Siap-siap! Baju Impor Bakal Lebih Mahal, Proses Tarif Safeguard Tinggal Selangkah Lagi
Selasa, 27 April 2021 - 12:02 WIB
JAKARTA - Untuk melindungi produk garmen dalam negeri dari serbuan impor, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengusulkan sejumlah tarif safeguard untuk sejumlah produk pakaian. Proses penetapan safeguard ini hanya tinggal satu tahap lagi.
"Prosesnya masih rekomendasi dari Kementerian Perdagangan ke Kementerian Keuangan. Masih ada satu tahapan lagi di Kemenkeu, baru dapat ditetapkan oleh Menteri," kata Direktur Industri Tekstil , Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Namun, Elis mengungkapkan dalam mengusulkan pengenaan tarif ini tidaklah mudah. Pasalnya banyak penolakan dari berbagai lembaga terkait.
Penolakan bersumber dari merek-merek global yang ada di Indonesia. Merek global itu, kata Elis, mengaku keberatan karena membuat harga produk by mereka menjadi lebih mahal.
Menurutnya, bagi masyarakat yang suka membeli produk branded, jika hanya ditambahkan Rp 79.000 misalnya, pasti akan tetap dibeli.
"Misalnya merek global, yang harga awalnya Rp1.500.000, kemudian naik jadi Rp1.579.000, pasti tidak akan pengaruh tetap aja dibeli. Kecuali kalau murah head to head dengan harga produk dari China, nah itu akan berpengaruh besar," terangnya.
Ia menambahkan, penentuan besaran tarif safeguard yang diusulkan berdasarkan dari perbedaan rata-rata harga impor dengan harga jual di dalam negeri. Kemenperin tidak memilih untuk mengusulkan secara persentase.
"Kalau pakai persentase untuk garmen itu sulit, karena yang murah akan tetap dikenakan harga rendah.Sementara dengan harga rata-rata impor, kemudian harga jual di dalam negeri. Nah, perbedaan harga jual di dalam negeri dengan harga rata-rata impor tersebut dihitung perbedaannya berapa, itulah tarifnya," pungkasnya.
"Prosesnya masih rekomendasi dari Kementerian Perdagangan ke Kementerian Keuangan. Masih ada satu tahapan lagi di Kemenkeu, baru dapat ditetapkan oleh Menteri," kata Direktur Industri Tekstil , Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Namun, Elis mengungkapkan dalam mengusulkan pengenaan tarif ini tidaklah mudah. Pasalnya banyak penolakan dari berbagai lembaga terkait.
Penolakan bersumber dari merek-merek global yang ada di Indonesia. Merek global itu, kata Elis, mengaku keberatan karena membuat harga produk by mereka menjadi lebih mahal.
Menurutnya, bagi masyarakat yang suka membeli produk branded, jika hanya ditambahkan Rp 79.000 misalnya, pasti akan tetap dibeli.
"Misalnya merek global, yang harga awalnya Rp1.500.000, kemudian naik jadi Rp1.579.000, pasti tidak akan pengaruh tetap aja dibeli. Kecuali kalau murah head to head dengan harga produk dari China, nah itu akan berpengaruh besar," terangnya.
Ia menambahkan, penentuan besaran tarif safeguard yang diusulkan berdasarkan dari perbedaan rata-rata harga impor dengan harga jual di dalam negeri. Kemenperin tidak memilih untuk mengusulkan secara persentase.
"Kalau pakai persentase untuk garmen itu sulit, karena yang murah akan tetap dikenakan harga rendah.Sementara dengan harga rata-rata impor, kemudian harga jual di dalam negeri. Nah, perbedaan harga jual di dalam negeri dengan harga rata-rata impor tersebut dihitung perbedaannya berapa, itulah tarifnya," pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda