskan perihal kisruh tersebut dalam waktu dekat.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi B DPRD Sumatera Utara Dody Taher, Senin (5/4/2021). Sebelumnya, Pemprov Sumut juga sudah memanggil Pertamina terkait urusan yang sama. ( Baca juga:Kisruh Kenaikan Harga BBM di Sumut, Pertamina Dipanggil Pemprov )
"Iya benar. Akan segera kami panggil. Mungkin minggu depan. Kami ingin tahu kenapa sampai naik Rp200 per liter. Kemudian bagaimana penetapan satuan harga BBM yang dibuatnya," kata Dody.
Dody sendiri mengaku tak mengetahui secara detail standar penentuan harga BBM oleh Pertamina. Namun, DPRD, kata Dody, perlu memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang kenaikan harga BBM tersebut.
"Bahwa memang ada Gubernur Sumut mengeluarkan pergub (peraturan gubernur) yang berkenaan dengan pajak bahan bakar kenderaan bermotor (PBBKB) di Sumut dari 5% menjadi 7,5%. Oleh karena pergub itu, Pertamina menaikkan harga pemasaran BBM non-subsidi di Sumut. Dan karena ini menyangkut kepentingan masyarakat umum, maka perlu disikapi dengan segera agar tidak menjadi polemik," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, kebijakan PT Pertamina menaikkan harga BBM non-subsidi di Sumatera Utara telah menuai kekisruhan antara Pertamina dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Bahkan kenaikan ini juga mendapat penolakan keras dari Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, yang meminta kebijakan kenaikan harga dievaluasi.
Pertamina awalnya menyebut kenaikkan harga mengacu pada Peraturan Gubernur Sumut Nomor 01 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Di mana dalam peraturan itu terdapat perubahan tarif PBBKB khusus bahan bakar non-subsidi menjadi 7,5% di wilayah Sumut yang sebelumnya hanya 5%.
Namun, Gubernur Edy Rahmayadi membantah pernyataan Pertamina itu. Ia pun meminta Pertamina Sumbagut mengevaluasi kenaikan ini. Menurut Edy, tidak ada kaitan kenaikan PBBKB terhadap kenaikan BBM di Sumut. Sebab untuk menaikkan harga BBM itu harus ada izin DPR RI, jadi tidak bisa hanya melalui pergub. ( Baca juga:Pemuda Muhammadiyah Sebut Penggeledahan di Ponpes Sleman Tak Bijak )
“Nanti akan saya tanyakan Pertamina. Yang pastinya dia salah. Penentuan kenaikan BBM itu tidak bisa sektoral. Sumut naik, Palembang tidak. Jawa naik, Bali tidak, tak bisa. Dia harus merata itu. Dan tidak bisa dijadikan dasar pergub. Pergub inikan hanya lingkup dan tidak ada status hukum di situ. Yang ada perda karena diketuk oleh DPRD, dan berpengaruh kepada hukum. Kalau pergub tak bisa,” urainya.
Sementara, terkait adanya keberatan masyarakat atas pemberlakuan tarif baru oleh Pertamina di tengah pandemi ini, General Manager PT Pertamina MOR I Herra Indra menganggap itu sebagai hal yang lumrah. “Ya wajar aja sih,” terangnya usai memenuhi pangilan Pemprov Sumut, siang tadi.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi B DPRD Sumatera Utara Dody Taher, Senin (5/4/2021). Sebelumnya, Pemprov Sumut juga sudah memanggil Pertamina terkait urusan yang sama. ( Baca juga:Kisruh Kenaikan Harga BBM di Sumut, Pertamina Dipanggil Pemprov )
"Iya benar. Akan segera kami panggil. Mungkin minggu depan. Kami ingin tahu kenapa sampai naik Rp200 per liter. Kemudian bagaimana penetapan satuan harga BBM yang dibuatnya," kata Dody.
Dody sendiri mengaku tak mengetahui secara detail standar penentuan harga BBM oleh Pertamina. Namun, DPRD, kata Dody, perlu memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang kenaikan harga BBM tersebut.
"Bahwa memang ada Gubernur Sumut mengeluarkan pergub (peraturan gubernur) yang berkenaan dengan pajak bahan bakar kenderaan bermotor (PBBKB) di Sumut dari 5% menjadi 7,5%. Oleh karena pergub itu, Pertamina menaikkan harga pemasaran BBM non-subsidi di Sumut. Dan karena ini menyangkut kepentingan masyarakat umum, maka perlu disikapi dengan segera agar tidak menjadi polemik," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, kebijakan PT Pertamina menaikkan harga BBM non-subsidi di Sumatera Utara telah menuai kekisruhan antara Pertamina dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Bahkan kenaikan ini juga mendapat penolakan keras dari Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, yang meminta kebijakan kenaikan harga dievaluasi.
Pertamina awalnya menyebut kenaikkan harga mengacu pada Peraturan Gubernur Sumut Nomor 01 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Di mana dalam peraturan itu terdapat perubahan tarif PBBKB khusus bahan bakar non-subsidi menjadi 7,5% di wilayah Sumut yang sebelumnya hanya 5%.
Namun, Gubernur Edy Rahmayadi membantah pernyataan Pertamina itu. Ia pun meminta Pertamina Sumbagut mengevaluasi kenaikan ini. Menurut Edy, tidak ada kaitan kenaikan PBBKB terhadap kenaikan BBM di Sumut. Sebab untuk menaikkan harga BBM itu harus ada izin DPR RI, jadi tidak bisa hanya melalui pergub. ( Baca juga:Pemuda Muhammadiyah Sebut Penggeledahan di Ponpes Sleman Tak Bijak )
“Nanti akan saya tanyakan Pertamina. Yang pastinya dia salah. Penentuan kenaikan BBM itu tidak bisa sektoral. Sumut naik, Palembang tidak. Jawa naik, Bali tidak, tak bisa. Dia harus merata itu. Dan tidak bisa dijadikan dasar pergub. Pergub inikan hanya lingkup dan tidak ada status hukum di situ. Yang ada perda karena diketuk oleh DPRD, dan berpengaruh kepada hukum. Kalau pergub tak bisa,” urainya.
Sementara, terkait adanya keberatan masyarakat atas pemberlakuan tarif baru oleh Pertamina di tengah pandemi ini, General Manager PT Pertamina MOR I Herra Indra menganggap itu sebagai hal yang lumrah. “Ya wajar aja sih,” terangnya usai memenuhi pangilan Pemprov Sumut, siang tadi.
(uka)
tulis komentar anda