Pakai Sistem NLE, Biaya Logistik Lebih Efisien dan Tekan Dwelling Time
Senin, 10 Mei 2021 - 21:00 WIB
JAKARTA - Indonesia Maritime, Logistic and Transportation Watch (IMLOW), mengemukakan National Logistic Ecosystem (NLE) harus didukung semua stakeholders untuk percepatan dan efisiensi layanan logistik nasional.
"Melalui NLE maka proses delivery order (DO) online untuk kegiatan ekspor impor akan semakin cepat. Sebab platform logistik terpadu itu terintegrasi kesemua pihak terkait," ujar Sekjen IMLOW Achmad Ridwan Tentowi, Senin (10/5/2021).
Ridwan mengatakan, dengan NLE maka semua layanan proses ekspor impor nantinya harus terintegrasi dalam platform logistik tersebut yang saat ini pengelolaannya dipercayakan kepada Lembaga National Single Window (LNSW). Sehingga, imbuhnya, seluruh kegiatan logistik ekspor impor kedepannya diharapkan bisa nonstop berjalan 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu (24/7) tanpa kendala lagi karena semua sudah terintegrasi dalam satu sistem NLE.
Ridwan mengatakan, IMLOW mengapresiasi dan sangat mendukung upaya Pemerintah RI yang saat ini terus mengupayakan delapan pelabuhan di Indonesia dapat segera terintegrasi dengan sistem NLE. Ke delapan pelabuhan itu di antaranya Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Patimban (Jawa Barat), Tanjung Emas (Jawa Tengah), Tanjung Perak (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Belawan Medan, Sumatera Utara.
Dengan implementasi NLE, kata dia, Dwelling Time kedepannya akan semakin cepat. Apalagi kalau importir sudah beralih ke elektornik bill of lading (e-BL) selain dari menggunakan seaway bill , telex release dan surrendered bill of lading. "Kalau sekarang ini belum semuanya memakai e-BL, masih ada BL yang harus diserahkan manual ke pelayaran. Namun kedepannya, melalui NLE semuanya berjalan otomatis sesuai sistem elektronik atau yang sering kita sebut artificial intelligence atau kecerdasan buatan untuk melayani proses bisnis logistik ekspor impor itu," ucapnya.
Bill of Lading(BL) sebagai salah satu dokumen yang diperlukan dalam ekspor impor yang dikeluarkan dan disahkan oleh pihak pelayaran. Dokumen itu juga berfungsi sebagai pengangkutan barang yang di dalamnya memuat informasi lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, rincian freight dan cara pembayarannya, namaconsignee atau pemesan, jumlah BLoriginalyang dikerluarkan dan tanggal dari penandatanganan.
Singkatnya, BL adalahSuratperjanjian pengangkutan antarashipper (pengirim), consignee(penerima) dengancarrieratau pengangkut. Ridwan menjelaskan melalui platform NLE, maka percepatan pengeluaran barang atau peti kemas diterminal peti kemas pelabuhan juga harus didukung dengan percepatan pengembalian empty kontainer di fasilitas depo empty yang ada diluar pelabuhan. "Kalau sekarang ini dwelling time di pelabuhan utama di Indonesia masih rerata 2 sampai 3 hari, tetapi kemungkinan dengan berjalannya flatform terpadu NLE itu dwelling time bisa hanya satu hari," paparnya.
Ridwan mengemukakan, bahwa masih tingginya persentase biaya logistik nasional terhadap angka produk domestik bruto (PDB) saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan menargetkan biaya logistik nasional dapat ditekan ke angka 17 persen sebelum 2024 melalui sejumlah upaya, salah satunya yakni NLE.
Dia menginginkan penurunan biaya logistik nasional yang ditargetkan turun dari 23,5 persen menjadi sekitar 17 persen pada 2024 sebagaimana tercantum dalam Perpres No.18/2020 yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. "Saya ingin hal itu dapat kita percepat capaiannya. Demikian juga dengan Inpres No. 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional dapat kita selesaikan sebelum 2024,” ujar Menko Marves baru-baru ini
"Melalui NLE maka proses delivery order (DO) online untuk kegiatan ekspor impor akan semakin cepat. Sebab platform logistik terpadu itu terintegrasi kesemua pihak terkait," ujar Sekjen IMLOW Achmad Ridwan Tentowi, Senin (10/5/2021).
Ridwan mengatakan, dengan NLE maka semua layanan proses ekspor impor nantinya harus terintegrasi dalam platform logistik tersebut yang saat ini pengelolaannya dipercayakan kepada Lembaga National Single Window (LNSW). Sehingga, imbuhnya, seluruh kegiatan logistik ekspor impor kedepannya diharapkan bisa nonstop berjalan 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu (24/7) tanpa kendala lagi karena semua sudah terintegrasi dalam satu sistem NLE.
Ridwan mengatakan, IMLOW mengapresiasi dan sangat mendukung upaya Pemerintah RI yang saat ini terus mengupayakan delapan pelabuhan di Indonesia dapat segera terintegrasi dengan sistem NLE. Ke delapan pelabuhan itu di antaranya Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Patimban (Jawa Barat), Tanjung Emas (Jawa Tengah), Tanjung Perak (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Belawan Medan, Sumatera Utara.
Dengan implementasi NLE, kata dia, Dwelling Time kedepannya akan semakin cepat. Apalagi kalau importir sudah beralih ke elektornik bill of lading (e-BL) selain dari menggunakan seaway bill , telex release dan surrendered bill of lading. "Kalau sekarang ini belum semuanya memakai e-BL, masih ada BL yang harus diserahkan manual ke pelayaran. Namun kedepannya, melalui NLE semuanya berjalan otomatis sesuai sistem elektronik atau yang sering kita sebut artificial intelligence atau kecerdasan buatan untuk melayani proses bisnis logistik ekspor impor itu," ucapnya.
Bill of Lading(BL) sebagai salah satu dokumen yang diperlukan dalam ekspor impor yang dikeluarkan dan disahkan oleh pihak pelayaran. Dokumen itu juga berfungsi sebagai pengangkutan barang yang di dalamnya memuat informasi lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, rincian freight dan cara pembayarannya, namaconsignee atau pemesan, jumlah BLoriginalyang dikerluarkan dan tanggal dari penandatanganan.
Singkatnya, BL adalahSuratperjanjian pengangkutan antarashipper (pengirim), consignee(penerima) dengancarrieratau pengangkut. Ridwan menjelaskan melalui platform NLE, maka percepatan pengeluaran barang atau peti kemas diterminal peti kemas pelabuhan juga harus didukung dengan percepatan pengembalian empty kontainer di fasilitas depo empty yang ada diluar pelabuhan. "Kalau sekarang ini dwelling time di pelabuhan utama di Indonesia masih rerata 2 sampai 3 hari, tetapi kemungkinan dengan berjalannya flatform terpadu NLE itu dwelling time bisa hanya satu hari," paparnya.
Ridwan mengemukakan, bahwa masih tingginya persentase biaya logistik nasional terhadap angka produk domestik bruto (PDB) saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan menargetkan biaya logistik nasional dapat ditekan ke angka 17 persen sebelum 2024 melalui sejumlah upaya, salah satunya yakni NLE.
Dia menginginkan penurunan biaya logistik nasional yang ditargetkan turun dari 23,5 persen menjadi sekitar 17 persen pada 2024 sebagaimana tercantum dalam Perpres No.18/2020 yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. "Saya ingin hal itu dapat kita percepat capaiannya. Demikian juga dengan Inpres No. 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional dapat kita selesaikan sebelum 2024,” ujar Menko Marves baru-baru ini
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda