Komisaris Tidak Kompeten, Kinerja BUMN Disorot
Senin, 19 April 2021 - 17:05 WIB
JAKARTA - Sejumlah persoalan masih terjadi di internal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) . Dari perkara strategi bisnis, manajemen perusahaan, hingga perkara kompetensi dewan komisaris. Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng menilai, kompetensi dewan komisaris masih menjadi masalah krusial bagi kinerja perseroan pelat merah saat ini. Akibatnya, direksi jarang memperoleh dukungan dari dewan pengawas tersebut.
"Masalahnya juga sekarang, di BUMN ini komisarisnya terkadang tidak memberi dukungan karena kurang kompetensi di dewan komisaris, maka direksi tidak mendapat dukungan, tapi terkadang jadi beban bagi mereka," ujar Tanri, Selasa (19/4/2021).
Kinerja BUMN, kata dia, didasarkan pada kebijakan-kebijakan direksi perusahaan. Namun, regulasi akan diimplementasikan secara maksimal bila ada dukungan dari komisaris dan Kementerian BUMN. Masalahnya, penempatan figur komisaris dinilai tidak sesuai sehingga berpengaruh pada kinerja perusahaan.
"Ini harus ada kebijakan-kebijakan yang datangnya dari mana? Tentu diawali dengan direksi itu sendiri, direksi harus mendapat dukungan dari dewan komisaris dan Kementerian BUMN," tuturnya.
Tanri sendiri menyarankan agar dewan direksi perlu merubah strategi bisnisnya. Perubahan itu dari strategi utang ke strategi partner. Strategi partner merupakan kerja sama atau aliansi antara BUMN dengan perusahaan multinasional yang memiliki sumber daya yang mumpuni.
Strategi aliansi ini diyakini mampu mendorong kinerja perusahaan negara dan membebaskan perusahaan dari belenggu utang. Perusahaan multinasional yang menjadi mitra BUMN adalah mereka yang memiliki keuangan yang stabil, teknologi terbaru, manajemen yang baik (best practice manajemen), hingga akses pasar yang luas. "Jadi perubahan (strategi) utang bon kepada strategis aliansi ini menarik sekali, saya kira ini bisa berlangsung," tutur dia.
Dalam proses kerja sama itu, korporat multinasional akan membawa dolar, teknologi, dan best practice manajemen yang bisa dimanfaatkan manajemen BUMN. Pemanfaatan sumber daya itu diyakini mampu memperbaiki kinerja perseroan kedepannya.
"Aliansi strategis dengan perusahaan multinasional yang bisa membawa uangnya pasti dolar yang dia bawa masuk. Kedua dia pasti bawa teknologi dengan demikian ada jaminan bahwa bisnisnya akan berjalan dengan baik, bahkan mereka bisa membawa best practice manajemen atau manajemen yang bagus yang terakhir mereka memiliki akses pasar," katanya.
"Masalahnya juga sekarang, di BUMN ini komisarisnya terkadang tidak memberi dukungan karena kurang kompetensi di dewan komisaris, maka direksi tidak mendapat dukungan, tapi terkadang jadi beban bagi mereka," ujar Tanri, Selasa (19/4/2021).
Kinerja BUMN, kata dia, didasarkan pada kebijakan-kebijakan direksi perusahaan. Namun, regulasi akan diimplementasikan secara maksimal bila ada dukungan dari komisaris dan Kementerian BUMN. Masalahnya, penempatan figur komisaris dinilai tidak sesuai sehingga berpengaruh pada kinerja perusahaan.
"Ini harus ada kebijakan-kebijakan yang datangnya dari mana? Tentu diawali dengan direksi itu sendiri, direksi harus mendapat dukungan dari dewan komisaris dan Kementerian BUMN," tuturnya.
Tanri sendiri menyarankan agar dewan direksi perlu merubah strategi bisnisnya. Perubahan itu dari strategi utang ke strategi partner. Strategi partner merupakan kerja sama atau aliansi antara BUMN dengan perusahaan multinasional yang memiliki sumber daya yang mumpuni.
Strategi aliansi ini diyakini mampu mendorong kinerja perusahaan negara dan membebaskan perusahaan dari belenggu utang. Perusahaan multinasional yang menjadi mitra BUMN adalah mereka yang memiliki keuangan yang stabil, teknologi terbaru, manajemen yang baik (best practice manajemen), hingga akses pasar yang luas. "Jadi perubahan (strategi) utang bon kepada strategis aliansi ini menarik sekali, saya kira ini bisa berlangsung," tutur dia.
Dalam proses kerja sama itu, korporat multinasional akan membawa dolar, teknologi, dan best practice manajemen yang bisa dimanfaatkan manajemen BUMN. Pemanfaatan sumber daya itu diyakini mampu memperbaiki kinerja perseroan kedepannya.
"Aliansi strategis dengan perusahaan multinasional yang bisa membawa uangnya pasti dolar yang dia bawa masuk. Kedua dia pasti bawa teknologi dengan demikian ada jaminan bahwa bisnisnya akan berjalan dengan baik, bahkan mereka bisa membawa best practice manajemen atau manajemen yang bagus yang terakhir mereka memiliki akses pasar," katanya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda